• Skip to secondary menu
  • Skip to content
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer
Isa Islam Dan Kaum Wanita
  • Awal
  • Maksud Situs Ini
    • Kebijakan Privasi
    • Tentang Kami
    • Kaum Wanita, Isa, Dan Al-Fatihah
    • Renungan Singkat Isa, Islam dan Kaum Wanita
    • Kebijakan dalam Membalas E-Mail
  • Jalan Keselamatan
    • Jalan Ilahi Menuju Ke Sorga
    • Doa Keselamatan
    • 4 Hal Yang Allah Ingin Anda Ketahui
  • Topik
  • Artikel
  • Hubungi Kami
    • Permohonan Doa
    • Pokok Doa
Isa Islam Dan Kaum Wanita > Topik > Hak & Kewajiban > Al-Quran, Injil dan Wanita

Al-Quran, Injil dan Wanita

19 November 2012 oleh Web Administrator 92 Komentar

alkitab wanita alquran

“Apakah Islam menghargai dan menghormati wanita?” Bila pertanyaan ini dilontarkan pada orang Muslim, maka secara spontan mereka akan menjawab “Iya, Islam menghormati wanita. Bukankah telah dikatakan bahwa “surga di telapak kaki ibu.”

Jawaban di atas menurut kami tidak sepenuhnya salah, dan juga tidak sepenuhnya benar. Memang beberapa ayat Al-Quran “sepertinya” memandang wanita setara dengan pria. Tetapi kita juga tidak dapat menutup mata pada ayat-ayat Al-Quran dan ajaran-ajaran Islam yang menomor-duakan wanita.

Bukankah Islam Memperlakukan Wanita Sebagai Warga Kelas Dua?

Setidaknya beberapa ayat berikut dapat membuka mata kita, bagaimana Al-Quran dan Islam memperlakukan wanita.

  • Wanita kurang cerdas dibanding pria, dan harus diperintah oleh pria (Qs 4:34).
  • Al-Quran menyamakan wanita dengan ladang,  jadi pria dapat menggunakannya sesuka hati mereka (2:223).
  • Kesaksian wanita hanya dihargai setengah dari kesaksian pria (2.282).
  • Seorang pria boleh mempunyai isteri empat sekaligus (Qs 4:3).
  • Seorang pria mendapat hak warisan dua kali lebih banyak dibanding wanita (Qs 4:11).
  • Suami juga diperbolehkan memukul isteri yang tidak taat (Qs 4:34).

Kami setuju, para Muslim secara individu mungkin menghargai wanita, tetapi Islam tidak. Setidaknya inilah cerminan dari agama Islam. Kita dapat melihat bagaimana wanita-wanita Muslim menjadi orang nomor dua di negara-negara Islam. Di Arab Saudi misalnya, seorang wanita dilarang menyetir mobil.  Lagi mereka dilarang keluar rumah kecuali disertai seorang pria dari keluarganya. Kemudian antara Taliban, golongan orang yang benar-benar bersumber dari Islam, diskriminasi yang ekstrim dilakukan pada wanita.

Muhammad vs Isa Al-Masih

Jelas umat Muslim tidak senang bila Muhammad dibandingkan dengan Isa Al-Masih. Karena kedua ajaran ini cenderung menyajikan ajaran yang bertolak-belakang satu sama lain.

Pada paragraf di atas, kita telah melibat bagaimana Muhammad memperlakukan wanita. Yaitu sebagai warga kelas dua.  Sekarang mari kita melihat bagaimana Isa Al-Masih memposisikan seorang wanita yang bersalah.

Satu kisah dipaparkan dalam Injil, dimana pada suatu hari para pemuka agama datang menghadap Isa Al-Masih dan membawa seorang wanita yang kedapatan berzinah. Mereka meminta agar Isa Al-Masih menghukum wanita tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku saat itu. Di mana seorang wanita yang kedapatan berzinah harus dilempari batu. Namun para pemuka agama itu terkejut mendengar jawaban Isa Al-Masih. “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:7).

Apakah ada yang melempari wanita itu dengan batu? Jelas tidak ada! Sebab setiap manusia pasti berdosa sebagaimana wanita itu. Yang membedakan mereka hanya perbuatan dosa yang mereka lakukan.

