Wanita Muslim mempunyai lima macam pakaian tradisional. Diantaranya adalah hijab atau sering juga disebut jilbab. Sebenarnya kerudung ini adalah pakaian khas wanita Arab. Namun tidak sedikit orang memakainya sebagai status identitas dan terlihat lebih agamawi. Haruskah wanita Muslim berhijab? Apa sebenarnya tujuan berhijab menurut Al-Quran?
Tujuan Berhijab
Dalam Islam, hijab bertujuan untuk menutup aurat. Kata “aurat” berasal dari bahasa Arab yaitu “awrat”. Yaitu bagian dari tubuh manusia, kecuali telapak tangan dan muka, yang haram untuk dilihat ataupun dipegang.
Di Indonesia tidak sedikit wanita Muslim berhijab tidak dengan semestinya. Mereka berhijab, tapi menggunakan baju pendek bahkan celana panjang ketat seperti menunjukkan lekuk tubuhnya.
Berhijab Agar Mudah Dikenali
Menurut Al-Quran, tujuan wanita Muslim berhijab, agar mereka mudah dikenali. Bukan semata-mata agar dipandang lebih rohani.
Inilah kata Al-Quran tentang hal itu: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. . . . “(Qs 33:59).
Burka “Penjara Kanvas” Wanita
Jenis pakaian wanita Muslim lainnya adalah “burka.” Mulai digunakan awal abad ke-20 zaman Habibulla (1901-1919) di Afganistan. Bentuknya menutup seluruh badan termasuk tangan. Di bagian depan mata diberi kasa kanvas agar si pemakai dapat melihat tanpa dilihat. Dulu Afganistan salah satu negara Muslim yang mewajibkan wanitanya menggunakan burka.
Menggunakan burka mempersulit ruang gerak wanita, bahkan melelahkan, mengingat burka sangat berat (7 kg). Seorang wanita Afghanistan mengatakan burka bukanlah sebuah pakaian. Tetapi penjara kanvas.
Haruskah Saya Berhijab?
Ajaran dan fatwa Islam tidak jarang menjadi beban bagi penganutnya. Contoh berhijab. Di daerah-daerah tertentu di Indonesia, ada yang disebut “daerah wajib berhijab.” Artinya, bila Anda memasuki daerah ini, Anda wajib berhijab sekalipun Anda bukan Muslim.
Menutup bagian tubuh tertentu memang baik, selama memberi manfaat bagi si pemakai. Tapi, bila “pakaian” itu menjadi sebuah beban, masihkah dapat dikatakan baik?
Agar terlihat solehah, lebih cantik, atau terlihat sebagai wanita yang taat beragama. Tidak jarang motivasi-motivasi ini menjadi pemicu wanita Muslim berhijab. Mereka menutup aurat bukan karena alasan rohani, melainkan kepentingan sendiri.
Menghijabkan Hati Lebih Penting!
Bila memang Anda tidak siap untuk berhijab, mengapa Anda memaksakan diri?
Terlepas dari penilaian orang bahwa pakaian dapat menjadi satu identitas, pakaian tidak lebih dari sebuah kain yang menutup tubuh kita. Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, mereka baru menyadari bahwa mereka dalam keadaan telanjang. Lalu mereka mengambil dedaunan untuk menutupi tubuh mereka, agar terhindar dari rasa malu (Taurat, Kitab Kejadian 3:7).
Dengan tindakan tersebut, apakah Adam dan Hawa sudah terbebas dari permasalahannya? Jelas tidak! Masalah utama Adam bukan terletak pada “ketelanjangan”nya. Tetapi pada “pelanggaran”nya!
Pernahkah Anda “merasa malu” karena menyembunyikan dosa di hadapan Allah? Inilah “rasa malu” yang harus dibersihkan. “Rasa malu” ini tidak dapat ditutupi dengan berhijab!
