• Skip to secondary menu
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
Isa Islam Dan Kaum Wanita
  • Awal
  • Maksud Situs Ini
    • Kebijakan Privasi
    • Tentang Kami
    • Kaum Wanita, Isa, Dan Al-Fatihah
    • Renungan Singkat Isa, Islam dan Kaum Wanita
    • Kebijakan dalam Membalas E-Mail
  • Jalan Keselamatan
    • Jalan Ilahi Menuju Ke Sorga
    • Doa Keselamatan
    • 4 Hal Yang Allah Ingin Anda Ketahui
  • Topik
  • Artikel
  • Hubungi Kami
Isa Islam Dan Kaum Wanita > Topik > Gaya Hidup > Nabi Islam > Apakah Nabi Umat Islam Menikah Karena Politik?

Apakah Nabi Umat Islam Menikah Karena Politik?

6 April 2015 oleh Web Administrator 80 Komentar

Beberapa tahun lalu Edhie Baskoro Yudhoyono, putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono (yang kala itu menjabat presiden RI), menikahi Siti Ruby Aliya Rajasa. Santer dikabarkan, pernikahan tersebut merupakan karena ada maksud politik antara dua partai.

Sayang, tidak semua pernikahan didasari cinta. Tapi juga karena alasan keluarga, ekonomi, bahkan menikah karena politik.

Nabi Islam Menikah Karena Politik

Sepeninggal isteri pertamanya, Khadijah, Muhammad mengambil beberapa isteri. Mengapa Muhammad memiliki begitu banyak isteri? Benarkah dia menikahi wanita-wanita tersebut karena sungguh mencintai mereka?

Ahli sejarah Islam, John L. Esposito (Professor Religion & Director of Center for International Studies at the College of the Holy Cross) mengatakan. “Sebagian besar perkawinan Muhammad dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik.” Sumber lain menuliskan, “Nabi Muhammad SAW berkata, “Seorang perempuan dipertimbangkan untuk dinikahi karena empat hal: kekayaannya, pengaruhnya, kecantikannya atau agamanya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam biografi Muhammad, terdapat motive berbeda ketika dia menikahi wanita-wanita tersebut. Mulai untuk mempererat hubungan dengan pendukung fanatiknya. Hingga agar negara-negara yang ingin memeranginya, batal menyerangnya.

Demikian kita dapat menyimpulkan bahwa nabi Islam menikah karena politik yang didasari kepentingan pribadi. Bukan karena cinta kasih!  

ratu-dan-raja-dalam-kartu-remi-jantung-berwarna-merahMenikah Karena Politik, Salah!

Terlalu sering wanita dijadikan sebagai obyek. Termasuk obyek seks bagi pria. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat pornografi dan pelacuran. Wanita dimanipulasi dan diperalat untuk memuaskan nafsu pria.

Sering juga pria merasa satu-satunya tugas wanita adalah melahirkan keturunan dan/atau memelihara keluarga. Memang inilah salah satu tugas seorang isteri. Tetapi untuk memperlakukan isteri dengan pikiran bahwa ini semata-mata alasan hidupnya, jelas salah.

Jadi, memperalat wanita sebagai obyek, keperluan politik seperti yang dilakukan Nabi Islam, jelas tidak dapat dibenarkan.

Bagaimana Semestinya Pria Islam Memperlakukan Isterinya? 

Sepatutnya suami menempatkan isteri sebagai pribadi yang setara dengan dirinya. Wahyu Allah kepada Rasul-Nya di Surat Efesus menjelaskan sikap suami yang baik kepada isterinya. Menurut ayat-ayat suci ini, sang suami perlu melindungi dan mengasihi isterinya. Ia perlu mengasuh dan merawatnya. Dengan kata lain, isteri tidak boleh dimanipulasi. Sebagai obyek seks atau alat politik!

Bahkan, Kitab Allah mewajibkan suami perlu berkorban untuk isterinya.  Teladan untuk tindakan radikal ini ialah Isa Al-Masih sendiri. “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Injil, Surat Efesus 5:25).

Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca

Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:

  1. Bagimana menurut saudara jika seorang pria menikahi wanita dengan tujuan politik?
  2. Bagaimana perasaan wanita yang diperlakukan sebagi obyek dan diperalat oleh seorang laki?
  3. Benarkah seorang wanita bahagia karena dinikahi pria yang mencintainya? Berikan alasan saudara!

Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.

Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”

 

Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Apakah Nabi umat Islam Menikah Karena Politik?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718

Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.

Bagikan Artikel Ini:

Share on Facebook Share on Twitter Share on WhatsApp Share on Email Share on SMS

Ditempatkan di bawah: Gaya Hidup, Nabi Islam

Reader Interactions

Comments

  1. Candra mengatakan

    23 April 2015 pada 6:47 am

    ~
    Staf Isa menulis:
    “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia [Isa Al-Masih] berkuasa mengampuni dosa” (Injil, Rasul Markus 2:10).

