Kaum Muslim sering membuat pernyataan bahwa Islam sangat memuliakan wanita. Namun, apakah ajaran Al-Quran mendukung pernyataan tersebut? Apakah benar Al-Quran menghargai wanita? Mungkin beberapa pertanyaan dan ayat Al-Quran dibawah ini dapat memberikan gambaran bagaimana Islam memperlakukan wanita.
Benarkah Al-Quran Menghargai Wanita?
Mengapa Al-Quran (yang “Allah”-nya Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) begitu menurunkan derajad wanita sehingga mengajarkan poligami (Sura 4:3)? Mengapa Al-Quran ini mengajarkan laki-laki begitu mudah ”mengganti isterimu dengan isteri yang lain” (Sura 4:20, dan banyak ayat lain)? Mengapa Al-Quran ini menyuruh suami “pisahkanlah mereka (isteri) dari tempat tidur, dan pukullah mereka” (Sura 4:34)? Padahal ada hadits “Allah melaknat orang yang menyiksa hewan dan memperlakukannya dengan sadis” (Bukhara). Kasihan sekali perempuan dalam dunia Islam, bukan saja suaranya/kesaksiannya tidak sama dengan laki-laki (semua atas dasar perintah Allah yang Maha Pengasih), tetapi mereka juga disebut “alat perangkap setan“ (Asysyihab) dan paling banyak menghuni neraka. “Aku telah menyaksikan neraka yang penghuninya paling banyak kaum wanita” (Bukhari).
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Apakah Al-Quran Menghargai Wanita?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Ini hoax.
~
Sdr. Budiman,
Apakah Anda yakin bila isi artikel di atas adalah hoax? Sudahkah Anda periksa ayat-ayat yang kami tampilkan di atas? Semua ada dalam Al-Quran dan Hadits Shahih Bukhari. Bukankah kedua kitab ini adalah pedoman ajaran agama Anda? Maka, pelajarilah sungguh-sungguh keduanya bila Anda memang Muslim sejati.
Menurut Anda, benarkah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Adil mengizinkan poligami yang justru membawa kepedihan bagi wanita, khususnya istri pertama? Apakah wanita bukan termasuk ciptaan Allah sehingga tidak perlu mendapat kasih dan keadilan yang sama dengan pria?
~
Yuli
~
Bismillahirrohmanirrokhim.
Semoga ketakutan masih mengalir dalam dirimu ketika menggali Al-Quran. Karena dengan begitu, sebuah firman yang langsung turun dari Allah tidak begitu mudah dikomentari dengan nada agak meragukan. Atau pun memandang bahwa memang patut untuk dikritik oleh semacam budak illah seperti kita.
Al-Quran hanya akan dimengerti orang-orang yang memiliki akal dan menerima dengan pemahaman yang ikhlas.
Kemudian, mengapa wanita sangat disebutkan paling banyak, atau pun di pandang rendah?
Itu hanya pemikiran manusia yang biasa atau standard. Lalu, ada juga yang mengatakan bahwa wanita itu mahluk yang selalu dipoligami. Itulah pemahaman manusia yang dangkal, yang hanya bisa membaca Al-Quran sebatas kulitnya saja.
~
Sdr. Belumadajudul,
Bila kita sungguh ingin dekat dengan Allah, tentu dengan penuh kerinduan kita dengar dan cerna firman Allah, bukan? Dan bukankah Allah Maha Pengasih dan Penyayang? Lalu, mengapa jika Anda meyakini Al-Quran firman Allah, Anda mewajibkan diri untuk ketakutan mencernanya? Apakah Allah itu pemurka sehingga kita tidak dapat mempertanyakan maksud firman-Nya? Sedangkan orangtua kita saja membimbing dan menjelaskan dengan penuh kesabaran setiap ketidakmengertian kita terhadap perintahnya. Tentu Allah yang Maha Penyayang jauh lebih telaten daripada manusia, bukan? Juga, bila Anda meyakini firman Allah itu bisa dimengerti oleh orang yang berakal, apakah mencerna dan membahas firman-Nya tidak menggunakan unsur akal? Justru ketika kita sekedar menerima tanpa pernah mencerna dan mempertanyakannya, di sanalah unsur akal tidak diaktifkan.
Nah, bagaimana Anda menanggapi legalisasi poligami dalam Qs 4:3? Mari pertimbangkan dengan senetral mungkin. Seandainya Anda adalah pihak istreri pertama yang hendak dimadu, apakah perasaan Anda tidak terluka? Pikirkan juga seandainya calon suami/isteri Anda menduakan Anda. Mungkinkah Allah yang Maha Penyayang dan Adil mengabaikan luka hati wanita demi membela kepentingan pria? Dimana letak keadilan dan kasih sayang-Nya?