Jalan Menutup “Rasa Malu” Dihadapan Allah
Orang Muslim segera lari ke amal bila berdosa dan mengalami “rasa malu” di hadapan Allah. Sayangnya, hijab dan amal tidak dapat menutup “rasa malu” dan dosa di hadapan Allah. Lalu, adakah jalan lain yang dapat menutup “rasa malu” di hadapan Allah?
Kitab Allah memberi gambaran mengenai orang-orang di surga yang sudah “mencuci jubah mereka dan membuatnya putih dalam darah Anak Domba” (Injil, Kitab Wahyu 7:14). Untuk menjadi suci agar berkenan kepada Allah, Anda tidak perlu berhijab. Membersihkan hati dari dosa adalah hal terpenting!
Ayat suci Injil memberitahu kita, “. . . darah Yesus . . . menyucikan kita dari pada segala dosa . . . Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” (Injil, I Yohanes 1:7, 9).
Hijab Tidak Dapat Menutup Dosa
Pertanyaan yang perlu kita renungkan “Bermanfaatkah menutup tubuh dengan hijab namun hati kotor dan hitam karena dosa?”
Terimalah Isa Al-Masih sebagai Juruselamat Anda. Dia dapat menghapus dosa-dosa dari hati Anda! ” . . . . Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:29).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, manakah lebih bahaya, berhijab atau menutup dosa yang ada dalam hati? Sebutkan alasan saudara!
- Bagaimana pandangan saudara perihal wanita Muslim yang tidak berhijab sebagaimana mestinya?
- Menurut saudara, manakah yang terpenting dilakukan: Membersihkan dosa yang tersembunyi atau menutup tubuh dengan hijab? Sebutkan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas.
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara WA/SMS ke: 0812-8100-0718 klik link ini.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Menutup tubuh dengan hijab dan membersihkan diri dari dosa/menghindari diri dari dosa adalah kewajiban bagi umat Islam. Jadi keduanya tidak bisa dijadikan perbandingan atau pilihan. Ketika Anda diberi pertanyaan, “Anda pilih ibu atau istri?” Apa yang akan anda pilih?
~
Sdr. Arun Ibnu Jarnuji,
Merujuk pada Qs 33:59 yang menjadi dasar perintah berhijab, bukankah tujuannya agar “… lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu …”? Tentu kita dapat memakluminya karena pada saat ayat tsb muncul, situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu “tidak seberadab” masyarakat modern yang bermoral, beretika, dan menghormati hukum, bukan? Mari cermati keadaan saat ini, apakah orang yang tidak berhijab “diganggu” atau dicelakai para “pria bernafsu”? Tidak juga, bukan? Bahkan, “pria bernafsu” pun bisa berzinah baik dalam pikiran maupun tindakan mereka terhadap wanita berhijab. Maka jelas bila bukan hijabnya, melainkan kekotoran hati manusia yang tidak mengendalikan nafsunya telah menjadi akar penyebabnya. Kekotoran hati oleh dosa inilah yang sangat perlu mendapatkan solusi tepat.
Maka, semakin nyata bila perintah untuk membersihan/menghindari diri dari dosa bukanlah solusi efektif. Sebab kenyataannya, manusia tidak berdaya terhadap kuasa dosa yang mencengkeram hatinya. Diperlukan pihak lain untuk menolongnya keluar dari keterikatan kuasa dosa. Ibaratnya, seseorang yang terjebak dalam pasir hisap, ia memerlukan pertolongan orang lain untuk menariknya keluar dari sana.
Hijab ataupun amal ibadah sama sekali tidak bisa menolong kita membersihkan dosa. Sebab keduanya hanyalah usaha diri sendiri yang telah najis oleh dosa. Sebab ibaratnya, mustahil bukan, membersihkan baju kotor dengan tangan kita yang belepotan lumpur?
Itu sebabnya Allah sendiri hadir untuk menolong kita membersihkan dosa. Sebab hanya Allah-lah yang suci dari dosa sehingga Ia bisa menolong kita, membersihkan dosa-dosa kita. Artikel berikut menjelaskan secara logis bagaimana Allah menanggung hukuman dosa kita: http://tinyurl.com/j5g486t.