Selamanya Wanita Warga Kelas Dua

Akankah wanita Muslim selamanya dipandang rendah dan menjadi warga kelas dua? Jelas tidak menutup kemungkinan! Bisa jadi pria Muslim memandang wanita selamanya menjadi warga kelas dua, subjek sakit hati dan direndahkan oleh poligami. Diancam oleh perceraian yang begitu mudah, diayaniaya suami, serta diskriminasi lainnya.

Ini bukanlah sebuah fenomena. Tetapi akan berlangsung selamanya karena pria Muslim harus menghormati Al-Quran sebagai perkataan Allah yang mutlak dan juga teladan dari Muhammad.

Pilihan di Tangan Anda!

Isa Al-Masih dan Muhammad adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam dua agama terbesar di dunia. Juga keduanya membawa ajaran yang bertolak-belakang. Muhammad datang dengan membawa berbagai macam aturan yang meletakkan wanita sebagai warga kelas dua.

Sedangkan Isa Al-Masih datang dengan membawa ajaran yang menyatakan bahwa pria dan wanita adalah sepadan. “Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Taurat, Kitab Kejadian 2:18).

Manakah yang Anda pilih?

[Staf Isa dan Islam – Bila saudara rindu mendapatkan Kasih dari Isa Al-Masih, selidikilah artikel tentang Hidup Kekal pada situs ini.]

 

Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini.

Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.

Ditempatkan di bawah: Hak & Kewajiban

Reader Interactions

Komentar

  1. penonton mengatakan

    11 Januari 2015 pada 4:17 am

    ~
    Ulangan 25:11-12 “Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya”

    Ayat ini aneh kedengarannya, Siapa yang membuat? Sangat tidak adil. Bukannya berterimakasih, malahan memotong tangan wanita.

    Balas
    • staff mengatakan

      12 Januari 2015 pada 6:01 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Beberapa penafsir berpendapat bahwa hukum ini adalah perluasan dari hukum pada Ulangan 19:21, yang dalam hal ini tidak dapat diterapkan secara harfiah.

      Inti dari ayat 11 dan 12 pada kitab Ulangan 25 erat kaitannya dengan ayat 3, bahwa martabat sebagai manusia perorangan harus tetap dihormati. Jadi pelecehan seseorang di hadapan umum harus dicegah dengan beberapa tindakan pencegahan. Dalam hal ini, meskipun tujuan isteri untuk menyelamatkan suaminya dari bahaya adalah sesuatu hal yang baik, namun ada pembatasan atas jenis tindakan yang ia ambil demi suaminya agar pelecehan terhadap orang lain tidak terjadi.

      ~
      Yuli

  2. penonton mengatakan

    18 Januari 2015 pada 3:34 am

    ~
    Saudari Yuli,

    Saudari jangan berdalih. Saya telah membaca ayat sebelum dan sesudahnya. Saya sudah mencoba menafsirkan secara positif tetapi ini ayat jelas-jelas aneh, tidak masuk akal. Sangat menghina dan tidak adil pada wanita. Saya tidak habis pikir, bagaimana ayat seperti ini bisa masuk dalam sebuah kitab suci?

    Balas
    • staff mengatakan

      19 Januari 2015 pada 3:48 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Untuk itulah gunanya belajar dengan benar. Jangan sekedar membaca teks berdasarkan latar belakang pengalaman diri sendiri.

      Tahukah Anda, kitab Ulangan yang termasuk dalam 5 kitab Taurat ini ditulis tahun berapa? Tahun 1450 SM. Nah, sekarang Anda hidup di tahun berapa? Berapa ribu tahun terbentang dari Anda hidup sekarang? Setiap masa memiliki latar belakang budaya & pengalaman yang berbeda bukan?

      Sebagai contoh, dapatkah dengan mudah Anda pahami etika kesantunan dalam hal makan yang nenek Anda anut, jika dibandingkan dengan situasi budaya modern yang ada saat ini? Padahal jarak waktu antara nenek dan Anda tak lebih dari 100 tahun saja, bukan?

      Kiranya penjelasan kami pada dialog sebelumnya dapat kembali Anda renungkan. Untuk memahami makna aturan dalam kitab Ulangan 25:11-12, Anda harus terlebih dahulu paham benang merah Hukum Taurat. Hal ini telah kami infokan melalui ayat Ulangan 19:21. Pesan moral yang baik justru disiratkan pada Ulangan 25:11-12. Bahwa martabat sebagai manusia perorangan harus tetap dihormati sehingga pelecehan perorangan di depan umum perlu dicegah.