    Jawab: jadi jelas ya, Isa Al-Masih anak manusia, bukan anak Tuhan ataupun Tuhan itu sendiri. Ini ungkapan dari Injil yang Anda sebutkan diatas, bukan ungkapan saya.

    Salam anak manusia.

    Balas
    • staff mengatakan

      24 April 2015 pada 5:54 am

      ~
      Sdr. Chandra,

      Ada 2 hal penting dari Injil Markus 2:10 yang Anda abaikan:
      I: arti Anak Manusia itu sendiri
      II: Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa

      Silakan Anda pikirkan ulang: sejak Adam & Hawa hingga sekarang, adakah anak manusia yang berkuasa mengampuni dosa? Bukankah hanya Allah saja yang berkuasa mengampuni dosa? Apakah Isa Al-Masih hendak menghujat Allah dengan berkata demikian? Padahal Al-Quran dengan jelas berkata bahwa Ia suci (Qs 19:19) dan terkemuka di dunia & akhirat (Qs 3:45)! Jadi jelas dalam ayat di atas, Isa Al-Masih menyatakan bahwa Ia Allah yang berkuasa mengampuni dosa.

      Selanjutnya, istilah “Anak Manusia” menunjukkan keberadaan Isa Al-Masih sebagai Kalimatullah yang saat itu sedang menjelma sebagai Manusia. Maka Ia menyebut diri-Nya sendiri dengan sebutan “Anak Manusia”. Pada kesempatan lain, Isa Al-Masih menyebut diri-Nya “Anak Allah” (Injil Yohanes 5:5) untuk menunjukkan keilahian-Nya.

      ~
      Yuli

  2. Netral mengatakan

    23 April 2015 pada 7:09 am

    ~
    Manusia diciptakan Tuhan hidup berpasangan agar tercapai keseimbangan menuju kesempurnaan, sebagaimana seluruh ciptaan Tuhan di alam semesta diciptakan-Nya berpasang-pasangan.

    Bagaimana mungkin Yesus sebagai Tuhan bisa mengatur keseimbangan alam semesta, sementara dia sendiri tercipta tidak seimbang karena dia tidak berpasangan? Bukankah sebagai pria dia seharusnya memiliki isteri? Jadi kalian akui saja bahwa Yesus itu bukan Tuhan.

    Balas
    • staff mengatakan

      24 April 2015 pada 5:57 am

      ~
      Sdr. Netral,

      Anda mengabaikan fakta bahwa manusia & hewan diciptakan berpasangan untuk tujuan yang sangat rasional, yaitu berkembang biak. Perhatikan ayat Taurat berikut:

      “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka [Adam & Hawa]: “Beranakcuculah dan bertambah banyak …” (Taurat, Kitab Kejadian 1:28)

      Nah, pertanyaan sederhana yang perlu Anda jawab: Apakah Tuhan butuh berkembang biak? Ini menjawab pertanyaan Anda, mengapa Yesus tidak menikah? Jawabannya mutlak: Karena Ia Tuhan!

      Kembali pada topik utama artikel, adakah Anda meyakini bahwa pernikahan Muhammad atas dasar politik benar-benar kehendak Allah?

      ~
      Yuli

  3. usil mengatakan

    23 April 2015 pada 7:16 am

    ~
    Untuk Sdr. Netral:

    Orang Kristen pasti akan menjawab bahwa Yesus tercipta tidak berpasangan karena itu adalah otoritas-Nya. Kalau Dia Tuhan yang memiliki otoritas terhadap diri-Nya sendiri, mengapa Dia tidak langsung hadir saja ke dunia tanpa harus terlahir dari rahim Maria?

    Balas
    • staff mengatakan

      24 April 2015 pada 5:59 am

      ~
      Sdr. Usil,

      Jawaban untuk pertanyaan Anda cukup sederhana. Silakan tengok jawaban kami kepada Sdr. Netral di atas (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-04-24 12:57).

      Mengapa Yesus harus lahir dari rahim Maria? Karena penghapusan dosa baru bisa tuntas diselesaikan bila hukuman dosa dijatuhkan kepada manusia. Inilah bentuk keadilan Allah. Nah, karena setiap orang berdosa, tentu tak satupun dari kita selamat dari api neraka, bukan? Untuk itulah Yesus harus datang sebagai Manusia (lewat rahim ibu) agar Ia bisa menyelamatkan kita dengan cara menjadi Pengganti/Penebus bagi hukuman maut yang seharusnya kita tanggung:

      “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Injil, Rasul Besar Matius 20:28)

      ~
      Yuli

  4. Boas mengatakan

    23 April 2015 pada 10:55 am

    ~
    Saudara Usil,

    Demi kebaikan saudara, tidak usah memakai kata-kata yang tidak damai karena masih banyak kata-kata untuk mencurahkan emosi yang sopan dan enak dilihat. Salam damai kasih.

    Balas
    • staff mengatakan

      24 April 2015 pada 6:01 am

      ~
      Sdr. Boas,

      Terimakasih untuk himbauan Anda kepada Sdr. Usil. Kami sangat terbantu dengan apa yang Saudara sampaikan.