~
Yuli
~
Ketika aku berjalan di Kuala Lumpur, banyak kulihat gadis Muslim tidak mengenakan hijab. Namun tidak seorang pun dari mereka tidak tahu bahwa berhijab itu wajib. Beda dengan orang Kristen. Mereka tidak tahu bila berhijab itu wajib. Mengapa? Karena para pendeta mereka gagal menyerukan kepada pengikutnya, lalu menyembunyikan kebenaran ini. Sedangkan ulama Muslim tidak pernah menyembunyikan hal ini. Terus menerus memberi nasihat. Mau ikut atau tidak, terserah.
Mengapa? Mungkin karena Muslim tahu dosa sendiri harus ditanggung sendiri. Beda dengan orang Kristen yang berani melakukan dosa tapi takut menanggungnya. Apakah neraka tidak layak bagi mereka?
Menyembunyikan kebenaran adalah dari golongan yang penakut. Apakah mbak Yuli berhijab? Kapan mbak menjadi korban menyucikan dosa?
~
Sdr. Kumar Ranggis,
Apa yang membuat Anda berkesimpulan bila para pendeta Kristen gagal menyerukan kepada umat agar para wanitanya berhijab?
Mari kaji lebih dalam ulasan yang tertuang dalam artikel. Berdasarkan Qs 33:59 sebagai ayat rujukan kewajiban berhijab bagi Muslimah, apakah tujuan berhijab berkaitan dengan kesalehan hidup? Bukankah tujuannya: “… supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu … “? Maka, jika kita menghakimi orang yang tidak berhijab sebagai orang yang tidak saleh, apalagi jika menyebut mereka “calon penghuni neraka”, tidakkah penilaian kita melampaui maksud ayat tsb?
~
Yuli
~
Surat 1 Korintus 11:5 “tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya”.
Bagaimana pula dengan ini? Berapa banyak pendeta sudah menjalankan hukum ini? Apakah mbak berjilbab? Bukanlah pendeta menyembunyikannya dari kalian? Pertanyaan saya mudah, tapi sulit bukan untuk dijawab?
~
Sdr. Kumar Ranggis,
Tentang ayat Alkitab yang Anda ambil, silakan cermati Surat 1 Korintus 11 mulai ayat 2 hingga 16 supaya Anda tidak kehilangan konteks bacaan. Juga, perhatikan ayat 14 dan 15 yang berbunyi: “Bukankah alam sendiri menyatakan kepadamu, bahwa adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang, tetapi bahwa adalah kehormatan bagi perempuan, jika ia berambut panjang? Sebab rambut diberikan kepada perempuan untuk menjadi penudung”.
Rasul Paulus si penulis Surat 1 Korintus tsb tidak menulis “Bukankah Allah…”, melainkan “Bukankah alam…”. Ini menunjukkan apa yang ia tuliskan tidak lepas dari konteks budaya sosial masyarakat pada waktu itu. Maka jelas bertudung bukan perintah mutlak dari Allah yang wajib sepanjang zaman. Apa buktinya? Sebab dengan menilik ayat tsb, dituliskan pula: “… adalah kehinaan bagi laki-laki, jika ia berambut panjang …”. Padahal pada saat Isa Al-Masih melakukan pelayanan-Nya di dunia, catatan sejarah menunjukkan bila Isa berambut panjang. Maka mustahil bukan, bila rasul Paulus dengan ayat tsb menganggap Isa, Tuhan yang diimaninya, hina dengan rambut panjang-Nya? Dengan demikian, sangat tidak tepat bila kita mengasumsikan ayat 5 sebagai perintah mutlak dari Allah.
Sdr. Kumar, dengan tetap berfokus pada bahasan artikel, kami masih menunggu jawaban Anda atas pertanyaan kami tentang tujuan berhijab sesuai dengan landasan hukumnya dalam Qs 33:59. Berdasarkan ayat tsb, apakah berhijab menandakan tingkat kesalehan seseorang di hadapan Allah?
