Saya mempunyai seorang teman wanita. Ketika remaja ia diperkosa oleh teman prianya. Kejadian tersebut membuat dia sangat terpukul. Merasa harga dirinya hilang dan masa depannya rusak. Sayangnya hukum agama seperti tidak perduli dengan perasaan yang menjadi korban perkosaan wanita. Hukum agama tidak membelanya sebagai korban. Sebaliknya, justru diberi sanksi yang sangat berat.
Umat Kristen dan Islam, terutama pria, perlu mengetahui bagaimana Hukum Allah memperlakukan seorang perzinah. Sehingga dengan demikian, Anda dapat lebih menghargai wanita.
Zinah dan Perkosaan Berbeda!
Perzinahan dan perkosaan adalah dua hal yang berbeda. Zinah adalah hubungan suami isteri yang dilakukan oleh pria dan wanita, dimana mereka bukanlah pasangan suami-isteri yang sah. Sedangkan perkosaan adalah hubungan intim yang terjadi secara paksa. Biasanya yang melakukan pemaksaan adalah pria.
Dengan kata lain, dalam perzinahan jelas si pria dan wanita salah. Dan kedua-duanya layak mendapat hukuman. Sedangkan dalam kasus perkosaan, tentu si pemaksalah yang salah. Dan dia patut dihukum.
Tapi bila kita membaca Al-Quran, sepertinya baik hukum perzinah maupun korban perkosaan wanita, seluruhnya menjadi tanggung-jawab wanita.
Hukum Islam: Wanita Bersalah, Pria Tidak!
Al-Quran menuliskan, “Dan sesiapa yang melakukan perbuatan keji (zina) di antara perempuan-perempuan kamu, maka carilah empat orang lelaki di antara kamu yang menjadi saksi terhadap perbuatan mereka. Kemudian kalau keterangan-keterangan saksi itu mengesahkan perbuatan tersebut, maka kurunglah mereka (perempuan yang berzina itu) dalam rumah hingga mereka sampai ajal matinya, …” (Qs 4:15).
Ayat di atas hanya berbicara tentang hukuman dan bagaimana menentukan seorang wanita ditetapkan bersalah atau tidak. Walau sebenarnya agak membingungkan. Bagaimana mungkin korban perkosaan wanita dapat menghadirkan saksi mata empat orang pria, yang melihat peristiwa tersebut secara bersamaan?
Pandangan Isa Terhadap Wanita Berzinah
Kitab Suci Injil mencatat satu kisah tentang seorang wanita yang tertangkap basah sedang berzinah. Sesuai hukum saat itu, wanita ini harus dilempari batu. Namun dalam peristiwa ini Isa Al-Masih menentang keras hukuman yang tidak adil. Maksud dari Isa, agar mereka tidak menghakimi sesama manusia karena penghakiman itu adalah hak Allah.
Isa Al-Masih bersabda, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:4-7).
Namun, Isa Al-Masih tidak membenarkan dosa perzinahan. Jangankan melakukan zinah, memandang perempuan serta menginginkannya dalam hati saja sudah melakukan dosa zinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: “Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Injil, Rasul Besar Matius 5:28).
Lebih lanjut Kitab Allah menjelaskan, tidak ada seorangpun yang berani melempari wanita itu. Mengapa? Karena pada dasarnya semua orang adalah orang yang berdosa.
Isa Al-Masih, Sang Hakim Adil
Jelas tidak ada seorangpun manusia di dunia ini yang luput dari dosa. Itu sebabnya seseorang tidak berhak memberi penghakiman atas dosa yang dilakukan orang lain. Karena dia pun seorang pendosa. Sebab, bagaimana mungkin seorang pendosa menghakimi dosa sesamanya?
Kuasa penghakiman dari Allah terhadap manusia ada pada Isa Al-Masih. Itu sebabnya baik umat Islam mau Kristen percaya, pada akhir zaman Isa Al-Masih akan datang ke dunia sebagai Hakim Adil. Sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci Allah, “Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman-Mu” (Injil, Kitab Wawhyu 15:4).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Dalam Al-Quran mengapa Allah memberikan hukuman perzinahan yang tidak sama antara pria dan perempuan? Jelaskan pendapat Saudara!
