Beberapa tahun lalu Edhie Baskoro Yudhoyono, putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono (yang kala itu menjabat presiden RI), menikahi Siti Ruby Aliya Rajasa. Santer dikabarkan, pernikahan tersebut merupakan karena ada maksud politik antara dua partai.
Sayang, tidak semua pernikahan didasari cinta. Tapi juga karena alasan keluarga, ekonomi, bahkan menikah karena politik.
Nabi Islam Menikah Karena Politik
Sepeninggal isteri pertamanya, Khadijah, Muhammad mengambil beberapa isteri. Mengapa Muhammad memiliki begitu banyak isteri? Benarkah dia menikahi wanita-wanita tersebut karena sungguh mencintai mereka?
Ahli sejarah Islam, John L. Esposito (Professor Religion & Director of Center for International Studies at the College of the Holy Cross) mengatakan. “Sebagian besar perkawinan Muhammad dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik.” Sumber lain menuliskan, “Nabi Muhammad SAW berkata, “Seorang perempuan dipertimbangkan untuk dinikahi karena empat hal: kekayaannya, pengaruhnya, kecantikannya atau agamanya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam biografi Muhammad, terdapat motive berbeda ketika dia menikahi wanita-wanita tersebut. Mulai untuk mempererat hubungan dengan pendukung fanatiknya. Hingga agar negara-negara yang ingin memeranginya, batal menyerangnya.
Demikian kita dapat menyimpulkan bahwa nabi Islam menikah karena politik yang didasari kepentingan pribadi. Bukan karena cinta kasih!
Menikah Karena Politik, Salah!
Terlalu sering wanita dijadikan sebagai obyek. Termasuk obyek seks bagi pria. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat pornografi dan pelacuran. Wanita dimanipulasi dan diperalat untuk memuaskan nafsu pria.
Sering juga pria merasa satu-satunya tugas wanita adalah melahirkan keturunan dan/atau memelihara keluarga. Memang inilah salah satu tugas seorang isteri. Tetapi untuk memperlakukan isteri dengan pikiran bahwa ini semata-mata alasan hidupnya, jelas salah.
Jadi, memperalat wanita sebagai obyek, keperluan politik seperti yang dilakukan Nabi Islam, jelas tidak dapat dibenarkan.
Bagaimana Semestinya Pria Islam Memperlakukan Isterinya?
Sepatutnya suami menempatkan isteri sebagai pribadi yang setara dengan dirinya. Wahyu Allah kepada Rasul-Nya di Surat Efesus menjelaskan sikap suami yang baik kepada isterinya. Menurut ayat-ayat suci ini, sang suami perlu melindungi dan mengasihi isterinya. Ia perlu mengasuh dan merawatnya. Dengan kata lain, isteri tidak boleh dimanipulasi. Sebagai obyek seks atau alat politik!
Bahkan, Kitab Allah mewajibkan suami perlu berkorban untuk isterinya. Teladan untuk tindakan radikal ini ialah Isa Al-Masih sendiri. “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Injil, Surat Efesus 5:25).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagimana menurut saudara jika seorang pria menikahi wanita dengan tujuan politik?
- Bagaimana perasaan wanita yang diperlakukan sebagi obyek dan diperalat oleh seorang laki?
- Benarkah seorang wanita bahagia karena dinikahi pria yang mencintainya? Berikan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Apakah Nabi umat Islam Menikah Karena Politik?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Admin tidak bosan-bosannya menulis artikel seperti ini.
Apakah nabi Muhammad SAW bermasalah bagi Admin? Jangan iri, dong… jangan punya hati yang dengki!
~
Sdr. Mujahid,
Terimakasih untuk komentar Saudara.
Manakah yang lebih kita pilih: hidup dalam kebenaran Allah, atau menuruti teladan manusia yang tidak menghiraukan Allah? Jika kebenaran Allah yang menjadi prioritas hidup, maka kita peka terhadap praktik hidup yang menyimpang dari kehendak-Nya .
Artikel ini ditulis bagi semua kalangan, apapun agamanya. Isa Al-Masih mengingatkan bahwa sejak semula, pria & wanita diciptakan sepadan. Implikasinya, pernikahan harus berlandaskan kasih dan penghormatan, bukan manipulasi antar gender.