~
Yuli
~
Untuk tujuan apa saya harus menjawab artikelmu?
Bukankah kamu tidak akan puas hati dengan jawaban saya?
Membuka aib orang tapi lupa pada aib sendiri. Inilah yang dinamakan agama paling pengecut hatinya. Melakukan dosa tapi menyandarkan pada orang lain. Neraka jauh sekali karena hanya mengangankan surga.
Ternyata Alkitab tidak suci. Apa bisa dalam satu perkara ada dua hukum Yesus? Lalu suster-suster pun memakai jilbab masuk gereja. Memohon ampun, konon menghadap Tuhan katanya. Justru keluar saja dari gereja? Apa Tuhanmu hanya duduk dalam gereja? Atau Tuhanmu bisa dibohongi?
~
Sdr. Kumar Ranggis,
Menanggapi pernyataan Anda: “Membuka aib orang tapi lupa pada aib sendiri”, apakah Anda menganggap “kewajiban berhijab” dalam keyakinan Anda adalah aib? Tentu tidak, bukan? Berbeda dengan sudut pandang Anda yang menanggapi lawan bicara dengan prasangka buruk, kami justru melihat topik “kewajiban berhijab” pada keyakinan Anda sangat positif untuk dibahas dalam rangka menemukan kebenaran sejati dari Allah. Maka, jika motivasi Anda sejalan dengan maksud baik kami, tentu Anda dengan senang hati akan menanggapi lebih jauh pertanyaan kami:
“Sesuai dengan dasar kewajiban berhijab dalam Qs 33:59, apakah sebenarnya tujuan berhijab? Apakah berhijab menandakan tingkat kesalehan seseorang di hadapan Allah?”
Bila seseorang belum menguasai dasar ajaran keyakinan yang dipeluknya, kualitas penilaiannya atas dasar ajaran agama lain patut dipertanyakan pula, bukan? Kami rasa Anda setuju dengan hal ini.
~
Yuli
*
“Menurut saudara, manakah yang terpenting dilakukan: Membersihkan dosa yang tersembunyi atau menutup tubuh dengan hijab? Sebutkan alasan saudara! “
Kedua-duanya penting untuk dilakukan, karena kedua-duanya merupakan perintah Allah. Jika salah satu saja tidak dilakukan akan mendapat dosa.
*
Sdr. Abdullah,
Terimakasih untuk tanggapan Anda atas salah satu pertanyaan fokus artikel. Berikut tanggapan kami:
1) Bila benar bahwa berhijab adalah perintah Allah, mengapa dalam kitab-kitab Allah terdahulu (Taurat, Kitab para nabi, dan kitab Injil), Allah tidak memerintahkannya kepada umat? Juga, berdasarkan catatan sejarah, pada masa sebelum Islam pun, busana hijab sudah menjadi budaya pada masyarakat Timur Tengah. Jadi benarkah hijab adalah perintah Allah?
2) Tentang membersihkan dosa yang tersembunyi, bagaimana Anda melakukannya? Apakah dengan hal tsb Anda sudah yakin bila dosa Anda sudah tidak lagi Allah perhitungkan?
Kiranya Anda bersedia menanggapinya.
~
Yuli
~
Anda terlalu dangkal dalam memahami keimanan. Yang namanya hukum Allah seharusnya tidak ada kompromi.
Saya balik bertanya. Jika di agama Katholik ada pengampunan dosa, mana yang lebih penting, pengampunan atau tobatnya? Orang bisa saja berbuat dosa lalu minta ampun lagi dan berulang lagi.
Menjawab pertanyaan#1:
Berhijab wajib untuk melindungi wanita dari pandangan nafsu. Soal keimanan di hatinya, itu urusannya sendiri dengan Allah walau lebih baik tetap manjauhkan diri dari dosa.