- Apa penyebab seorang wanita yang jatuh dalam dosa perzinah merasa putus asa. Berikan pendapat Saudara!
- Menurut Saudara adakah dosa yang terlalu besar sehingga tidak dapat diampuni? Berikan penjelasannya Saudara
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Korban Perkosaan Wanita Islam Dihukum Mati, Pemerkosa Tetap Hidup”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*
Dalam Al-Quran mengapa Allah memberikan hukuman perzinahan yang tidak sama antara pria dan perempuan? Jelaskan pendapat Saudara!
Sebelum Islam datang, orang-orang Arab berada dalam kondisi jahiliyah. Jahiliyah di sini bukan berarti mereka tidak cerdas. Justru mereka sangat maju dalam bidang bisnis dan perdagangan. Banyak juga dari mereka yang pandai membuat syi’ir. Yang dimaksud dengan jahiliyah adalah jauhnya mereka dari ajaran Islam. Salah satu bentuk kejahiliyahan mereka adalah melegalkan zina. Bahkan ada jenis pernikahan dengan 10 orang lelaki menikahi 1 perempuan. Mereka berundi untuk menentukan mana yang lebih dulu menikmati perempuan tersebut. Maka setelah Islam datang, semua ini diharamkan oleh Allah. Bagi orang yang melanggar, yaitu dia tetap melakukan zina, maka hukumannya adalah dikurung seumur hidup di dalam rumah atau sampai Allah memberi jalan keluar yang lainnya. Ayat ini turun pada awal-awal Islam.
Allah berfirman, kita juga harus mengimani kitab-kitab terdahulu, yaitu Injil & Taurat. Kita harus meneladani sifat-sifat rasul terdahulu seperti adanya Perjanjian Baru, namun kita juga tidak boleh lupa dengan Perjanjian Lama.
*
Sdr. Michael Angelo,
Terimakasih untuk partisipasi Anda menjawab salah satu pertanyaan fokus.
Sayangnya, jawaban Anda belum menjawab “Mengapa Allah memberikan [u]hukuman perzinahan yang tidak sama antara pria dan perempuan[/u] dalam Al-Quran?”
Sebaliknya, jika Anda sunguh menerapkan saran untuk mengimani Injil dan Taurat, sudahkah Anda membaca keduanya yang telah ada 2150 tahun (Taurat) dan 700 tahun (Injil) sebelum Al-Quran terbit? Berbeda dengan Al-Quran, Taurat dan Injil memperlakukan baik pria maupun wanita setara karena keduanya sama-sama manusia yang diciptakan secitra dengan Allah (Taurat, Kitab Kejadian 1:27).
Lebih jauh,Taurat dan Injil sama-sama menegaskan kehendak Allah sejak semula, yaitu kesetiaan perkawinan monogami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Matius 19:4-6). Maka, sangat aneh bila kemudian Al-Quran seperti yang Anda terangkan hanya melarang zinah dan poliandri (satu istri banyak suami), sementara poligami (satu suami banyak istri) justru tetap dilegalkan. Tidakkah ini makin menguatkan bahwa Al-Quran tidak sejalan dengan firman Allah dalam Taurat dan Injil karena tidak memberikan keadilan yang setara antara pria-wanita?
~
Yuli
~
Dear Admin,
Ayat d iatas memang menerangkan jika perempuan yang berzinah bukan diperkosa. Saya kutip dari surah An-Nuur ayat 64 yang artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. Tentunya hal ini harus melalui pengadilan, maka harus ada saksi.
Jika diperkosa, maka tidak ada hukuman.
”… Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs. 6: 145).