Melalui teladan pernikahan politis Muhammad, kita diingatkan bahwa praktik tersebut tidak layak ditiru karena sarat dengan unsur manipulasi, bukan kasih & penghormatan antar suami-istri seperti Allah kehendaki.
Nah, bagaimana Saudara menanggapinya?
~
Yuli
~
Saudara Yuli belum paham betul masalah agama. Jangan dicampuradukkan agama satu dengan yang lain. Agamamu ya agamamu, agamaku ya agamaku. “Lakumdinukum waliyadin.”
~
Sdr. Ardiyan,
Terimakasih telah bersedia membaca artikel di atas. Menurut Anda, adakah dari artikel di atas atau dari komentar kami yang tidak sesuai menurut pemikiran keyakinan Anda? Karena forum ini terbuka bagi siapapun juga untuk beraspirasi, kami persilakan Anda mengklarifikasikannya.
Terimakasih, kami tunggu komentar Anda selanjutnya.
~
Yuli
~
Yuli menulis:
“…Manakah yang lebih kita pilih: hidup dalam kebenaran Allah, atau menuruti teladan manusia yang tidak menghiraukan Allah? …”
Jawab:
Hidup dalam kebenaran Allah dan rasul-Nya adalah yang paling benar.
Kalau kalian pengikut Al-Masih yang setia, mana buktinya? Kalian hanya mengikuti ajaran Paulus yang menurut kalian rasul. Rasul dari mana?
Karena kedengkian hati, Anda selalu menghujat dan menghina nabi kami. Silakan Anda hina, namun saya yakin kemuliaan nabi Muhammad SAW tidak akan berkurang sedikitpun. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (Qs 33:56).
Yuli menulis:
“…Melalui teladan pernikahan politis Muhammad, kita diingatkan bahwa praktik tersebut tidak layak ditiru karena sarat dengan unsur manipulasi, bukan kasih & penghormatan antar suami-istri seperti Allah kehendaki…”
Jawab:
Satu hal lagi yang harus Anda tahu. Kelahiran, jodoh, mati adalah urusan Allah. Kalau Allah tidak menghendaki semuanya, tidak akan terjadi.
Saudari Yuli, bersihkan hati Anda dari sifat hasut, dengki, dll. Niscaya hidup Anda akan terasa bahagia.
~
Sdr. Mujahid,
Terimakasih atas komentarnya.
Tentu Anda setuju bila utusan yang baik selalu mewartakan & meneladankan apapun yang sang pengutus kehendaki, bukan? Nah, jika Sang Pengutus (Allah) menghendaki dasar perkawinan umat-Nya adalah kasih (Efesus 5:25), patutkah sang utusan (nabi/rasul) membuat aturan lain? Kiranya hal ini Anda pertimbangkan saat menelaah kenabian Muhammad. Mengenai rasul Paulus, ajaran dan teladan hidupnya sesuai dengan Isa Al-Masih. Artikel berikut menolong Anda memahaminya: http://tinyurl.com/7srwflg.
Makna di balik shalawat nabi dapat Anda pelajari lewat artikel berikut: http://tinyurl.com/crjrjk7
Saudara, kehendak Allah kepada kita selalu mendatangkan kesejahteraan bersama. Nah, silakan Anda pertimbangkan, apakah perkawinan dengan unsur manipulasi menyejahterakan semua pihak?
~
Yuli
~
Sdr Admin,
Apakah Anda tidak memiliki pekerjaan lain selain menghina dan memfitnah Islam beserta rasulullah?
~
Sdr. Nur Iman,
Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan.
Dalam menelaah sesuatu, bersama marilah kita kedepankan pemikiran serta hati yang jernih agar mampu menangkap informasi secara obyektif.
Pertanyaan yang seringkali kami utarakan kepada semua pihak adalah:
“Manakah yang terpenting dalam kehidupan kita, kebenaran Allah, atau nafsu keberdosaan kita?”
Jika kebenaran Allah kita utamakan, maka kita akan peka terhadap praktik hidup apapun yang menyimpang dari kehendak-Nya. Jika kita mengaku bertakwa kepada Allah, mengapa kita meneladani praktik hidup yang tidak Allah kehendaki? Bukankah di akhirat kelak, setiap orang harus mempertanggungjawabkan pilihan hidupnya?