      Di sisi lain kami pun telah mengedit tulisan Sdr. Usil agar lebih santun sehingga diskusi bersama dengan seluruh rekan lainnya juga dapat tersaji dengan baik.

      Kiranya himbauan Sdr. Boas dapat diperhatikan oleh semua pihak demi kesantunan bersama.

      ~
      Yuli

  5. Mimie mengatakan

    23 April 2015 pada 4:33 pm

    ~
    Untuk Candra,

    Terimakasih atas tanggapan Saudara.
    Tentang hijab, saya persilakan Saudara melihat Sahih Bukhari 4;148 ; Sahih Bukhari 74:257 (Lihat juga Hadist nomor 148, volume 1, dan Sahih Muslim 026:5397). Di sini saya akan tampilkan saja Sura dari Al-Quran:

    “ Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs 33:59)

    Nah, itulah asal-usul turunnya perintah memakai hijab, yaitu tidak diganggu.

    Isa Al-Masih berkata, jika matamu melihat dan hatimu menginginkan perempuan atau pria lain, itu sudah termasuk zinah. Sebagai umat Allah, semestinya kita dapat berkuasa melawan segala godaan.

    Balas
    • staff mengatakan

      24 April 2015 pada 6:03 am

      ~
      Sdri. Mimie,

      Terimakasih untuk tanggapan Anda kepada Sdr. Candra ( 2015-04-23 13:42).
      Kiranya jawaban Anda ini dapat dipelajari ulang bukan hanya oleh Sdr. Candra, melainkan segenap rekan yang membaca dialog pada wall artikel ini.

      Semoga membawa pencerahan terhadap kita semua.

      ~
      Yuli

  6. usil mengatakan

    24 April 2015 pada 12:59 pm

    ~
    Kalau Yesus Tuhan dan menjadi manusia, seharusnya tidak perlu terlahir dari rahim manusia. Bukankah dia adalah Tuhan yang memiliki otoritas atas dirinya sendiri?

    Jika tujuan manusia hidup berpasangan (menikah) adalah untuk berkembang biak, mengapa Yesus punya kemaluan?

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:43 am

      ~
      Sdr. Usil,

      Komentar-komentar Anda kami ringkas dalam 1 kolom. Agar diskusi kita lebih efektif, kami ajak Saudara berdiskusi dengan pikiran yang jernih & logis. Silakan Anda renungkan 2 pertanyaan berikut:

      Selain Adam & Hawa sebagai manusia pertama, jika pada generasi selanjutnya ada tokoh yang tiba-tiba muncul ke dunia tanpa melalui proses kelahiran, apakah tokoh tersebut pantas disebut manusia sejati? Tentu kita menjulukinya sebagai manusia jadi-jadian, bukan? Yesus adalah manusia sejati karena Ia juga terlahir dari rahim wanita! Sdr. Usil, simaklah penjelasan dari Sdri. Mimie di bawah ini untuk mengetahui alasan mengapa Yesus menjadi manusia sejati.

      Sebagai manusia sejati, bukankah Anda pun juga memiliki alat kelamin? Nah, sebelum Anda menikah, Anda pergunakan untuk apakah alat tersebut? Tentu bukan untuk bersetubuh, bukan? Nah, belajarlah Biologi untuk mengetahui fungsi ekskresi organ tubuh kita.

      ~
      Yuli

  7. Mimie mengatakan

    25 April 2015 pada 2:58 pm

    ~
    Saudara Usil,

    Isa Al-Masih itu suci dan dilahirkan Siti Maryam yang mulia. Dia adalah jalan yang lurus. Semua ini juga dikisahkan dalam Al-Quran.

    Isa Al-Masih datang ke dunia sebagai manusia melalui rahim Siti Maryam karena hakikat-Nya sebagai Pengasih, Pengampuan, dan Penebus. Dia rela berkorban menggantikan kita dan memikul hukuman dosa kita supaya kita tidak binasa. Melalui pengorbanan-Nya dikayu salib, kita memperoleh kembali kemulian yang diberikan Allah semula. Disinilah kasih setia Isa Al-Masih dinyatakan untuk seluruh ciptaannya, Anda dan saya.

    Salam damai.

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:44 am

      ~
      Sdri. Mimie,

      Terimakasih untuk penjelasan Anda kepada Sdr. Usil. Kiranya menjadi pencerahan bagi setiap orang yang mempertanyakan misi kedatangan Isa Al-Masih di dunia.

      ~
      Yuli

  8. komandane bae lah mengatakan

    26 April 2015 pada 11:17 pm

    ~
    Kalian bodoh dan tidak tahu apa-apa tentang agama. Jika kalian beriman, patuhilah ajaran / agama kalian masing-masing. kalian hanya tahu sebagian saja. Kebenaran hanya Tuhanlah yang tahu. Jalani hidup sebaik mungkin. Jika ajaranmu mengatakan salah, janganlah kamu langgar. Buang rasa iri, dengki, dan sebagainya.