~
Sdr. Lucky,
Terimakasih untuk komentar Anda atas ayat Qs 4:15. Namun, silakan baca ulang surah An-Nuur ayat 64 yang Anda referensikan. Isinya tidak sama dengan yang Anda tulis. Yang benar bukan ayat 64, melainkan ayat 2. Nah, jika kedua ayat ini ditujukan untuk kasus zinah, mengapa info hukumannya berbeda? Manakah yang berlaku? Dan lagi, jika kedua ayat ini hanya membahas zinah bukannya perkosaan, manakah ayat Al-Quran yang menindak kasus perkosaan?
Hal sangat ganjil dari argumentasi Anda justru ketika Qs 6:145 Anda jadikan dalil untuk kasus perkosaan dimana tidak ada hukuman untuk tindak kejahatan seksual yang keji tsb. Sangat aneh, bukan? Di mana letak keadilan Allah jika perzinahan mendapat hukuman sedangkan perkosaan justru dilegalkan? Bukankah keduanya sama-sama tidak bermoral? Lebih jauh, apakah perkosaan dapat dikategorikan “tidak (pula) melampaui batas” seperti tertera pada ayat tsb? Ketika kehormatan seorang wanita dirampas, tidakkah ini melanggar batas? Ada baiknya Anda baca ulang secara lengkap Qs 6:145.
~
Yuli
~
Perzinahan, perkosaan, adalah perbuatan yang dibenci Allah walaupun ada hukuman jasmaniah bagi kedua pasangan, seperti didera atau dicambuk dalam ajaran Islam. Apakah dengan siksaan sedemikan bisa membebaskan dosa zinah mereka?
Jika kita baca surah An-Nuur ayat 64 dimana Allah SWT Maha Penyayang dan Pengampun menyebutkan jangan berbelas kasihan kepada mereka, maka Isa Al-Masih di dalam Injil justru berkata: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:7). Hanya dalam Isa Al-Masih, dosa sebesar apapun mendapat solusi pembebasan daripada-Nya.
~
Ya, Anda benar Sdri. Mimie!
Ajaran agung Isa Al-Masih melampaui segala aturan yang dapat dibuat manusia yang tidak sempurna. Jika Al-Quran hanya memberikan hukuman fisik bagi para pelaku zinah dengan harapan mereka jera, kenyataannya ikatan kuasa dosa kenajisan tidak bisa lepas dari hati seseorang. Kalaupun tidak muncul dalam perilaku karena takut hukuman, bibit kenajisan ini tetap berkobar di hati dan sewaktu-waktu muncul lagi dalam tindakan bila ada kesempatan.
Lebih dari itu semua, Isa Al-Masih memberikan jalan keluar degan mencabut akar dosa melalui pengampunan-Nya bagi orang berdosa yang seharusnya tidak layak mereka terima. Dengan dasar anugerah pengampunan Allah inilah, manusia justru dengan penuh cinta dan ketaatan berbalik dari dosa-dosanya, mempersembahkan hidupnya bagi kemuliaan Allah.
~
Yuli
~
Alkitab Kristen menuliskan: “Tetapi jikalau di padang laki-laki itu bertemu dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu tidur dengan dia, maka hanyalah laki-laki yang tidur dengan gadis itu yang harus mati” (Taurat, Kitab Ulangan 22:25).
“Apabila seseorang bertemu dengan seorang gadis, yang masih perawan dan belum bertunangan, memaksa gadis itu tidur dengan dia, dan keduanya kedapatan– maka haruslah laki-laki yang sudah tidur dengan gadis itu memberikan lima puluh syikal perak kepada ayah gadis itu, dan gadis itu haruslah menjadi isterinya, sebab laki-laki itu telah memperkosa dia; selama hidupnya tidak boleh laki-laki itu menyuruh dia pergi” (Taurat, Kitab Ulangan 22:28-29).
Enak ya, jadi pemerkosa bagi laki-laki menurut Alkitab. Yang kasihan adalah perempuannya karena sudah diperkosa, harus menikah dengan sang pemerkosa.
~
Sdr. Abu Shakura,
Mudah-mudahan Anda menyadari bahwa kitab Ulangan adalah salah satu Kitab Taurat yang juga Muslim agungkan sebagai firman Allah (Qs 5:46).