      ~
      Yuli

  3. penonton mengatakan

    18 Januari 2015 pada 3:48 am

    ~
    Untuk Imamat 19:20 (terjemahan Alkitab BIS):
    “Apabila seorang laki-laki berjanji akan menjual budaknya yang perempuan kepada laki-laki lain untuk dijadikan selirnya, dan orang yang mau membeli budak itu belum membayarnya, lalu pemilik yang semula bersetubuh dengan budak itu, mereka berdua harus dihukum, tetapi tidak boleh dihukum mati, sebab bagaimanapun juga perempuan itu masih budaknya”

    Ayat ini adalah ayat yang mengatur jual beli budak tentang seorang tuan yang telah berjanji menjual budaknya pada orang lain agar tidak menyutubuhinya. Ayat ini sama sekali tidak melarang berhubungan intim antara tuan dengan budak yang tidak ada ikatan perjanjian.

    Balas
    • staff mengatakan

      19 Januari 2015 pada 3:57 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Mari simak ulang Imamat 19:20 dalam 2 versi terjemahan berikut:

      “Apabila seorang laki-laki bersetubuh dengan seorang perempuan, yakni seorang budak perempuan yang ada di bawah kuasa laki-laki lain, tetapi yang tidak pernah ditebus dan tidak juga diberi surat tanda merdeka, maka perbuatan itu haruslah dihukum; tetapi janganlah keduanya dihukum mati, karena perempuan itu belum dimerdekakan” (Taurat, Kitab Imamat 19:20, TB)

      “Apabila seorang laki-laki berjanji akan menjual budaknya yang perempuan kepada laki-laki lain untuk dijadikan selirnya, dan orang yang mau membeli budak itu belum membayarnya, lalu pemilik yang semula bersetubuh dengan budak itu, mereka berdua harus dihukum, tetapi tidak boleh dihukum mati, sebab bagaimanapun juga perempuan itu masih budaknya” (Taurat, Kitab Imamat 19:20, BIS)

      Perhatikan penggalan kalimat berikut:
      “…maka perbuatan itu haruslah dihukum…” (TB)
      “…mereka berdua harus dihukum…” (BIS)

      Jadi, diperbolehkankah persetubuhan antara tuan dengan budak perempuan yang telah bertunangan dengan orang lain? Jika diperbolehkan, maka penggalan kalimat di atas harusnya terhapus dari ayat.

      Selanjutnya, aturan tersebut justru melindungi hak hidup sang budak perempuan atas tindakan yang telah diperbuat tuannya.

      ~
      Yuli

  4. penonton mengatakan

    19 Januari 2015 pada 5:17 am

    ~
    Penggalan kalimat:
    “…maka perbuatan itu haruslah dihukum…” (TB)

    Tanggapan:
    Perbuatan tuan yang bagaimana yang harus dihukum? Harus bisa dibedakan, jangan dipukul rata.

    Jangan mengarang, tidak ada kata-kata “tunangan”.

    Dan lagi, fokus pembicaraanpun bukan itu. Yang menjadi inti dalam kalimat tersebut adalah seorang budak tidak boleh disetubuhi oleh tuannya karena budak ini sudah dijual kepada orang lain untuk dijadikan selir. Bila sudah laku dan si tuan masih curang dengan menyetubuhi budak perempuan tersebut, maka dihukum, tapi tidak dihukum mati. Apakah sampai disini jelas?

    Jelas sekali ayat ini ayat hukum transaksi perbudakan, si tuan/pemilik tidak dilarang menyetubuhi budak bila budaknya belum terjadi transaksi penjualan dengan si pembeli.

    Balas
    • staff mengatakan

      20 Januari 2015 pada 4:52 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Pertanyaan Anda no.1 sudah terjawab dari penjelasan Anda sendiri pada 2 alinea terakhir. Terimakasih.