    Apa kalian orang hebat, orang pintar, mengetahui agama? Saya ingin lihat. Jangan berdebat masalah ini. Agamaku, agamaku, agamamu, agamamu. Jangan mau diracuni oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Bodohlah kalian semua. Berbenah diri, berbuat baiklah pada sesama teman, rajin beribadah menurut agama kalian masing-masing. Yang jelas, jauhi larangan-Nya dan patuhi perintah-Nya. Allah aha mengasihi dan menyayangi.

    Sukses buat kalian smua. Amin…..

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:46 am

      ~
      Sdr. Komandane Baelah,

      Terimakasih untuk anjuran Anda. Mengomentari kutipan pernyataan Anda: “… Kebenaran hanya Tuhanlah yang tahu…”

      dengan cara apakah Anda menjalani kehidupan selama ini? Apakah Anda sendiri tidak yakin jalan yang Anda tempuh benar atau salah? Apakah Allah yang Saudara imani tidak memberitahukan kebenaran-Nya kepada Anda? Mungkinkah Allah yang Mahapengasih dan Penyayang membiarkan umat-Nya terus berada dalam ketidaktahuan?

      Saudara, Allah tidaklah demikian. Ia sangat menyayangi kita sehingga jalan kebenaran-Nya ditunjukkan kepada umat-Nya. Perhatikanlah ayat berikut:

      “Segala tulisan yang diilhamkan Allah [Firman Allah] memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (Injil, Surat 2 Timotius 3:16).

      Nah, kebenaran firman Allah inilah yang berguna bagi kita untuk memeriksa setiap ajaran, apakah murni dari Allah, ataukah dari nafsu manusia berdosa. Melalui forum ini, kita dapat mendiskusikannya agar tidak tersesat.

      ~
      Yuli

  9. Mimie mengatakan

    27 April 2015 pada 3:33 am

    ~
    Untuk Komandane Baelah,

    Terimakasih atas komentar saudara.

    Situs ini dibangun justru supaya dari kita masing-masing saling menghormati dan mawas diri. Saya rasa situs ini sangat bermanfaat bagi non-Muslim maupun Muslim untuk dapat saling mengenal dan membuka hati nurani kita masing-masing.

    Lakum Diinukum wa Liya Diin yang artinya agamaku agamaku, agamamu agamamu, boleh diterapkan sepenuhnya sehingga kita masing-masing dapat beribadah secara leluasa.

    Salam damai.

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:48 am

      ~
      Sdri. Mimie,

      Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan kepada Sdr. Komandane Baelah. Kiranya hal ini dapat meluruskan pemahaman yang keliru terhadap tujuan mulia dari situs ini.

      ~
      Yuli

  10. Candra mengatakan

    30 April 2015 pada 5:46 pm

    ~
    Staf Isa menulis:
    “… Selanjutnya, istilah “Anak Manusia” menunjukkan keberadaan Isa Al-Masih sebagai Kalimatullah yang saat itu sedang menjelma sebagai Manusia. Maka Ia menyebut diri-Nya sendiri dengan sebutan “Anak Manusia”. Pada kesempatan lain, Isa Al-Masih menyebut diri-Nya “Anak Allah” (Injil Yohanes 5:5) untuk menunjukkan keilahian-Nya…”

    Respon: Ternyata Injil tidak konsisten

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:50 am

      Sdr. Candra,

      Silakan Anda pertimbangkan ulang pernyataan Anda di atas melalui ilustrasi berikut:

      Abdul adalah anak kandung dari Pak Salim dan Bu Nurul. Tetangga Abdul bernama Saleh menyebut Abdul dengan sebutan “Anak Pak Salim”. Di kesempatan lain, Saleh menyebut Abdul dengan sebutan “Anak Bu Nurul”. Nah, apakah Saleh dikatakan tidak konsisten dengan perkataannya?

      Demikian pula dengan sebutan Isa Al-Masih sebagai “Anak Manusia” dan “Anak Allah”. Kedua sebutan ini disandang-Nya karena Ia adalah sepenuhnya Allah dan juga sepenuhnya manusia.

      Ohya, bagaimana dengan Injil Markus 2:10 sesuai pembahasan semula, bahwa Isa Al-Masih berkuasa mengampuni dosa? Tentu kini Anda paham bukan, bahwa Isa adalah sungguh-sungguh Allah?

      ~
      Yuli

  11. Candra mengatakan

    30 April 2015 pada 5:55 pm

    ~
    Mimie menulis :
    “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs 33:59)

    Jawab:
    Nah, Anda tahu itu. Jadi dimana salahnya? Untuk wanita, bukan? Mengapa staff Isa mengumpamakan Rasulullah yang mengunakan Hijab? Sementara Tuhan tidak menikah benar, tetapi Tuhan juga tidak punya anak. Menyamakan mahluk dengan Tuhan adalah perbuatan yg terlaknat!