Justru lewat Kitab Ulangan yang Anda kutip, kita dapat melihat keagungan kasih Allah dalam menangani kasus perkosaan secara bijak, tidak seperti Al-Quran, kitab Anda.
Mari, baca ulang kitab Ulangan 22:13-30. Tema besarnya: Allah itu kudus, maka umat-Nya harus menghormati kekudusan pernikahan. Pada ayat 25 yang Anda kutip, gadis yang telah bertunangan diperkosa oleh pria. Maka pria tsb harus dihukum mati karena “… ia menyerang sesamanya manusia …” (ayat 26). Sedangkan si korban wanita yang telah bertunangan dengan lelaki lain tidak perlu dihukum. Nama baiknya tetap terlindungi, dan ia masih bisa meneruskan pernikahan dengan tunangannya.
Tapi, ayat 28-29 beda kasus. Gadis korban perkosaan ini belum bertunangan dengan siapapun. Maka sangat tidak adil bagi gadis ini jika sang pemerkosa dihukum mati. Sebab seumur hidupnya, si gadis menanggung aib tanpa ada seorangpun yang menikahinya. Justru dengan [u]mengharuskan sang pemerkosa menikahi si gadis seumur hidup tanpa boleh menceraikannya[/u], Allah menyelamatkan masa depan si gadis sekaligus memberi pelajaran berharga bagi si pemerkosa.
Kini, bandingkan dengan Al-Quran Anda. Tidak dibedakan apakah zinah atau perkosaan (yang seharusnya berbeda jauh dan menentukan kewibawaan keadilan hukum itu sendiri), pria wanita sama-sama dihukum fisik tanpa memberikan solusi yang bijak bagi masa depan mereka selanjutnya.
Nyata bukan, bahwa Alkitab sungguh-sungguh firman Allah karena mencerminkan keagungan kebijaksanaan-Nya?
~
Yuli
~
Bismillahirrohmaniirrohim….
Kristen sering sekali menuduh Islam membela pemerkosa berdasarkan firman Allah SWT berikut :
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka orang menuduh itu) delapan puluh kali dera …”(Qs 24:4).
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar” (Qs 24:6).
Mana bagian ayat yang mengatakan jika wanita diperkosa tidak ada empat saksi, akan dianggap pezinah? Di sana dijelaskan tentang harus adanya emapt saksi untuk menuduh wanita baik-baik berzinah.
Tentu saja kasusnya berbeda dengan wanita yang diperkosa. Sejak kapan wanita korban perkosaan sama dengan pezinah? Wanita korban perkosaan tidak mungkin dihukum.
~
Sdr. Abu Shakura,
Anda perlu menjawab dengan lugas dua pertanyaan sederhana kami:
1) Jika Al-Quran membedakan kasus perzinahan dan perkosaan, silakan Anda tunjukkan ayat Al-Quran mana yang menuliskan secara khusus hukum perkosaan?
2) Jika Anda meyakini korban perkosaan tidak mendapat hukuman, silakan Anda tunjukkan ayat Al-Quran manakah yang menuliskannya?
Saudaraku, bukankah dalam kitab Anda tidak pernah diangkat dengan jelas masalah perkosaan pria terhadap wanita dimana wanita [u]dipaksa[/u] oleh kebiadaban pria? Apa yang dalam masyarakat beradab dikategorikan perkosaan, oleh kitab Anda hanya dianggap perzinahan belaka sehingga syarat hukumnyapun tetap memberatkan wanita si korban, yaitu harus adanya empat orang saksi laki-laki.
Maka, tidak salah bagi masyarakat non-Muslim bila mereka memandang Qs 24:4 dan Qs 24:6 menjadi acuan bagi hukum Islam baik bagi kasus perzinahan maupun perkosaan. Bukankah Muslim sendiripun mengamininya?