~
Yuli
~
Pekerjaan admin situs ini sama dengan pekerjaan Iblis dan syaiton yang hanya menghina, memfitnah, dan mempengaruhi umat agar terjerumus ke neraka jahanam bersama mereka.
~
Sdr. Chandra,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Kami persilakan Anda mempertimbangkan ulang. Kami mewartakan kehendak Allah sbb: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Injil, Surat Efesus 5:25)
Lalu, dengan dasar apakah Anda menganggap pekerjaan kami berasal dari Iblis & setan? Bukankah segala kehendak Iblis selalu berseberangan dengan Allah? Ketika Allah menghendaki dasar perkawinan umat-Nya adalah kasih, bukankah Iblis yang menjadi “bapa segala dusta” (Injil Yohanes 8:44) justru melegalkan perkawinan dengan motif apapun, termasuk manipulasi atau tujuan politis?
Segala hal dari Allah senantiasa berbuahkan kebenaran & kesejahteraan. Mari kita pertimbangkan, apakah perkawinan yang sarat unsur manipulatif mendatangkan kesejahteraan semua pihak?
~
Yuli
~
Saudari Yuli,
Bersediakah Anda menuliskan riwayat pernikahan Muhammad SAW? Saya akan sangat senang apabila Anda berkenan.
~
Sdr. Mujahid,
Mari simak kembali kutipan artikel di atas:
“… Ahli sejarah Islam, John L. Esposito (Professor Religion & Director of Center for International Studies at the College of the Holy Cross) mengatakan. “Sebagian besar perkawinan Muhammad dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik” …”
Adakah kesimpulan tentang pernikahan Muhammad disimpulkan Admin sendiri? Seorang pakar sejarah Islam yang jauh lebih kompeten telah menyimpulkannya dari hasil riset ilmiah yang dilakukannya. Nah, jika Anda menganggap kesimpulan tsb salah, forum ini terbuka bagi semua pihak untuk mengklarifikasikannya. Kami persilakan Anda mengargumentasikannya dengan bukti-bukti ilmiah yang sahih, termasuk riwayat pernikahan nabi Anda bila perlu.
~
Yuli
~
Yuli menulis:
“… Segala hal dari Allah senantiasa berbuahkan kebenaran & kesejahteraan. Mari kita pertimbangkan, apakah perkawinan yang sarat unsur manipulatif mendatangkan kesejahteraan semua pihak? …”
Respon:
Tuhan agama apapun tidak pernah mengajarkan umat-Nya berprasangka buruk kepada orang lain. Hanya Iblis yang selalu mengajak dan mendorong untuk berbohong dan memfitnah. Jangan bawa-bawa nama Tuhan Anda, sementara Anda duduk di pangkuan Iblis.
~
Sdr. Chandra,
Mari simak kembali tulisan kami yang Anda kutip di atas. Apakah Anda mengingkari bahwa karya Allah senantiasa membuahkah kebenaran & kesejahteraan? Apakah perkawinan yang sarat unsur manipulasi Anda akui dapat menyejahterakan semua pihak? Apakah perkawinan semacam itu adalah kehendak Allah?
Nah, dari jawaban atas pertanyaan di atas menentukan di pangkuan mana kita berada, Allah, atau Iblis?
Saudara, mari simak ulang isi artikel. Seseorang layak disebut pemfitnah bila informasinya tidak didasarkan fakta. Sebaliknya, artikel di atas bersumber dari hasil riset ilmiah seorang pakar sejarah Islam yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tentu Saudara setuju, Allah mengaruniakan akal budi agar kita tidak tersesat, bukan? Nah, melalui hasil riset di atas, Allah menghendaki kita untuk memilah manakah kebenaran Allah sejati & manakah yang palsu melalui prinsip kebenaran firman Allah.