    Balas
    • staff mengatakan

      11 Mei 2015 pada 4:53 am

      ~
      Sdr. Candra,

      Kami sangat menghargai setiap komentar. Namun agar tidak membuang waktu secara tidak efektif, kami himbau agar kita semua termasuk Anda menggunakan argumentasi yang logis sehingga tidak lari dari pokok bahasan.

      Apa yang dinyatakan Sdri. Mimie dari ayat Qs 33:59 adalah tujuan hijab agar wanita tidak diganggu oleh kaum pria pada waktu itu, bukannya untuk memuliakan kaum wanita seperti anggapan Anda. Sdri. Mimie menekankan bahwa perintah hijab sebagai salah satu bentuk diskriminasi terhadap wanita semata ditujukan untuk kepentingan pria, yakni menghalangi mereka berbuat zinah. Padahal, pusat dari dosa zinah itu sendiri ada di dalam hati. Seharusnyalah hati yang dikendalikan dari dosa, bukannya melemparkan tanggung jawab kepada pihak wanita melalui perintah hijab.

      ~
      Yuli

  12. oon mengatakan

    11 Mei 2015 pada 2:42 pm

    ~
    Kalian semua seperti orang yang tahu segalanya. Hanya baca dari buku saja sudah sok tahu. Kalian mati dulu biar tahu… Memang, staff ini tidak mau kalah, pasti dibantah terus. Sudah dari dulu Islam selalu diasingkan.

    Balas
    • staff mengatakan

      12 Mei 2015 pada 5:46 am

      ~
      Sdr. Oon,

      Terimakasih untuk komentar Saudara.

      Dari apa yang Anda sampaikan, nampaknya pengetahuan Anda jauh lebih luas daripada kami serta rekan-rekan yang sedang berdiskusi di forum ini. Adalah sangat baik bila Anda pun bersedia berbagi pengetahuan yang Anda miliki tentang topik yang sedang kita bahas, yakni motif politik di balik pernikahan nabi Anda. Sama seperti kami, kiranya Anda dapat mengargumentasikannya berdasarkan sumber sejarah yang faktual.

      Kami tunggu komentar Anda selanjutnya.

      ~
      Yuli

  13. Adinegara Siahaan mengatakan

    28 Mei 2015 pada 11:16 am

    ~
    La Ilaha Ilallah – Muhammad Rasulullah. Tiada Tuhan selain Allah – Muhammad Rasul Allah.

    “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui” (QS Al-Baqarah 2 : 146)

    Saya mantan Kristen dan saya bangga menjadi pengikut Muhammad SAW.

    Allahu akbaarrr..!!!

    Balas
    • staff mengatakan

      29 Mei 2015 pada 3:02 am

      ~
      Sdr. Adinegara,

      Sehubungan dengan pernyataan Anda di atas, dapatkah Anda rincikan kebanggaan Anda terhadap keteladanan Muhammad sebagai pemimpin hidup Anda yang baru? Kiranya kebanggaan Anda didasarkan atas teladan Muhammad yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang sahih.

      Bagaimana pula dengan sepak terjang Muhammad mengenai motif perkawinannya dengan banyak wanita sebagaimana dibahas dalam artikel di atas? Bukankah sekitar 2150 tahun sebelum Al-Quran terbit, Allah di dalam Taurat menghendaki kesetiaan perkawinan monogami yang didasarkan atas kasih (Taurat, Kitab Kejadian 2:24)? Nah, ketika Muhammad berpoligami dengan berbagai motif selain kasih dan kesetiaan, bagaimana menurut Anda? Haruskah pemimpin yang melanggar perintah Allah tetap diteladani dan dibanggakan? Lalu, hendak di bawa ke manakah nasib seluruh pengikutnya?

      ~
      Yuli

  14. Krishna mengatakan

    4 Juni 2015 pada 4:08 am

    ~
    Ini cara kaum Nasrani mempengaruhi orang Muslim terutama orang Muslim yang baru belajar dan masih muda dalam ilmunya.

    Berhentilah menggangu. Agamamu ya agamamu, agamaku ya agamaku. Jangan menjelekkan agama lain kalau agamamu tidak mau dijelekkan. Ok, semoga sadar ya…

    Balas
    • staff mengatakan

      5 Juni 2015 pada 2:53 am

      ~
      Sdr. Krishna,

      Tentu Anda setuju bahwa seorang pencari kebenaran sejati akan mencari dengan sungguh-sungguh, bukan? Sebaliknya, saat seseorang hanya berasumsi bahwa apa yang diyakininya benar tanpa mencarinya dengan kesungguhan, selamanyalah ia tidak pernah bertemu dengan kebenaran. Kedua hal ini tidak berkaitan dengan seberapa lama seseorang menjadi Muslim, melainkan seberapa seriusnya seseorang mencari kebenaran sejati.

      Kiranya hal ini semakin mendorong Anda lebih giat belajar Al-Quran dengan disertai kesungguhan untuk memohon ridho Allah agar pintu kebenaran-Nya terbuka bagi Anda.