      Mengenai kata “tunangan” kami ambil dari Alkitab terjemahan versi Firman Allah Yang Hidup (FAYH), sbb: “Bila seorang laki-laki bersetubuh dengan budak perempuannya yang sudah bertunangan dengan orang lain, maka mereka harus dihadapkan ke pengadilan, tetapi tidak dikenakan hukuman mati, karena budak itu belum dimerdekakan” (Taurat, Kitab Imamat 19:20, FAYH)

      Tentu kita berpikir, jika Allah Mahapenyayang, mengapa ada ayat Alkitab tentang aturan perbudakan? Apakah perbudakan adalah kehendak Allah? Tidak! Alkitab jujur mengungkap kebobrokan manusia. Jauh sebelum kitab Imamat ditulis, ribuan tahun sebelum Masehi telah ada praktik perbudakan akibat dosa manusia. Bangsa Israel hidup di tengah budaya perbudakan, bahkan pernah menjadi budak bangsa Mesir.

      Sesuai kelaziman perbudakan, sang tuan berkuasa penuh atas sang budak. Jika telah terjadi perjanjian pembelian oleh tuan yang baru meski belum terbayar, secara hukum tuan yang lama sudah tidak berhak atas sang budak. Maka jika tuan yang lama menyetubuhi sang budak, ia melanggar aturan, karenanya harus dihukum. Jika persetubuhan terjadi setelah budak terbayar, maka tindakan tersebut adalah perzinahan yang menuai hukuman mati. Namun karena belum terbayar, maka keduanya terhindar dari hukuman mati. Nah, Imamat 19:20 adalah wujud kesabaran & kemurahan Allah dengan melindungi hak hidup sang budak perempuan yang belum dimerdekakan (belum terbayar oleh tuan yang baru).

      Nah, melalui ajaran & karya keselamatan Yesus-lah perbudakan ini ditiadakan untuk memulihkan maksud semula Allah yang mulia bagi manusia (Galatia 3:28 dan Matius 22:37-40).

      ~
      Yuli

  5. penonton mengatakan

    21 Januari 2015 pada 6:07 am

    Saudari Yuli,

    Ya, dalam Alkitab, seorang tuan yang telah menjual budaknya belum lunas dan budaknya masih dalam penguasaannya. Bila disetubuhi = “tidak dihukum mati” karena walau bagaimanapun itu masih budaknya.

    Berarti jelaslah sudah Alkitab menjelaskan dengan baik seorang budak boleh disetubuhi oleh si tuan, bila budaknya itu belum terjadi transaksi penjualan.

    Tapi FAYH kontra. Kok agak beda, malahan lebih parah. Berarti budak yang belum bertunangan dengan orang lain boleh disetubuhi oleh si laki-laki.

    Balas
    • staff mengatakan

      22 Januari 2015 pada 6:47 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Anda hanya mengambil satu sudut pandang yang kemudian Anda generalisasikan menjadi penilaian negatif atas Imamat 19:20. Sayangnya, Anda mengabaikan uraian awal kami:
      “… Alkitab jujur mengungkap kebobrokan manusia. Jauh sebelum kitab Imamat ditulis, ribuan tahun sebelum Masehi telah ada praktik perbudakan akibat dosa manusia. Bangsa Israel hidup di tengah budaya perbudakan, bahkan pernah menjadi budak bangsa Mesir …”

      Mari simak kembali apa yang pernah kami tulis:
      “…Sesuai kelaziman perbudakan, sang tuan berkuasa penuh atas sang budak. Jika telah terjadi perjanjian pembelian oleh tuan yang baru meski belum terbayar, secara hukum tuan yang lama sudah tidak berhak atas sang budak. Maka jika tuan yang lama menyetubuhi sang budak, ia melanggar aturan, karenanya harus dihukum…”

      Jadi, sang tuan tidak lagi memiliki hak penuh atas budak yang telah terjual (bertunangan dengan orang lain) meski belum lunas. Karenanya, persetubuhan terhadap budak tersebut adalah pelanggaran yang harus dihukum.

      Mengenai pelarangan hukuman mati, coba Anda pikirkan dari sudut pandang budak perempuan sebagai korban. Ini adalah wujud kemurahan Allah yang melindungi hak hidup sang budak yang belum dimerdekakan. Jadi, masihkah ayat tersebut sepenuhnya bermakna negatif?

      Saudara, bukankah dalam dialog sebelumnya kami juga menuliskan:
      “…Nah, melalui ajaran & karya keselamatan Yesus-lah perbudakan ini ditiadakan untuk memulihkan maksud semula Allah yang mulia bagi manusia (Galatia 3:28 dan Matius 22:37-40) …”

      Jadi, renungkanlah kembali pemulihan tuntas yang Allah kerjakan melalui Yesus.