~
Yuli
~
Staf IDI menulis:
“… Jika kebenaran Allah kita utamakan, maka kita akan peka terhadap praktik hidup apapun yang menyimpang dari kehendak-Nya. Jika kita mengaku bertakwa kepada Allah, mengapa kita meneladani praktik hidup yang tidak Allah kehendaki? Bukankah di akhirat kelak, setiap orang harus mempertanggungjawabkan pilihan hidupnya? …”
Jawab:
Masih banyak pekerjaan halal lain yang bermanfaat buat umat Kristiani. Sementara yang Admin kerjakan adalah pekerjaan yang justru mencoreng nama Kristiani sendiri.
~
Sdr. Nur Iman,
Jika Anda memiliki sahabat, tipe seperti apakah yang Anda pilih? Yang selalu menyanjung Anda entah Anda bertindak benar atau salah, atau yang menegur Anda kala Anda berlaku tidak benar?
Mari perhatian bunyi firman Allah berikut:
“Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi dari pada orang yang menjilat” (Amsal Sulaiman 28:23)
Bukankah sahabat sejati rela dimusuhi karena berani menegur demi kebaikan masa depan sahabatnya? Sedangkan seorang penjilat lebih peduli dengan nasib sendiri, bukan?
Nah Saudara, inilah yang kami pilih & lakukan, menjadi sahabat dalam kebenaran. Tujuan artikel ini ditulis untuk mengingatkan kita semua atas pilihan hidup kita, menuruti kehendak Allah, atau mengabaikan-Nya. Setiap kita memiliki kebebasan untuk memilih sekaligus menerima resikonya.
~
Yuli
~
Itulah buah kedengkian Admin IDI sehingga gampang menghasut, memfitnah, dan berburuk sangka. Bukankah itu pekerjaan Iblis? Mohon direnungkan, Saudari Yuli.
~
Sdr. Mujahid,
Di atas kami telah mempersilakan Anda berargumentasi dengan bukti dan sumber yang sahih untuk mengklarifikasikan informasi yang Anda anggap keliru. Hendaknya kesempatan ini dapat Anda pergunakan sebaik-baiknya untuk menghindari prasangka buruk, hasutan, atau fitnahan seperti yang Anda benci, bukan?
~
Yuli
~
Saya rindu dengan situs ini. Sudah 2 tahun sejak terakhir saya membaca situs ini. Saya dahulu seorang Kristen. Lalu alhamdulillah saya pindah ke Islam karena mendapat inspirasi dari situs ini. Semoga staff IDI juga mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
~
Sdr. Chevron,
Terimakasih telah merindukan situs kami. Silakan Anda kunjungi kembali situs-situs kami karena di dalamnya terdapat banyak artikel yang mengungkapkan anugerah Allah terbesar bagi keselamatan manusia (tak terkecuali Anda) yang hanya dapat diterima melalui Isa Al-Masih, Sang Jalan Kebenaran dan Sumber Kehidupan:
“Kata Yesus [Isa Al-Masih] kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).
~
Yuli
~
Saya tidak melihat ada unsur pelecehan. Dalam surat atau Hadist juga disebutkan alasan serta tujuan Muhammad memiliki banyak istri.
Sesungguhnya yang akan ditampilkan Mbak Yuli disini adalah perempuan yang bersedia dipoligami.
Pertanyaan saya balik:
Demi harta atau apa sajakah seorang perempuan siap menjadi istri keberapa saja dari pria tanpa merasa mengusik rumah tangga orang lain?
Bagi seorang istri, hal utama adalah mendapat kasih sayang & setia dari suami. Apakah saudari rela “didua/tigakan” oleh suami Anda?
Isa Al-Masih sungguh adalah teladan yang baik. Sabda Isa Al-Masih: “Demikianlah mereka [sepasang suami istri] bukan lagi dua, melainkan satu…” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6). Jadi tidak ada pihak ketiga.
Salam.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk tanggapan yang Anda berikan. Biarlah pertanyaan-pertanyaan yang Anda lontarkan dapat menjadi bahan perenungan kita bersama dalam menelaah dasar kehidupan perkawinan sebagaimana Allah kehendaki.