~
Yuli
~
Abu Shakura,
Saya sangat yakin bahwa Islam benar-benar bukanlah kepercayaan yang dasarnya adalah kepercayaan Abraham, yang berlanjut pada Ishak, Yakub, dan nabi Musa, serta para nabi sampai nabi terakhir yaitu Yahya Pembabtis bin Zakaria. Yahya Pembabtis nabi terakhir sekaligus saksi nyata bahwa Isa Al-Masih adalah Al-Masih (Mesias) yang telah dinubuatkan oleh Allah sejak Abraham sampai Yahya Pembabtis itu sendiri.
Fakta yang ada dalam perjalanan rencana Allah untuk keselamatan manusia berawal dari Abraham, yang semuanya dipikulkan kepada bangsa Israel supaya dari bangsa tsb, bangsa-bangsa lain turut mengenal Allah yang benar. Jadi mengapa Abu Shakura melecehkan nabi Musa dengan kitab Taurat Ulangan 22:25?
~
Terimakasih Sdr. Boas atas penjelasan singkat Anda kepada Sdr. Abu Shakura.
Bukan hanya Sdr. Abu Shakura, melainkan semua rekan Muslim belum paham mengenai rencana keselamatan Allah melalui wahyu-Nya kepada Abraham (Ibrahim), Ishak, dan Yakub (Israel) yang melahirkan bangsa dimana nabi besar Musa dengan kitab Taurat Allah pada akhirnya mewahyukan Isa Sang Mesias sebagai penggenap rencana keselamatan Allah itu.
Kesadaran Muslim hanya sebatas mengamini Taurat sebagai firman Allah (Qs 5:46), namun tidak pernah mengetahui isinya, bahkan justru melecehkannya. Padahal, jika bersedia membacanya, maka kebenaran Allah yang memerdekakan hidup mereka akan tersingkap di sana. Untuk itu, kami undang siapapun kita, mari belajar menyelidiki Alkitab, bukan sekedar menebak-nebak isinya. Artikel berikut dapat membantu kita: http://tinyurl.com/cwt5kny.
~
Yuli
~
Bismillah ir-Rahman ir-Rahim
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Qs 31:13).
“Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. 4:48).
Semoga Allah membukakan hati dan pikiran kita untuk menerima kebenaran-Nya.
Mohon juga beri penjelasan / bukti:
Apakah ada orang yang hafal seluruh isi AlKitab?
Kalau Al-Quran sudah terbukti, bahkan anak kecil 1.5 tahun sudah hafal Al-Qur’an.
~
Sdr. Otoya,
Dari dua ayat Al-Quran yang Anda tuliskan, silakan Anda terangkan apa keterkaitannya dengan isi artikel di atas?
Selain itu, apa keterkaitan antara menghafal Al-Quran dengan bukti bahwa Al-Quran adalah firman Allah? Tahukah Anda bahwa seluruh isi Al-Quran jauh lebih singkat daripada isi Alkitab? Jadi, sangat wajar bila Al-Quran lebih mudah dihafal.
Saudaraku, menelaah sebuah kitab apakah berisi firman Allah atau tidak bukan dilihat dari sanggup tidaknya dihafal, tapi dari isi yang terkandung pada kitab itu sendiri. Jika bertentangan dengan kasih, moralitas, logika, dan kebenaran sebagai sifat melekat dari Allah Sang Firman, maka isinya bukan firman Allah. Nah, artikel di atas membantu Anda menelaahnya dengan kejernihan akal dan nurani.
~
Yuli
~
Bismillah ir-Rahman ir-Rahim
Mohon tidak melihat singkat atau panjangnya sebuah kitab suci. Yang lebih penting adalah kemurniannya. Dalam Al Qur’an, Allah menjamin kemurniannya dalam Qs 15 :9: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya”.
Dalam Alkitab apakah ada jaminan?
Semoga kita dimudahkan menemukan kebenaran yang hakiki. Amin.
~
Sdr. Otaya,
Jika tolok ukur firman Allah adalah kemurnian isinya, lalu apa kaitannya dengan Al-Quran dihafal oleh banyak orang? Bukankah sekedar menghafal (tanpa tahu maknanya) tidak berdampak apapun? Sebaliknya, saat sebuah kitab dipahami baik-baik isinya dan mengubah total kehidupan seseorang ke arah yang baik, maka kitab tsb punya kuasa firman Allah yang hidup, yang mampu mengubah hati seseorang. Ini telah dibuktikan Alkitab.