~
Yuli
~
Mengertilah dan bacalah setiap kata dengan perlahan. Jika mereka adil, maka boleh berpoligami.
Sekali lagi adil, jika tidak mampu satu saja cukup.
Soal mengapa wanita selalu di pandang rendah, ingatlah ketika nabi Muhammad mengatakan ibu, ibu dalam hadis yang bisa kau cari sendiri.
Dan mengapa di neraka paling banyak kaum wanita? Di surga pun begitu. Karena apa? Wanita itu tercipta karena nafsu. Kaum wanitalah yang paling disanjung dalam Islam jika kau mengerti dengan penerimaanmu.
~
Sdr. Belumadajudul,
Tentang syarat adil dalam poligami, apakah saat isteri pertama dan anak-anak mereka terluka hati atas keputusan poligami sang suami/ayah, tidak masuk ranah keadilan? Bukankah ketika ayah, ibu, maupun anak-anak merasa bahagia, baru bisa disebut adil? Jika yang bahagia hanya ayah, bukankah tidak adil? Dengan demikian jelas poligami tidak akan pernah memenuhi unsur keadilan, bukan?
Saudaraku, bila kita hanya mengagungkan sosok ibu tanpa menghargai dan mengasihi isteri sebagai teman hidup yang sepadan dengan suami, apakah tindakan ini masih disebut menghargai derajat wanita? Apakah isteri bukan wanita sehingga tidak perlu dikasihi dan dihormati sama seperti kepada ibu? Bila kita sungguh menghormati ibu, tentu kita pun juga menghormati isteri kita karena mereka juga ibu dari anak-anak kita, bukan? Tentu mempoligami isteri bukan tindakan yang menghormati dia selaku wanita sekaligus ibu.
~
Yuli
~
Itu tidak benar. Anda jangan membaca ayat sepotong-sepotong. Yang ada, Anda salah mengartikan dan menasirkannya. Baca dulu dengan baik dan sampai selesai.
~
Sdr. Arun Ibnu Jarnuji,
Saat artikel diterbitkan, tentu saja penulis tidak akan membaca ayat-ayat Al-Quran secara sepotong tapi mengkaji dari keseluruhan isi Al-Quran. Selain untuk keefektifan penyajian artikel, penggalan-penggalan ayat yang tersaji justru merupakan inti penting dari ayat tsb sehingga sama sekali tidak mengubah makna dari keseluruhan isi ayat yang dimaksud.
Saudaraku, bukankah dengan kepesatan teknologi, setiap orang dapat mengakses isi ayat-ayat Al-Quran dengan mudah dan lengkap, baik kitab maupun Al-Quran elektronik? Maka kita tidak perlu terburu berprasangka buruk, khawatir bila disalahartikan. Sebab, semua orang dapat turut memeriksa kebenarannya, bukan?
Nah Sdr. Arun, bila Anda merasa ada ketidakbenaran dari isi artikel di atas, kiranya Anda dapat mengklarifikasikannya di sini, pada bagian mana serta bagaimana pengertian yang benar menurut Anda? Mari kita diskusikan bersama.
~
Yuli
~
Perjanjian Baru menyatakan bahwa perempuan tidak boleh berbicara, tidak boleh mengajar dan tidak boleh memerintah laki-laki, serta menyalahkan perempuan dalam kasus Adam dan Hawa:
Surat 1 Timotius 2:11-15
“Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan”.
~
Sdr. Lukito,
Sebelum menanggapi ayat Alkitab yang Anda angkat, kami ingin mengetahui bagaimana pandangan Anda atas ayat-ayat Al-Quran (Qs 4:20 dan Qs 4;34) yang dibahas dalam artikel. Apakah isi ayat-ayat tsb memberikan penghargaan yang baik bagi kaum wanita setara dengan kaum pria?
Tentang surat rasul Paulus dalam 1 Timotius 2:11-15, perintah ini tidak berlaku universal, melainkan sebagai nasihat atas situasi yang dihadapi jemaat yang sedang dibina Timotius (anak didik Paulus) waktu itu. Mereka sedang menghadapi pengajaran sesat dari luar, dan beberapa wanita anggota jemaat telah menjadi mangsanya. Maka, wanita dalam jemaat tsb tidak diizinkan mengajar agar pengaruh ajaran sesat yang mereka bawa tidak merusak pertumbuhan iman seluruh anggota jemaat.
Sdr. Lukito, sangat penting untuk memahami konteks bacaan apapun (termasuk Alkitab) supaya tidak salah tafsir. Itu sebabnya Anda perlu membaca Surat 1 dan 2 Timotius secara utuh untuk menangkap situasi yang terjadi saat surat tsb ditulis.