      ~
      Yuli

  6. penonton mengatakan

    22 Januari 2015 pada 7:48 am

    ~
    Saudari Yuli,

    Terimakasih atas usaha Anda yang telah mencoba dan memberikan pengertian dan tafsir-tafsir agar kelihatan dalam Alkitab seolah-olah wanita sangat dihargai. Namun setelah kita bahas, kenyataannya berkata lain, sangat bertolak belakang. Sesungguhnya benar ternyata Alkitab itu sangat menghina wanita.

    Balas
    • staff mengatakan

      23 Januari 2015 pada 3:08 am

      ~
      Sdr. Penonton,

      Tingkat kedewasaan berpikir dapat terlihat dari cara seseorang menangkap informasi secara integral untuk dapat menyimpulkan suatu fakta secara tepat. Agaknya hal ini perlu terus Anda pelajari.

      “Permulaan hikmat ialah: perolehlah hikmat dan dengan segala yang kauperoleh perolehlah pengertian” (Kitab Amsal Sulaiman 4:7)

      Melalui dialog ini kami juga ingin mengingatkan kembali, bagaimana dengan isi Qs 4:34, Qs 2:223, Qs 2.282, Qs 4:3, Qs 4:11, dan Qs 4:34 sebagaimana tertera dalam artikel di atas? Sudahkah Anda renungkan baik-baik maknanya?

      Berbeda dengan Imamat 19:20 dalam Alkitab yang ditulis berdasarkan konteks budaya saat itu dan bagaimana selanjutnya Allah memberikan pemulihan total terhadap penghapusan budaya perbudakan melalui Yesus, bagaimana dengan ayat-ayat Al-Quran sendiri?

      Kiranya pemikiran yang lebih terbuka dan tulus dapat Anda gunakan untuk menelaah secara tepat.

      ~
      Yuli

  7. Zakir Naik mengatakan

    19 Juni 2016 pada 9:34 am

    ~
    Sudahlah sdr.Yuli,Staff Isa dan Islam, dan Nasrani,

    Sdr.Penonton benar. Argumentasi kalian untuk membantah Sdr.Penonton adalah argumentasi berdasarkan ajaran gereja (bukan ajaran Alkitab). Bertambah satu bukti lagi, kalian sesungguhnya bukanlah pengikut ajaran Yesus dan Alkitab, melainkan pengikut ajaran gereja!

    Balas
    • staff mengatakan

      24 Juni 2016 pada 2:19 am

      ~
      Sdr. Zakir Naik,

      Jika standard kebenaran yang kita gunakan tidak didasarkan bukti faktual dan logika sehat, maka yang terjadi hanyalah kebenaran subyektif yang justru perlu dipertanyakan kebenarannya.

      Dari apa yang Anda sampaikan, nyata bila Anda merasa telah memahami Alkitab padahal belum pernah mempelajarinya dengan serius. Untuk itu sangat bijak bila komentar-komentar kami kepada Sdr. Penonton Anda baca dan pahami ulang demi peningkatan kedewasaan berpikir untuk ke depannya.
      ~
      Yuli

  8. mukhammad al fatih mengatakan

    7 Maret 2017 pada 5:53 am

    ~
    Bukankah jelas bahwa Muslim diajarkan untuk menghormati wanita karena surga ada ditelapak kaki ibu?

    Saya bertanya bukan menuduh, berasal dari manakah HAM? Sesungguhguhnya semakin banyak kalangan muda yang berani kepada orangtuanya karena mereka berpedoman dari HAM.

    Balas
    • staff mengatakan

      4 Desember 2017 pada 6:52 am

      ~
      Sdr. Mukhammad Al Fatih,

      Bagaimana Anda dapat menyimpulkan bila “… banyak kalangan muda yang berani kepada orangtuanya karena mereka berpedoman dari HAM”? Apakah Anda memahami isi HAM (Hak Azasi Manusia) itu sendiri? Bukankah baik orang tua maupun anak memiliki hak azasi yang sama selaku manusia yang harus sama-sama dijaga? Maka ketika dalam praktik penggunaan hak seorang anak ternyata melanggar hak dan kewenangan orang tua, bukankah sama artinya dengan melanggar HAM? Jadi, bagaimana mungkin kita bisa mengkategorikan “kekurangajaran / ketidakadaban” sebagai produk dari nilai luhur HAM?

