Memiliki keturunan adalah salah satu tujuan utama pernikahan. Meski demikian, tidak semua orang mendapatkan keturunan dengan mudah. Bahkan sebagian orang tidak bisa mendapatkannya.
Pengalaman sulit ini tentunya bukanlah hal yang menyenangkan. Beberapa pasangan bahkan memilih cerai karena tidak punya anak. Jika Anda sedang mengalami permasalahan ini, janganlah gegabah!
Ketahuilah solusi yang tepat agar pernikahan Anda tetap bahagia!
Kesaksian Ana Ketika Tidak Kunjung Mendapat Anak
Ana dan suaminya berencana akan memiliki anak segera setelah menikah. Setelah enam tahun menikah, mereka mulai merasa tidak ada harapan. Ana juga mengalami tujuh kali keguguran yang membuatnya takut mencoba lagi.
Selama enam tahun terakhir, Ana selalu menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa tidak cukup baik sehingga tidak bisa memiliki anak. Ana merasa tertekan, kesepian, kehilangan, sakit hati bahkan marah. Hal itu membuatnya sulit untuk percaya kepada Allah.
Allah memberikan ujian bukan supaya kita membenci-Nya. Ia memiliki rencana lain dalam hidup kita. Apakah itu?
Anak Adalah Anugerah Allah
Semua agama percaya bahwa anak adalah berkah dari Allah. Ia berkehendak untuk menganugerahkannya atau tidak. Tidak ada rencana Allah yang jahat.
Allah memberikan mandat kepada manusia untuk beranak-cucu. Namun, ketika seseorang tidak dianugerahkan keturunan, bukan berarti Allah ingin ia menderita. Kemandulan bukanlah sebuah hukuman dari Allah.
Bagi Allah, baik orang subur ataupun mandul, semuanya berharga dimata-Nya. “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau” (Taurat, Kitab Nabi Yesaya 43:4).
Pandangan Islam Mengenai Memiliki Keturunan
Anak-anak Muslim akan menjadi penerus agama Islam. Maka dari itu, Islam menyarankan kepada pria Mukmin: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak . . .” (Hadis, Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik).
Bagaimanapun juga, tidak semua orang mendapatkan karunia itu dari Allah. Islam menghalalkan pasangan cerai karena tidak punya anak. Tentunya berdasarkan syarat-syarat dalam ajaran Islam.
“. . . Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, pernah mengutus seseorang sebagai petugas zakat di daerah tertentu. Ternyata dia menikah dengan wanita di daerah itu, padahal dia mandul. Umar-pun bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu sudah memberi tahu istrimu bahwa kamu mandul, tidak bisa punya anak?’ ‘Belum’ Jawab orang ini. Umar menasehatkan, ‘Sampaikan kepadanya bahwa kamu mandul, kemudian berikan hak pilih untuknya’” (Mushannaf Abdur Razaq, no. 10347).
Adakah solusi yang lebih baik dari cerai karena tidak punya anak?
Solusi yang Lebih Baik daripada Bercerai
Cerai karena tidak punya anak bukanlah kehendak Allah. Mengasihi pasangan dengan setia sebenarnya lebih penting daripada mempunyai keturunan.
Setiap orang berharga di mata Allah, termasuk pasangan kita. Melindungi pasangan dan bersama-sama memikirkan solusinya adalah langkah terbaik. Itupun jauh lebih baik daripada bercerai.
Pernikahan yang tidak dikaruniai anak, terkadang menimbulkan dampak negatif. Anda maupun pasangan mungkin sangat kecewa terhadap situasi ini. Sehingga, di saat seperti inilah Anda harus menunjukkan kasih kepada satu sama lain.
Meninggalkan pasangan Anda dalam kondisi ini menunjukkan ketidak-hormatan kepadanya. Itu juga menunjukkan bahwa kasih Anda kepada pasangan tidak apa adanya. Anda sudah memperlakukannya seperti benda.