~
Sdr. Mualaf,
Bagaimana seseorang menerima pengampunan Allah jika ia tidak meminta ampun? Bagaimana bisa minta pengampunan dosa bila tidak ada niat bertobat? Bagaimana bisa bertobat kalau ia tidak menyadari dosanya? Dengan kata lain, menyadari dosa, bertobat, dan memohon ampun kepada Allah, adalah satu paket yang tidak terpisahkan. Tanpa pengampunan dosa, hubungan seseorang dengan Allah tidak akan beres. Dan tanpa pemberesan dosa, seseorang tidak mungkin bisa kembali pada fitrah mulia (menaati Allah), apalagi selamat kekal di sorga.
Tentang hijab, dari manakah sumber keliaran nafsu manusia? Bukankah mata hanyalah “salah satu pintu”, bukan sumbernya? Isa Al-Masih berfirman: “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.” (Injil Matius 15:19). Jadi, mana yang menurut Anda lebih efektif mengendalikan nafsu, menghalangi pandangan mata (sebagai “salah satu pintu”) dengan menutup wanita (berhijab), atau membereskan hati yang sarat oleh berbagai nafsu dosa? Masalahnya, bukankah ada “banyak pintu” selain mata kita? Terlebih lagi, tanpa “pintu” sekalipun, manusia masih bisa berfantasi liar, bukan? Jika demikian, masihkah hijab bisa mengendalikannya?
~
Yuli
~
Bukti kepengecutan Anda untuk berdiskusi. Kolom pembaca isinya terbatas, sedang Anda bisa berbicara ke sana ke mari tanpa arah. Percuma juga kami menjelaskan di sini karena tidak bisa lengkap. Otak kecil Anda tidak akan menangkap. Dan pastinya tidak akan terima.
Singkat saja, pertanyaan Anda menjebak. Anda mempertanyakan mana yang lebih penting dari dua perintah Allah. Sama saja jika saya bertanya mana yang lebih penting, tidak membunuh atau tidak memperkosa?
Pikir lagi, buka otak. Terimakasih.
~
Sdr. Mualaf,
Di kolom sebelumnya Anda sudah menuliskan komentar secara ringkas sehingga kami dapat menangkap maksudnya dengan baik. Bukankah hal ini membuktikan bahwa keterbatasan kolom tidak menjadi penghalang Anda maupun rekan-rekan lainnya untuk menyatakan pendapat dengan efektif dan efisien? Maka tidak logis bila Anda mengaitkan hal ini dengan tuduhan yang tidak berdasar.
Tentang peraturan hijab yang Anda yakini berasal dari Allah, seandainya benar begitu, dapatkah Anda jelaskan mengapa perintah yang sama tidak ada dalam Kitab Allah yakni Taurat hingga Injil? Apakah di masa tsb Allah memandang umat tidak perlu menutup aurat? Atau, apakah Allah kurang komplit berfirman sehingga perlu menyempurnakannya di kemudian hari? Seandainya ya, tentu Allah tidak lagi disebut Maha Benar karena sama seperti manusia, Ia masih perlu merefisi firman-Nya, bukan? Jadi, benarkah hijab perintah dari Allah?
~
Yuli
~
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah, jika ia baik seluruh tubuh akan baik, dan jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak” (Muttaqun ‘alaih). Maka jika hati itu baik, pasti secara lahiriah baik. Baik di sini artinya sudah sesuai dengan tuntunan agama. Maka muslimah yang hatinya baik, pasti ia berhijab syar’i. Dan bagaimana mungkin seorang muslimah yang membuka aurat, melanggar ajaran agama, merasa hatinya sudah baik?
Banyak wanita berhijab yang akhlaknya buruk, tidak sepadan dengan hijabnya.
~
Sdr. Didi,
Memanggapi apa yang Anda sampaikan, dapatkah Anda jelaskan, mengapa orang yang tergolong “orang baik” masih memiliki perasaan dengki terhadap orang lain? Bukankah tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang tidak pernah berprasangka buruk pada orang lain? Dengan demikian, tidak ada satu manusia pun yang berhati baik karena semua telah tercemar dosa, bukan?