~
Yuli
~
Yuli menulis:
“…Tentu Saudara setuju, Allah mengaruniakan akal budi agar kita tidak tersesat, bukan? Nah, melalui hasil riset di atas, Allah menghendaki kita untuk memilah manakah kebenaran Allah sejati & manakah yang palsu melalui prinsip kebenaran firman Allah…”
Respon:
Saya lebih setuju bila Allah SWT memberikan akal budi agar digunakan untuk melakukan pekerjaan yang halal, yang tidak menimbulkan konflik, tidak membohongi, menghasut, dan memfitnah orang lain. Kalau Anda tidak percaya hal tsb, berarti keimanan Anda masih perlu dipertanyakan.
~
Sdr. Chandra,
Bukankah Anda sendiri mengamini bahwa akal budi yang Allah karuniakan kepada kita harus digunakan untuk pekerjaan halal yang jauh dari bohong, hasut, dan fitnah?
Nah, dari apa yang Anda tuduhkan, silakan Anda buktikan, manakah dari isi artikel di atas yang tidak bersandarkan pada bukti-bukti faktual? Dengan demikian tuduhan Anda memiliki dasar yang kuat dan tidak berbalik melawan diri Anda sendiri.
Kami tunggu klarifiasi Anda.
~
Yuli
~
Mimie menulis:
“… Isa Al-Masih sungguh adalah teladan yang baik. Sabda Isa Al-Masih: “Demikianlah mereka [sepasang suami istri] bukan lagi dua, melainkan satu…” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6). Jadi tidak ada pihak ketiga…”
Respon:
Apakah bisa seseorang dapat menjadi teladan bagi yang lain padahal dia sendiri tidak pernah berbuat hal tsb? Setahu saya nabi Isa AS tidak pernah menikah.
~
Sdr. Chandra,
Logika yang Anda gunakan cukup ganjil untuk mempertanyakan teladan dan sabda Isa Al-Masih tentang kesetiaan pernikahan monogami yang dikaitkan dengan kehidupan selibat-Nya (tidak menikah).
Mengapa ganjil? Jika dianalogikan, maka logika berpikir Anda serupa dengan pernyataan berikut:
“Muhammad bukan teladan yang baik saat ia menyabdakan aturan hijab karena ia sendiri tidak menggunakan hijab”
Tentu kita tertawa, bukan? Muhammad tak berhijab karena ia pria! Nah, demikian juga dengan Isa Al-Masih. Ia tidak menikah karena Ia Tuhan! Apakah salah jika Tuhan yang Mahasetia itu bersabda kepada umat-Nya untuk setia dalam perkawinan monogami, padahal Tuhan sendiri tidak menikah?
Saudara, untuk mengetahui lebih lanjut mengapa Isa Al-Masih tidak menikah, silakan simak penjelasan Sdri. Mimie di bawah.
~
Yuli
~
Candra (2015-04-14 18:48) menulis:
“… Apakah bisa seseorang dapat menjadi teladan bagi yang lain padahal dia sendiri tidak pernah berbuat hal tsb? Setahu saya nabi Isa AS tidak pernah menikah…”
Respon:
Saudara benar, Isa Al-Masih tidak menikah. Dia datang ke dunia untuk menyelamatkan saya dan Saudara. Ajaran-Nya yang sempurna mencakup segala aspek kehidupan, juga dalam hal perkawinan. Begitu rinci disebutkan bagaimana seorang suami memperlakukan istrinya dan demikian pula sebaliknya.
Saya persilakan Saudara menyimak topik-topik sebelumnya yang dikemukakan Mbak Yuli. Banyak petunjuk mengenai perkawinan, jika saudara menganggap ayat yang saya paparkan salah tafsir.
Wassalam.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk klarifikasi yang Anda berikan kepada Sdr. Chandra.
Kiranya jawaban Anda dapat membuka hati kita semua, bahwa Isa Al-Masih datang ke dunia untuk tujuan yang sangat mulia, yakni menyerahkan diri-Nya sebagai korban bagi keselamatan kita, manusia berdosa.
“Sebab inilah darah-Ku [Isa Al-Masih], darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Injil, Rasul Besar Matius 26:28). Mengenai topik ini dapat dibaca pada artikel berikut: http://tinyurl.com/d7yp79g.