      Sebaliknya, jika Anda meyakini Muslim diajarkan untuk menghormati wanita dengan slogan “surga di telapak kaki ibu”, apakah hanya ibu saja yang layak dihormati? Bagaimana dengan isteri? Apakah isteri bukan termasuk wanita? Namun mengapa Muslim diperbolehkan mempoligami isterinya (Qs 4:3)? Mengapa suami dilegalkan memukul istri yang dicurigainya (Qs 4:3)? Apakah ajaran yang demikian melindungi HAM? Atau, apakah istri, belahan jiwa suami bukan termasuk manusia yang layak dilindungi hak azasinya?
      ~
      Yuli

  9. staff mengatakan

    4 Desember 2017 pada 6:55 am

    ~
    Untuk Sdr. Legowo,

    Mohon maaf, komentar Anda tidak dapat kami terbitkan karena tidak bersangkut paut dengan isi artikel. Bila Anda berminat untuk bergabung dalam diskusi, Anda dapat memulainya dengan menuliskan pertanyaan atau pendapat yang berkaitan dengan isi artikel di atas.

    Terimakasih, kami tunggu partisipasi Anda.
    ~
    Yuli

    Balas

Baca komentar lainnya:

« 1 2 3

PEDOMAN WAJIB MEMASUKAN KOMENTAR

Bagi Pembaca yang ingin memberi komentar, kiranya dapat memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. Komentar harus menggunakan bahasa yang jelas, tidak melanggar norma-norma, tidak kasar, tidak mengejek dan bersifat menyerang.
2. Hanya diperbolehkan menjawab salah satu pertanyaan fokus yang terdapat di bagian akhir artikel. Komentar yang tidak berhubungan dengan salah satu pertanyaan fokus, pasti akan dihapus. Harap maklum!
3. Sebelum menuliskan jawaban, copy-lah pertanyaan yang ingin dijawab terlebih dahulu.
4. Tidak diperbolehkan menggunakan huruf besar untuk menekankan sesuatu.
5. Tidak diijinkan mencantumkan hyperlink dari situs lain.
6. Satu orang komentator hanya berhak menuliskan komentar pada satu kolom. Tidak lebih!

Komentar-komentar yang melanggar aturan di atas, kami berhak menghapusnya. Untuk pertanyaan/masukan yang majemuk, silakan mengirim email ke: [email protected]

Kiranya petunjuk-petunjuk di atas dapat kita perhatikan.

Wassalam,
Staf, Isa dan Islam

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

 huruf tersedia

Sidebar Utama

Artikel Terbaru

  • Mengapa Muslimah Arab Saudi Menentang Hukum Perwalian Islam?
  • Apakah Firdaus Bagi Wanita Islam Juga?
  • Apakah Isteri Boleh Menolak Poligami Dalam Islam?
  • Islam Dan Poligami – Ide Yang Baikkah?
  • Derajat Wanita Di Mata Muhammad!

Artikel Terpopuler Bulan Ini

  • Apakah Nikah Siri Ajaran Islam Dan Sesuai Dengan Kitab Allah?
  • Nabi Islam Menolak Suami Fatimah Berpoligami!
  • Nur Laila, Muslimah Malaysia, Menjadi Pengikut Isa Al-Masih
  • Teladan Wanita Sholehah Bagi Wanita Beragama
  • Derajat Wanita Di Mata Muhammad!

Artikel Yang Terhubung

Renungan Berkala Isa dan Al-Fatihah

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Al-Fatihah

Renungan Berkala Isa dan Kaum Wanita

Apabila Anda ingin menerima renungan singkat Isa Dan Kaum Wanita setiap minggu, silakan menekan tombol di bawah ini

Renungan Berkala Isa Dan Kaum Wanita

Footer

Hubungi Kami

Apabila Anda memiliki pertanyaan / komentar, silakan menghubungi kami dengan menekan tombol di bawah ini.

Hubungi Kami

Social Media


Facebook

Twitter

Instagram

YouTube
Hak Cipta © 2009 - 2019 Dialog Agama Isa Islam Dan Kaum Wanita. | Kebijakan Privasi |
Kebijakan Dalam Membalas Email
| Hubungi Kami