Anda pun menyatakan: “Banyak wanita berhijab yang akhlaknya buruk, tidak sepadan dengan hijabnya”. Bukankah hal ini membuktikan bila apa yang nampak secara lahiriah belum tentu mencerminkan keadaan hati seseorang? Justru sebaliknya, “kesalehan lahiriah” seperti hijab, bahkan burqa dipakai untuk menyembunyikan ketidaksalehan batiniah. Bukankah ironis? Apakah Allah yang Maha Tahu bisa dikelabuhi dengan hal-hal lahiriah?
~
Yuli
~
Seorang muslimah selama ia masih manusia, tentu masih berpotensi untuk berbuat dosa dan lupa. Baik ia sudah berjilbab atau belum. Berhijab tidak memastikan atau menjamin seorang muslimah pasti aman dari perbuatan dosa seperti akhlak yang buruk, perkataan yang buruk, dan pelanggaran lainnya. Namun akhlak yang baik itu wajib, baik sudah berhijab atau belum. Dan berhijab pun wajib, baik akhlak sudah baik atau pun belum.
~
Sdr. Didi,
Jika Anda meyakini hijab adalah perintah Allah, bukankah Allah itu Maha Tahu? Ia sanggup menyelidiki isi hati setiap orang, bahkan hal-hal tersembunyi yang tidak bisa ditangkap secara lahiriah, entah baik, atau buruk. Dengan demikian, untuk tujuan apa Allah memerintahkan wanita berhijab bila hal itu tidak bisa menghalangi pandangan mata-Nya terhadap isi hati kita? Atau bila hijab diasumsikan sebagai perintah Allah agar pria terhindar dari dosa zinah, betapa dimanjakannya pria? Mengapa Allah yang Maha Bijaksana tidak mendidik pria mengendalikan hatinya? Bukankah tanpa melihat pun, fantasi bisa memicu dosa?
Lebih jauh lagi, seandainya perintah hijab benar berasal dari Allah, mengapa baru diturunkan di masa nabi Anda? Mengapa perintah ini tidak ada di zaman Taurat maupun Injil? Dapatkah Anda menjelaskan hal ini?
~
Yuli
~
Baca terjemahan Al-Ma’idah 48 dan An-Nahl 63-64. Maksudnya ialah bahwa Al-Quran meluruskan sejarah. Dalam Al-Quran terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh kaum Yahudi dan Nasrani.
~
Sdr. Egavsn,
Mari kita telaah dengan cermat. Bukti-bukti faktual apakah yang memperkuat pernyataan bahwa Al-Quran meluruskan sejarah? Apakah ditemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat? Bagaimana dengan berbagai sumber literatur kuno di luar Al-Quran yang keotentikannya telah teruji, apakah isinya juga memperkuat? Faktanya, semua bukti tsb justru memperkuat kebenaran isi Alkitab (Taurat, Zabur, Injil) yang sudah ada ribuan tahun sebelum Al-Quran ada. Dan sebaliknya, bukti-bukti yang sama justru bertentangan dengan isi Al-Quran.
Contoh konkrit dari hal tsb adalah perintah hijab yang diyakini Muslim sebagai perintah Allah karena ada dalam Al-Quran. Faktanya, Taurat, Zabur, dan Injil yang Muslim imani sebagai Kitab Allah tidak memuat hal tsb sebagai syariat Allah. Berbagai bukti dan literatur kuno pun membenarkan hijab sebagai [u]produk budaya[/u] (bukan perintah Allah) di beberapa tempat yang sudah ada sejak lama.
Dengan demikian, tentu kita perlu lebih kritis terhadap ajaran-ajaran yang kita terima, bukan? Sungguhkah bersumber dari kebenaran sejati yang datangnya dari Allah?