Allah tidak melarang manusia untuk mengusahakan pengobatan. Lakukanlah diskusi dengan dokter kandungan untuk mengetahui letak masalahnya. Misalnya sering soalnya terletak dengan pria karena kurang sperma. Selain itu, Anda juga bisa mulai memikirkan untuk mengadopsi anak.
Bukan perpisahan yang kita harapkan dalam keadaan ini. Justru dukunganlah yang bisa membantu kita bangkit kembali.
Allah Memampukan Manusia Melewati Ujian
Ujian dalam kehidupan kita mungkin memunculkan pemikiran bahwa Allah meninggalkan kita. Namun, “. . . Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Injil, Surat Roma 8:28).
Allah sangat mengasihi Anda. Ia tidak mungkin merencanakan penderitaan kepada Anda. Justru Ia mengundang Anda dan pasangan. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil, Rasul Besar Matius 11:28).
Kemandulan memanglah sebuah beban yang berat. Namun, dosa juga bisa membawa penderitaan bagi kita. Untung, Isa telah menderita dan mati untuk dosa kita.
Isa mengerti penderitaan kita. Ia telah terlebih dahulu menderita karena dosa kita. Ia mau menanggung kesusahan kita sehingga kita dapat merasakan kelegaan.
Maka, penuhilah undangan Isa Al-Masih ini. Dia akan mengangkat beban Anda. Lagi, lebih penting lagi, Ia akan menanggung beban dosa Anda, supaya Anda menerima hidup kekal. Mengimani dan menjadi pengikut Isa Al-Masih hari ini!
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Pandangan Islam Dan Kristen Perihal Anak Dalam Pernikahan
- Bagaimana Ajaran Pernikahan dan Perceraian Dalam Al-Quran dan Injil?
- Hukum Adopsi Anak Menurut Islam: Haram atau Halal?
Video:
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Saudara, apakah yang terutama dalam sebuah pernikahan?
- Apakah Saudara akan memilih perceraian sebagai solusi dari kemandulan pasangan Saudara? Mengapa?
- Menurut Saudara, apakah jalan keluar terbaik ketika mendapati bahwa Saudara maupun pasangan belum/tidak bisa memiliki anak?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*****
Jawaban atas fokus pertanyaan:
1) Mengapa Anda masih bertanya hal ini pada orang Islam? Bukankah Alkitab Anda sendiri sudah memerintahkan manusia untuk beranak pinak memenuhi bumi? Anak adalah amanat dan cobaan dari Allah. Islam tidak mengajarkan umatnya beranak banyak secara kuantitas, tetapi bagaimana mengelola amanat dan cobaan yang diberikan Allah padanya dengan baik semaksimal mungkin. Itulah yang akan dipertanggungjawabkan.
2) Setuju jika ada salah satu pihak (atau dua-duanya) yang tidak ridha dengan keadaan itu. Karena sesuatu yang dibangun dengan dasar ketidakridhaan akan kehilangan berkahnya. Sebaliknya, kalau sama-sa a ridha, untuk apa bercerai?
3) Tidak mengajarkan tetapi membolehkan. Disebut apa? Konsistensi?
~
Sdr. Ata,
Terlimakasih telah berpartisipasi menjawab pertanyaan fokus. Berikut tanggapan kami:
#1: Kami menanyakannya berdasarkan hadits “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak … ”. Jika anak adalah amanat Allah, di manakah hubungan antara mengelola amanat Allah dengan anjuran beranak banyak? Bukankah kita tidak bisa memaksa Allah memberi anak banyak sedangkan kita tidak tahu seberapa sanggup mengelola amanat-Nya?