~
Yuli
~
Kebaikan haruslah ada buktinya. Jika rasulullah hanya menikahi karena politik, mungkinkah istrinya begitu bahagia bersama beliau? Kebahagiaan itulah buktinya. Jika ada seseorang menikah mengakunya cinta kasih tapi malah tidak membahagiakan, maka itulah yang salah.
Memang ada alasan menikahi wanita sesuai Hadist di atas, tapi Anda memotongnya. Padahal ada sambungannya yang menganjurkan memilih karena kebaikan agamanya.
~
Sdr. Sultan,
Kami sangat setuju dengan pernyataan Anda bahwa “…Kebaikan haruslah ada buktinya …”. Nah, benarkah para istri Muhammad bahagia dengan pernikahan mereka? Apakah api cemburu yang seringkali berkobar akibat persaingan antar istri tak mempengaruhi kebahagiaan? Silakan simak artikel berikut: http://tinyurl.com/mwzwr7g.
Meskipun Hadits menganjurkan umat Muslim menikah dengan memilih karena kebaikan agamanya, nabi umat Muslim meneladankan hal berbeda, yakni menikah atas dasar politis, bukan agama. Nah, bagaimana Anda menanggapinya?
~
Yuli
~
Yuli menulis:
“… Mengapa ganjil? Jika [u]dianalogikan, maka logika berpikir Anda serupa dengan[/u] pernyataan berikut:
“Muhammad bukan teladan yang baik saat ia menyabdakan aturan hijab karena ia sendiri tidak menggunakan hijab…”
Jawab: Logika anda yang ganjil. Hijab dikhususkan untuk wanita dan istri-istri beliau. Argumentasi boleh saja, tetapi gunakan akal dan logika serta pengetahuan yang luas, tidak asal berkata yang akhirnya hanya membuat malu Anda sendiri.
Saran: Perbanyak ilmu Anda dalam berdebat.
~
Nah Sdr. Candra, bukankah Anda sendiri merasa geli dengan logika “mengapa Muhammad tidak berhijab”, bukan? Itulah analogi (hal yang mirip/serupa dengan) logika Anda saat mempertanyakan “dapatkah sabda Isa Al-Masih menjadi teladan yang baik bagi perkawinan monogami sedangkan Ia sendiri tidak menikah?”. Jawabannya sangat jelas bahwa Isa tidak menikah karena Ia Tuhan! Sama pula dengan jawaban analogi di atas bahwa Muhammad tidak berhijab karena ia pria!
Syukurlah, kini Anda bisa menyadari keganjilan logika Anda dalam menilai Isa Al-Masih yang tidak menikah melalui analogi “Muhammad tak berhijab” yang kami contohkan. Semoga melalui ini, Anda dapat lebih banyak belajar berlogika secara sehat. Lebih daripada itu, kebenaran sejati dari Allah dapat Anda lihat dan terapkan sehingga mendatangkan kesejahteraan bagi Anda.
~
Yuli
~
Candra (2015-04-20 17:08) menulis:
“… Hijab dikhususkan untuk wanita dan istri-istri beliau…”
Respon:
Disinilah bentuk diskriminasi yang nyata terhadap perempuan, Masih segar fatwa di Aceh yang melarang perempuan duduk mengangkang di sepeda motor serta fatwa-fatwa lain yang memberatkan wanita.
Isa Al-Masih tak membedakan pria dan wanita. Dalam Injil Yohanes dikatakan bagaimana Isa Al-Masih membebaskan seorang perempuan yang akan dirajam mati (Injil Yohanes 8:3-11). Ini menjadi bukti besarnya kasih Isa Al-Masih. Siapapun Anda, datanglah kepada-Nya. Dia akan mengampuni dan meyelamatkan Anda.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk komentar Anda kepada Sdr. Candra.
Apa yang Anda sampaikan perlu kita renungkan bersama. Teladan perkawinan & ajaran nabi umat Muslim tentang pendiskriminasian wanita bertentangan dengan kehendak Allah yang mulia (Taurat, Kitab Kejadian 1:27). Hal ini secara lugas ditegaskan kembali melalui tindakan nyata Isa Al-Masih terhadap perempuan yang hendak dirajam seperti yang Anda tuturkan di atas.