~
Yuli
~
Menurut sejarah Islam, hijab itu dipakai agar mudah dikenali. Bertujuan untuk membedakan wanita merdeka dengan wanita budak, agar tidak diganggu oleh laki-laki hidung belang. Karena perbudakan pada zaman nabi masih berlaku. Namun zaman sekarang kalau menurut pendapat saya wanita berhijab dengan yang tidak berhijab sama saja.
~
Saudara Endah Sulastri,
Terimakasih atas penjelasan saudara di atas berkenaan dengan hijab. Bila tujuan hijab untuk membedakan wanita merdeka dengan budak, maka tradisi tersebut sudah tidak relevan untuk zaman ini, bukan? Kalau menurut saudara wajibkah wanita Muslim saat ini berhijab, mengapa? Oh ya bagaimana dengan saudara, berhijab atau tidak, mengapa? Kami tunggu penjelasan saudara, terimakasih.
~
Daniar
~
Situs menyesatkan, bawa-bawa nama Islam tapi soal hijab malah merujuk ke Injil. Islam itu pakai Al-Quran bukan Injil
~
Saudara Yuli,
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk memberikan komentar di ruang ini. Untuk meluruskan tanggapan saudara, bagian manakah dari situs ini yang menyesatkan, mohon dijelaskan? Bukankah dalam Al-Quran juga diwajibkan mengimani Injil? Karena di dalam Injil ada petunjuk dan cahaya yang menerangi, dan pengajaran bagi orang bertakwa. Bagaimana menurut saudara?
“… Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang menerangi, dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (Qs. 5:46).
Isa Al-Masih adalah terang dalam dunia yang penuh kegelapan dan kejahatan (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:12).
Dia berkata, “Akulah jalan (satu-satunyalah), kebenaran (kebenaran terdapat dalam Dia) dan hidup (hidup yang hanya terdapat dalam diri-Nya)” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).
~
Daniar
~
Hijab ya untuk Muslimah. Muslimah landasannya tentu Al-Quran. Memang Islam harus percaya Kitab-kitab Suci lainnya, tapi bukan kitab seperti sekarang. Injil Barnabas meski tidak diakui, itu berarti ada yang tidak sepaham.
Bagiku agamaku, bagimu agamamu..
Sangat jelas, jangan mengurusi agama orang lain. Itu baru namanya toleransi, yang masa sekarang dipelintir dengan sama-sama beribadah
~
Saudara Hendra Jauhari,
Terimakasih atas tanggapannya. Kami tidak bermaksud mengurusi urusan orang lain. Perihal keyakinan adalah pilihan setiap orang.
Jika saudara mau mempercayai Kitab-kitab sebelumnya seperti yang diperintahkan Al-Quran, mengapa harus ada alasan saudara mau mempercayai tetapi bukan Kitab yang ada saat ini? Lalu Kitab mana yang mau saudara percayai?
~
Noni
~
Pertanyaan anda ambigu, sekaligus menyesatkan. Anda mempertanyakan mana yang lebih penting dari dua perintah Allah. Jika pertayaan ini saya balik ke anda mana yang lebih penting “menggunakan helm (alat pengaman) saat akan berkendara di jalan umum atau berdoa dan fokus berkendara?” Dimana hijab itu sebagai simbol Islam dan sebagai tameng dari dalam dan luar diri Muslim serta masih banyak juga kebaikan hijab yang lainnya.
Terlepas mau menggunakan hijab atau tidak itu balik ke pribadi masing-masing yang penting menggunakan pakaian yang sopan. Tolong jangan campuri urusan agama kami, karena itu bentuk dari toleransi. Saya mendoakan anda semoga mendapat hidayah dari Allah SWT. Amin ya robbal al.
~
Rizky,
Menarik sekali pernyataan Anda. Tentu helm tidak bisa disamakan dengan hijab. Helm bersifat wajib menyangkut keselamatan pengendara motor. Tetapi apakah hijab dapat menyelamatkan Anda dari neraka? Apakah hidup di akhirat Muslimah ditentukan oleh hijab? Bagaimana menurut Anda?
~
Solihin