      Artikel berikut sangat baik sebagai bahan referensi: http://tinyurl.com/k8a5sz9.

      ~
      Yuli

  15. taufik ismail mengatakan

    6 Juni 2015 pada 8:50 pm

    ~
    Assalamualaikum, Saudaraku Yuli.

    Sebelum berkomentar, saya ingin bertanya terlebih dahulu kepada saudara. Apa alasan saudara menyatakan bahwa nabi Muhammad melakukan sesuatu hal seperti yang saudara lontarkan dan apakah saudara pernah hidup pada jaman kenabian dan kerasulan Muhammad.Saw, sehingga saudara mempublikasikan sesuatu yang salah tentang nabi Muhammad SAW? Apakah saudara memiliki bukti untuk membenarkan tuduhan saudara kepada nabi Muhammad SAW? Mohon penjelasannya.

    Balas
    • staff mengatakan

      9 Juni 2015 pada 3:26 am

      ~
      Sdr. Taufik Ismail,

      Terimakasih untuk pertanyaan Saudara.

      Artikel di atas memuat hasil riset seorang ahli sejarah Islam, John L. Esposito (Professor Religion & Director of Center for International Studies at the College of the Holy Cross). Beliau mengatakan, “Sebagian besar perkawinan Muhammad dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik”. Kesimpulan ini diambil dari riset yang panjang atas catatan sejarah serta biografi Muhammad.

      Saudaraku, ribuan tahun sebelum Al-Quran ditulis, Allah telah berfirman di dalam Taurat mengenai kesetiaan perkawinan monogami atas dasar kasih (Kitab Kejadian 2:24). Perkawinan nabi Anda jelas melanggar ketetapan Allah karena:

      – poligami melanggar kesetiaan & kekudusan monogami

      – poligami mengabaikan kasih sebagai dasar perkawinan. Firman Allah menegur: ““Hai suami, kasihilah isterimu …” (Injil, Surat Efesus 5:25). Dengan berpoligami, hati istri pertama terluka sehingga kasih dilanggar.

      – motif kasih (unsur ketulusan) sebagaimana Allah kehendaki dalam perkawinan diganti dengan motif politik (ada unsur manipulasi).

      Mari pertimbangkan ulang: jika Allah mengizinkan nabi-Nya melanggar ketetapan Allah, mungkinkah Allah tidak Maha Benar karena keputusan-Nya tidak konsisten?

      ~
      Yuli

  16. Fuma mengatakan

    8 Juni 2015 pada 7:25 am

    Situs ini memang gila. Memang Yahudi tak bermoral

    Balas
    • staff mengatakan

      9 Juni 2015 pada 3:43 am

      ~
      Sdr. Fuma,

      Apakah arti “bermoral”, menurut Anda? Bukankah kata tersebut erat kaitannya dengan pertimbangan baik buruk atau berakhlak baik?

      Nah, silakan Anda tunjukkan, bagian manakah pada artikel di atas yang mengindikasikan tulisan tak bermoral? Bagian mana pula yang mengindikasikan sang penulis berkebangsaan Yahudi?

      Saudaraku, apa yang kami tuliskan berdasarkan fakta sejarah dan biografi nabi Anda. Sebaliknya, melemparkan tuduhan dengan prasangka buruk tanpa dasar dan bukti lebih dekat maknanya dengan “tak bermoral”, bukan?

      Mari, pahami esensi artikel di atas. Sudahkah kita mengikuti teladan pemimpin yang bermoral?

      ~
      Yuli

  17. Ata mengatakan

    15 Juli 2015 pada 11:30 pm

    ~
    Menikah demi tujuan politik saya rasa lebih utama dibandingkan sekedar demi perasaan cinta semata.

    Pernah dengar kisah Troya? Gara-gara pernikahan bermotif nafsu cinta semata dari sang penguasa negara, puluhan ribu nyawa prajurit dan rakyat jelata dari dua negara dikorbankan dalam medan perang!

    Sebaliknya, pernikahan secara politik bisa menimbulkan perdamaian bagi rakyat dua negara.
    Anda pilih mana ?

    Rasanya pengurus situs ini kebanyakan cuma wanita-wanita pengagung cinta tapi tidak bisa berpikir rasional demi kemashalatan umat manusia.

    Belajarlah lebih dalam soal rumah tangga nabi mulia kami dan gunakan akal jernih kalian untuk memahami hikmah.

    Balas
    • staff mengatakan

      22 Juli 2015 pada 4:52 am

      ~
      Sdr. Ata,

      Jika kita mengaku bertakwa kepada Allah, maka tak satupun firman Allah yang kita abaikan, bukan? Mari simak ayat firman Allah berikut:

      “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (Injil, Surat Rasul 1 Yohanes 4:8).

      Tragedi Troya yang Anda ceritakan bukanlah pernikahan atas dasar kasih yang Allah ajarkan karena: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran” (Injil, Surat 1 Korintus 13:4-6).