#2: Siapa penguasa kehidupan? Kita sendiri, atau Allah? Jika segala hal bergantung pada keridhaan kita, apakah kita hendak mengabaikan keridhaan Allah? Contoh: Bagaimana jika istri ingin bercerai karena ia tidak ridha dengan lemahnya perekonomian suami? Bukankah menurut Anda “…sesuatu yang dibangun dengan dasar ketidakridhaan akan kehilangan berkahnya” ?Maka, tidak konsisten bila Anda menuduh sang istri durhaka karena tidak setia pada komitmen pernikahan, bukan? Demikian juga dengan anak. Jika Allah belum ridha mengaruniakannya, tidak ada alasan bercerai (melanggar kesetiaan komitmen pernikahan) karena tidak ridha dengan kehendak Allah.
#3: Jika Islam mengakui Injil adalah petunjuk bagi orang bertakwa (Qs 5:46), mengapa ayat Injil “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6) Anda abaikan?
~
Yuli
~
Sdr Yuli,
#1: Maknanya jelas: dengan semakin banyak anak, makin banyak pendukung (yang berkualitas iman tentunya), maka Islam akan semakin berkibar. Jika Muslim lemah, maka akan mudah ditindas oleh pihak-pihak yang menentangnya. Logis sekali alasannya.
#2: Saya tidak paham maksud tulisan anda.
Pilih mana yang terbaik, membela rumah tangga yang sudah bercita rasa neraka, atau menghindarkan jatuh ke maksiat?
#3: Apa yang dipersatukan Tuhan, tidak bisa diceraikan manusia. Kalau bisa diceraikan manusia, hakikatnya Tuhan juga memberi ijin untuk memisahkan meraka. Bukankah tidak ada kejadian yang bisa terjadi tanpa ijin Tuhan?
~
Sdr. Ata,
Terimakasih atas tanggapan Anda.
#1: Kini makin jelas, perintah siapakah agar Muslim beranak banyak? Perintah Allah, atau pendiri Islam yang takut kekuasaannya runtuh? Jika suatu ajaran berasal dari Allah, Allah pasti melestarikannya, bukan? Tanpa harus dianjurkan beranak banyak pun, Allah pasti mengaruniakannya.
#2: Anda bukannya tidak paham maksud kami. Dengan pertanyaan balik yang Anda ajukan, justru menampakkan keengganan menaati ridha Allah. Ridha Allah jelas: kesetiaan komitmen pernikahan (Injil Matius 19:6).
#3: Anda lupa bahwa Allah memberi kehendak bebas kepada kita. Anda bukanlah robot. Allah sudah memberitahukan rambu-rambu beserta akibatnya. Jika manusia memutuskan melanggarnya, ini adalah kehendak bebasnya, bukan karena Allah meridhoi keputusannya. Maka, manusia harus siap dengan segala akibat buruknya.
~
Yuli
~
Muslim menganggap istri sebagai mesin pencetak anak, sedangkan Kristen menganggap istri sebagai partner atau pasangan hidup.
~
Sdr. Kb,
Terimakasih untuk tanggapan Anda.
Maka, jika kita menghormati dan menaati firman Allah yang menyatakan bahwa istri adalah penolong yang sepadan bagi suami (Taurat, Kitab Kejadian 2:18), keutuhan sekaligus kesejahteraan keluarga akan selalu terjaga, entah ada karunia anak ataupun tidak bagi keluarga tsb.
~
Yuli
~
Ternyata Yesus sendiri tidak memiliki solusi bagi pasangan yang tidak berketurunan.
~
Sdr. Gandhi Waluyan,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Apakah Anda sudah memastikan kebenaran kesimpulan yang Anda ambil? Pada artikel kami lainnya, Alkitab membahas tentang adopsi anak. Bukankah ini solusi yang sangat bijak bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan? Sayangnya, tindakan mulia ini justru tidak dijadikan solusi dalam agama Anda. Alasannya cukup menarik, bisa kita kaji lewat link artikel ini: https://tinyurl.com/y9kwlpzu.
Lalu, solusi seperti apa yang Anda harapkan? Apakah perceraian atau poligami dapat mengatasinya? Jika sebuah “solusi” merusak norma-norma lainnya, apakah masih layak disebut solusi? Bukankah semakin memperumit masalah? Bagaimana, Saudaraku?
~
Yuli