Kiranya ajakan Sdri. Mimie kepada semua rekan agar datang kepada Isa Al-Masih tidak diabaikan karena Isa Al-Masih adalah Pribadi Allah yang benar-benar berkuasa mengampuni dosa kita. Demikian sabda-Nya:
“Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia [Isa Al-Masih] berkuasa mengampuni dosa” (Injil, Rasul Markus 2:10).
~
Yuli
~
Bagaimana dengan Yesus yang berpoligami dan menikah dengan Lidya, Matha, dan Maria Maghdalena?
~
Sdr. Usil,
Beretorika itu mudah, namun membuktikan kebenaran retorika itu perkara yang sama sekali tidak mudah bila tidak ada faktanya.
Nah, silakan Anda tunjukkan dari sumber manakah informasi tersebut Anda dapatkan, dari buku karangan siapa, ditulis tahun berapa, dengan bahasa apa? Barulah Anda akan menyadari bahwa informasi yang Anda dapatkan selama ini sangat tidak sahih.
~
Yuli
~
Mimie menulis:
“… Di sinilah bentuk diskriminasi yang nyata terhadap perempuan, Masih segar fatwa di Aceh yang melarang perempuan duduk mengangkang di sepeda motor serta fatwa-fatwa lain yang memberatkan wanita …”
Jawab:
Apakah salah bila diskriminasi dibuat untuk memuliakan kaum wanita? Hijab dituntut untuk memuliakan kaum wanita dan itu jelas faktanya. Soal bagaimana pelaksanaan di dunia seperti yang Anda contohkan adalah bagaimana seseorang (bukan agamanya) yang menafsirkannya.
Salam untuk kaum wanita yang dimuliakan.
~
Sdr. Candra,
Benarkah diskriminasi terhadap wanita bertujuan memuliakan wanita? Mengenai ketentuan berhijab, ada baiknya Anda buka kembali Qs 33:59 dan jawaban Sdri. Mimie di kolom bawah pun sangat baik Anda pertimbangkan.
Bagaimana pula dengan ketentuan poligami khusus bagi suami? Benarkah poligami memuliakan wanita, atau justru sebaliknya?
Membuka hati terhadap setiap fakta yang tertulis dalam kitab Anda serta menelaahnya dengan kejernihan logika dapat menjadi jalan pembuka bagi tersingkapnya kebenaran. Selamat menelaah.
~
Yuli
~
Ajaran yang menggelikan: Yesus mengajarkan seorang suami untuk mengasihi isterinya, sementara ia sendiri tidak tahu bagaimana cara memperlakukan seorang isteri karena (menurut kalian) dia tidak beristeri. Nasihat yang baik itu adalah teladan, bukan perkataan.
Politik itu alat, bukan tujuan. Bung Karno adalah seorang Muslim yang mengadopsi ajaran Muhammad. Ia menikah dengan wanita dari berbagai suku (minus Ratna Sari Dewi) dengan suatu tujuan yang mulia yaitu menyatukan bangsa Indonesia. Apakah itu salah?
~
Sdr. Netral,
Pertanyaan Anda tentang Yesus yang tidak menikah serupa dengan yang dilontarkan Sdr. Candra. Silakan Anda baca komentar kami di atas (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-04-15 11:21).
Yesus tidak sekedar mengajarkan lewat perkataan, tapi meneladankan dalam tindakan nyata. Ia rela berkorban di kayu salib, mati menggantikan hukuman dosa umat-Nya & bangkit sebagai kemenangan-Nya atas kuasa dosa. Setiap kita yang menerima pengorbanan-Nya diselamatkan & hidup kekal di sorga kelak. Bukankah ini teladan kasih terbesar? Dengan demikian, setiap umat-Nya dapat membangun rumah tangga berdasarkan kasih sepeti yang Yesus teladankan.
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya“ (Injil, Surat Efesus 5:25).
Tentang poligami Bung Karno, sudahkah Anda baca buku biografinya? Perkawinannya dengan banyak wanita tak bersangkutan dengan apa yang Anda kemukakan. Adalah bijak untuk mempelajari sebelum menyimpulkan.
Saat Anda meyakini politik sebagai alat, pantaskah politik digunakan untuk memperalat wanita demi tujuan pribadi seorang pria?
~
Yuli