~
Yuli
~
Perjanjian Baru menyatakan bahwa perempuan harus memakai tutup kepala tapi laki-laki tidak usah memakai tutup kepala dan derajat perempuan lebih rendah daripada derajat laki-laki. Silakan baca Surat 1 Korintus 11:6-10.
~
Sdr. Lukito,
Sama prinsipnya dengan penjelasan kami sebelumnya, mari pahami lebih dulu konteks bacaan sebelum salah menafsirkannya.
Nasihat rasul Paulus dalam surat 1 Korintus 11:6-10 tidak lepas dari konteks budaya berpenampilan dan berpakaian pada masyarakat masa itu. Wanita asusila biasanya tidak bertudung. Sedangkan wanita berambut pendek masa itu adalah lesbian. Sebagai jemaat Tuhan yang harus memancarkan kemuliaan Tuhan, tentu Paulus dengan bijak menasihatkan agar mereka tidak menjadi batu sandungan bagi masyarakat di sekitarnya lewat penampilan mereka, bukan? Maka sekali lagi, nasihat Paulus tsb tidak bersifat universal, namun situasional sesuai dengan budaya yang berlaku saat itu.
~
Yuli
~
Perjanjian Baru menyatakan bahwa perempuan tidak boleh berbicara dalam gereja dan tidak boleh memimpin serta harus bertanya hanya kepada suami mereka:
Surat 1 Korintus 14: 34-35 (BIS)
“wanita harus diam pada waktu pertemuan jemaat. Mereka tidak diizinkan berbicara. Mereka tidak boleh memegang pimpinan; itu sesuai dengan hukum agama. Kalau mereka mau mengetahui sesuatu, mereka harus menanyakan itu kepada suami mereka di rumah. Sangat memalukan bila seorang wanita berbicara di dalam pertemuan jemaat”.
~
Sdr. Lukito,
Silakan baca ulang penjelasan kami pada kolom sebelumnya (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2017-04-19 18:22).
~
Yuli
~
Perjanjian Baru menyatakan bahwa laki-laki yang menikah dengan perempuan yang bercerai adalah pezinah:
Injil Matius 5:32
“Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
~
Sdr. Lukito,
Sabda Yesus (Isa Al-Masih) dalam Injil Matius 5:32 tentu saja tidak lepas dari prinsip firman Allah dalam Taurat, Kitab Kejadian 2:24, yaitu kesetiaan perkawinan monogami. Itu sebabnya dalam ayat lain Yesus bersabda: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Injil Matius 19:4-6).
Nah, ketika seseorang menceraikan pasangannya dan menikah dengan orang lain, tentu prinsip Allah tentang kesetiaan pernikahan sudah dilanggarnya, bukan? Bukankah inti perzinahan itu sendiri adalah pelanggaran kesetiaan berumahtangga?
Ohya Sdr. Lukito, kami masih menunggu tanggapan Anda atas isi Qs 4:20 dan Qs 4:34. Apakah ayat-ayat tsb menghargai wanita setara dengan pria?
~
Yuli
~
Tolong ayatnya dilengkapi secara utuh agar tidak salah persepsi (Qs An-Nisaa [4]:34). Anda hanya menampilkan ayat sepotong-sepotong sehingga menampilkan fitnah bagi umat Islam. Terimakasih.
~
Sdr. Takim,
Sebagaimana saran Anda, berikut kami kutipkan dengan lengkap bunyi ayat Qs 4:34
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan, sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka Wanita yang shaleh, ialah yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu kuatirkan nusyuz-nya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya, Allah Maha Tinggi, lagi Maha Besar”. .
Nah, bagaimana Saudaraku? Dengan terkutipnya Qs 4:34 secara lengkap, bagian mana dari isi artikel di atas yang menampilkan fitnah bagi umat Islam? Bukankah jelas ayat tsb mengizinkan suami memukul isterinya yang ia [u]khawatirkan[/u] nusyuz? Apakah kebijakan ini disebabkan karena kedudukan laki-laki dianggap lebih tinggi daripada wanita sehingga hanya dengan dasar “khawatir” tanpa disertai bukti faktual pun, suami diperbolehkan memukul isterinya? Bagaimana jika prasangka suami salah padahal isteri sudah terlanjur disakiti? Adakah ayat tsb mengantisipasi hal ini? Juga, andaikan prasangka suami benar, apakah isteri tidak ada bedanya dengan budak ataupun barang yang tidak punya perasaan sehingga layak dipukul oleh suaminya? Dengan demikian, apakah keliru ketika artikel di atas mempertanyakan ulang sejauh mana kitab Anda menghargai wanita?