      Sebaliknya, pernikahan nabi Anda yang didasarkan dalil menolong janda dan mendamaikan suku-suku di bawah kekuasaannya adalah bentuk “mencari keuntungan diri sendiri”. Hal yang sangat mencolok dari pernikahan poligaminya, ia jelas melanggar firman Allah yang menghendaki kesetiaan perkawinan monogami (Taurat, Kejadian 2:24).

      Nah, mana yang Anda pilih, menaati firman Allah, atau mengikuti teladan nabi yang melanggar firman Allah?
      ~
      Yuli

  18. ata mengatakan

    2 Agustus 2015 pada 8:56 am

    ~
    Untuk Yuli,

    Bukankah Anda harus berpikir sebaliknya, mengingkari perasaan Anda sendiri soal cinta dan kesetian kepada seorang istri demi menyelamatkan masyarakat banyak adalah bentuk kasih yang agung?

    Anda bayangkan, dengan mempersatukan banyak suku menjadi saudara dalam agama lewat pernikahan, dapat menghindarkan pertumpahan darah, korban jiwa dan harta, serta menghindarkan tangis, kesedihan, penderitaan dari pria, wanita, anak-anak, orang tua, dari ribuan anggota suku-suku yang ada?

    Bagaimana anda bisa menyebut itu bukan hal mulia dan melawan fiman Allah?

    Apakah Anda merasa telah sempurna melakukan firman Allah dengan setia pada satu wanita, membiarkan pertumpahan darah terjadi, padahal anda bisa mencegahnya?

    Saya beri satu analogi untuk anda:
    Anda membawa mobil hendak menolong orang sakit dalam kondisi gawat untuk dibawa ke RS secepatnya. Jalan ke rumah sakit bisa ditempuh dengan dua cara:

    1) Jalan biasa harus berputar dengan jarak 2km.
    2) Jalan terlarang, tapi hanya berjarak 500m dari RS.

    Apakah Anda memilih tetap taat aturan namun nyawa si sakit taruhannya? Pilihan mana yang mencerminkan ajaran kasih Kristen?

    Kalau di Islam normanya jelas: “mencegah kerusakan itu lebih diutamakan daripada berbuat kebaikan”.

    Balas
    • staff mengatakan

      7 Agustus 2015 pada 5:26 am

      ~
      Sdr. Ata,

      Silakan simak ulang komentar kami sebelumnya (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-07-22 11:52). Benarkah dasar perkawinan nabi Anda adalah untuk menyelamatkan masyarakat banyak? Ataukah untuk memperkokoh pengaruh kekuasaannya?

      Jika Anda beranggapan perintah Allah dapat dilanggar demi tujuan yang lebih baik, maka nyata bahwa hikmat manusia lebih unggul daripada hikmat Allah yang membuat peraturan tsb, bukan? Jika demikian, maka Allah Anda tidak layak disebut Maha Kuasa, Maha Sempurna, Maha Bijaksana.

      Mari, pikirkan ulang dengan hati yang jernih.
      ~
      Yuli

  19. Rusdi kamal mengatakan

    29 Januari 2016 pada 11:54 am

    *
    Saya menjawab pertanyaan no.1, tetapi tentunya berhubungan dengan pertanyaan no.2 dan 3.

    Pernikahan adalah sub dari pelaksanaan manusia di dalam mencapai tujuan hidupnya dan berpulang pada individunya. Pernikahan adalah salah satu cara atau solusi dalam mencapai tujuan tersebut. Kesimpulanya, tujuan sama, hanya caranya saja yang berbeda. Semua tergantung kapasitas individu dengan didukung situasi dan kondisi. Maaf jika ada yang kurang berkenan. Terimakasih.

    Balas
    • staff mengatakan

      1 Februari 2016 pada 2:37 am

      *
      Sdr. Rusdi Kamal,

      Terimakasih untuk kesediaan Anda menjawab pertanyaan fokus artikel.

      Jika menurut Anda pernikahan adalah pelaksanaan pencapaian tujuan hidup dari masing-masing individu, bagaimanakah Anda simpulkan bila “tujuannya sama, hanya caranya saja yang berbeda”? Bukankah setiap individu justru memiliki tujuan hidup yang berbeda-beda? Contoh konkrit adalah Muhammad. Motif pernikahannya banyak diwarnai tujuan politis sebagai tujuan hidupnya: mengokohkan Islam di manapun, dimana ia adalah pelopor, pemimpin, dan pemegang kekuasaannya. Di sisi lain, ada lagi orang lain yang menikah karena ingin kaya. Sebab tujuan hidupnya adalah kekayaan. Masalahnya apakah tujuan hidup seperti ini sesuai kehendak Allah, Sang Perancang ide pernikahan itu sendiri?