~
Yuli
~
Islam mengajarkan untuk menghormati wanita:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali” (Qs Luqman [31]:14).
~
Sdr. Takim,
Kami pun sepakat dengan Anda bahwa kita semua harus menghormati ayah dan ibu (orangtua) kita. Sebab dalam Taurat pun Allah menghendakinya: “Hormatilah ayahmu dan ibumu …” (Taurat, Kitab Keluaran 20:12).
Namun, bagaimana dengan perintah untuk menghargai dan mengasihi isteri? Adakah Qs 31:14 sebagaimana Anda kutip memerintahkan suami agar menghargai isterinya? Tentu isteri dan ibu dari sang suami adalah dua orang berbeda meski keduanya wanita, bukan? Jika agama Anda sungguh menghargai wanita, bukankah sepatutnya perintah untuk menghargai dan mengasihi isteri yang juga wanita tercantum dalam kitabnya?
Lebih jauh lagi, apakah izin untuk memukul isteri (Qs 4:34) dan mempoligaminya/memadunya (Qs 4:3) dapat digolongkan sikap kasih dan penghargaan suami terhadap isterinya? Mari renungkan lebih dalam.
~
Yuli
~
Apakah kitab Anda menghargai wanita? Wanita dianggap najis.
Kitab Imamat15:19
“Apabila seorang perempuan mengeluarkan lelehan, dan lelehannya itu adalah darah dari auratnya, ia harus tujuh hari lamanya dalam cemar kainnya, dan setiap orang yang kena kepadanya, menjadi najis sampai matahari terbenam”.
~
Sdr. Halwi,
Ayat dalam kitab Imamat seperti yang Anda kutip di atas adalah peraturan Hukum Taurat yang diberikan kepada bangsa Israel sebelum Isa Al-Masih menyelesaikan karya keselamatan, yaitu penebusan manusia dari hukuman dosa. Ayat tsb memang ditujukan bagi perempuan pada masa itu. Namun Anda juga wajib memperhatikan ayat sebelumnya, yang juga ditujukan bagi pria di masa tsb:
“Apabila seorang laki-laki tertumpah maninya, ia harus membasuh seluruh tubuhnya dengan air dan ia menjadi najis sampai matahari terbenam” (Taurat, Kitab Imamat 15:16).
Dengan demikian, kutipan Kitab Imamat 15:19 tidak bisa Anda kaitkan dengan sejauh mana Alkitab menghargai wanita. Sebab Taurat pun memberlakukan hal yang sama terhadap pria. Bagaimana, Saudaraku? Kami harap Anda lebih jeli membaca Alkitab, bukan sekedar mengambil satu ayat tanpa mengerti konteks keseluruhan.
~
Yuli
~
Saya menampilkannya utu,h tidak seperti Anda yang menampilkan Al-Quran kami sepenggal-sepenggal.
Kitab Hakim-hakim 19:24
“Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda”.
Ini memberikan kesan laki-laki lebih berharga daripada anak wanita.
~
Sdr. Halwi,
Seperti halnya saran kami pada komentar Anda sebelumnya, silakan pelajari dulu konteks keseluruhan bacaan Alkitab sebelum Anda menyimpulkannya.
Untuk ayat Alkitab yang Anda kutip, silakan baca secara utuh kitab Hakim-hakim 19 mulai ayat 1 s/d 30. Anda dapat melihat bagaimana carut-marutnya situasi masyarakat Israel yang tidak taat kepada Allah pada waktu itu. Dengan demikian segala yang mereka pikirkan, putuskan, bahkan perbuat, semua dilandasi oleh keinginan diri yang telah tercemar dosa, bukan mengikuti kehendak Allah. Maka sekali lagi, amat ceroboh bila Anda mengaitkan ayat tsb dengan penghargaan Allah terhadap wanita.
~
Yuli
~
Apakah dalam Kristen tidak ada poligami? atau melarang poligami?
~
Saudara Farhan,
Allah tidak pernah memerintahkan umat-Nya untuk melakukan poligami. Karena itlah Isa Al-Masih melarang poligami. Isa mengajarkan pernikahan yang monogami. Jika ada umat Allah pada zaman dahulu yang melakukan poligami, itu adalah aturan yang dibuat manusia, bukan dari Allah.
Isa mengajarkan, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6). Isa mengajarkan pernikahan yang monogami dan sekali seumur hidu. Hanya mau yang bisa memisahkan. Seperti Allah menciptakan satu Adam hanya untuk satu Hawa. Demikianlah berlaku untuk keturunan Adam.
~
Noni