      Allah telah berfirman bahwa pernikahan suami-istri dirancang untuk memuliakan Allah, yakni dengan menjadi rekan sekerja Allah dalam mengelola alam ciptaan (Taurat, Kitab Kejadian 1:28). Dan dalam Injil, kesetiaan ikatan pernikahan dengan tujuan mulia itu harus dilandasi dengan kasih tulus antar suami-istri (Injil, Surat Efesus 5:25), sebagaimana Allah bersifat kasih. Maka, segala motif pernikahan yang tidak didasarkan tujuan memuliakan Allah dengan kasih tulus kepada pasangan, sejatinya telah mengingkari ketetapan Allah terhadap pernikahan.
      ~
      Yuli

  20. Abraham Manaha mengatakan

    25 September 2017 pada 3:31 am

    ~
    Sebenarnya apa yang ditulis oleh Admin IDI sudah benar, hanya saudara-saudara yang lain tidak rela dikoreksi. Mereka hanya mau mengoreksi orang lain, tetapi ketika mereka dikoreksi, hanya fitnahan dan cacian yang keluar dari mulut mereka. Hal ini membuktikan bahwa mereka bersalah. Biasanya orang yang bersalah selau bereaksi dengan emosi dan anarkis. Harap anggota diskusi di sini memahami maksud dan tujuan Admin IDI.

    Balas
    • staff mengatakan

      25 September 2017 pada 10:20 am

      ~
      Sdr. Abraham Manaha,

      Terimakasih untuk opini dan saran yang Anda sampaikan di forum diskusi ini. Seperti yang Anda anjurkan, kiranya kita semua dapat belajar mengemukakan pendapat dengan cara yang santun dan didasarkan atas kejernihan logika dan hati yang terbuka pada kebenaran yang sejati dari Allah.
      ~
      Yuli

Baca komentar lainnya:

« 1 2

PEDOMAN WAJIB MEMASUKAN KOMENTAR

Bagi Pembaca yang ingin memberi komentar, kiranya dapat memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Komentar harus menggunakan bahasa yang jelas, tidak melanggar norma-norma, tidak kasar, tidak mengejek dan bersifat menyerang.
2. Hanya diperbolehkan menjawab salah satu pertanyaan fokus yang terdapat di bagian akhir artikel. Komentar yang tidak berhubungan dengan salah satu pertanyaan fokus, pasti akan dihapus. Harap maklum!
3. Sebelum menuliskan jawaban, copy-lah pertanyaan yang ingin dijawab terlebih dahulu.
4. Tidak diperbolehkan menggunakan huruf besar untuk menekankan sesuatu.
5. Tidak diijinkan mencantumkan hyperlink dari situs lain.
6. Satu orang komentator hanya berhak menuliskan komentar pada satu kolom. Tidak lebih!

Komentar-komentar yang melanggar aturan di atas, kami berhak menghapusnya. Untuk pertanyaan/masukan yang majemuk, silakan mengirim email ke: .

Kiranya petunjuk-petunjuk di atas dapat kita perhatikan.

Wassalam,
Staf, Isa dan Islam

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 huruf tersedia

Sidebar Utama

Artikel Terbaru

  • 7 Alasan Utama Pria Muslim Berpoligami dan Dampaknya
  • Sejarah Hukum Memakai Hijab, Apakah Sebuah Keharusan?
  • Pergumulan Muslimah Perihal Gambaran Surga Sebenarnya
  • Ciri Wanita yang Allah “Memilih” dan “Memuliakan”
  • Dulu Hati Muslimah Terluka, Sekarang Penuh Cinta

Artikel Terpopuler Bulan Ini

  • Cinta Allah Bagi Seorang Perempuan Muslim
  • Pergumulan Muslimah Perihal Gambaran Surga Sebenarnya
  • Khadijah Tidak Lagi Takut Kematian Setelah Mengikut Isa
  • Sejarah Hukum Memakai Hijab, Apakah Sebuah Keharusan?
  • Siti Maryam dan Siti Aminah: Dua Wanita Mulia

Artikel Yang Terhubung

  • Rahasia Di Balik Kehidupan Sang Nabi Umat Islam
  • Apakah Wanita Berhijab Adalah Wanita Solehah?
  • Apakah Dengan Wajib Berjilbab Menjamin Masuk Surga?
  • Sejarah Hukum Memakai Hijab, Apakah Sebuah Keharusan?
  • Apakah Cadar Dan Hijab Menjamin Ibadah Kita Diterima Allah?

Renungan Berkala Isa dan Al-Fatihah

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Al-Fatihah

Renungan Berkala Isa dan Kaum Wanita

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat Isa Dan Kaum Wanita setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Kaum Wanita

Footer

Hubungi Kami

Apabila Anda memiliki pertanyaan / komentar, silakan menghubungi kami dengan menekan tombol di bawah ini.

Hubungi Kami

Social Media


Facebook

Twitter

Instagram

YouTube
App Isadanislam
Hak Cipta © 2009 - 2021 Dialog Agama Isa Islam Dan Kaum Wanita. | Kebijakan Privasi |
Kebijakan Dalam Membalas Email
| Hubungi Kami