Tentang Qs 15:9, bukankah Al-Quran mengakui Taurat dan Injil firman Allah (Qs 5:46)? Maka seharusnya, Allah yang sama memelihara kemurnian Taurat dan Injil, bukan? Anehnya, Muslim menganggap yang Allah jaga hanyalah Al-Quran. Jika demikian, tentu Allah versi Al-Quran tidak Maha Kuasa menjaga firman-firman terdahulu-Nya sehingga perlu menurunkan Al-Quran untuk merevisinya, bukan? Sangat ironis.
Sebaliknya, mari perhatikan ayat Alkitab berikut:
“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Injil, Rasul Besar Matius 24:35).
~
Yuli
~
Astagfirullah… Orang Kristen kafir najis bicara tentang Islam? Beginilah jadinya. Peremehan, sinisme, dan penghinaan terhadap ajaran Islam yang suci dan mulia berkedok dialog. Kalian memang kafir najis!
Kalian tidak terima disebut najis?! Ketahuilah, Allah sendirilah yang menyatakan bahwa kalian orang-orang kafir najis. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang kafir musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil haram sesudah tahun ini” (Al-Quran surah At-Taubah ayat 28).
~
Sdr. Ibnu Lahm,
Jika ajaran Islam suci dan mulia seperti pendapat Anda, mengapa Al-Quran tidak membedakan tindak perzinahan dan perkosaan sehingga para wanita korban perkosaan tidak mendapatkan keadilan kecuali ia bisa mendatangkan empat orang pria sebagai saksi mata?
~
Yuli
~
Salam,
Urusilah masalah Anda sendiri. Masih banyak bukan saudara atau kerabat Anda yang mempunyai masalah dan membutuhkan Anda? Dan mungkin Anda sendiri mempunyai banyak masalah. Dari pada Anda membuang waktu berargumentasi dengan Muslim yang saya yakin Anda tidak akan mau mengalah sampai Muslim yang mengalah.
Bila memang yang Anda inginkan di sini adalah agar orang-orang yang tidak sengaja menekan iklan website Anda membaca sebuah artikel yang saya yakin berisi penghasutan tidak berguna ini, lebih baik Anda mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada Muslim yang benar-benar ahli dan memang sering menjawab pertanyaan dari kafir seperti Anda. Karena saya pikir, orang-orang yang berkomentar di sini pun ilmunya masih sedikit. Jadi, urusilah urusanmu sendiri.
~
Sdr. Nur,
Terimakasih untuk opini yang Anda berikan.
Karena di sini Anda menganggap kami kafir, menandakan bahwa Anda seorang Muslim yang sangat taat dan ahli dalam urusan keagamaan, bukan? Maka, sesuai dengan saran Anda agar kami menanyakan persoalan kemanusiaan dan moralitas yang sangat penting sehubungan dengan ajaran agama Anda sebagaimana isi artikel, kami menunggu klarifikasi Anda mengenai hal ini. Bukankah ajaran non-kafir yang mengklaim dirinya “berserah kepada Allah” seharusnya selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan sebagaimana Allah yang Anda sembah adalah Maha Benar dan Maha Adil? Lalu, bagaimana Anda menjelaskan ketidaksinkronan ini?
Tentu sebagai orang non-kafir, Anda seharusnya tidak menutup mata terhadap ketidakadilan dan pelanggaran moralitas, bukan? Bukankah untuk tujuan mulia hidup kita ini diabdikan, yaitu untuk keadilan dan kebenaran?
~
Yuli
~
Jadilah seorang Muslim yang sejati. Wahai para penyesat orang banyak, sesungguhnya kalau kalian telah masuk dalam Islam, maka kalian akan menjadi manusia yang sesungguhnya dan tidak akan lagi disebut sebagai domba yang mempertuhankan manusia seperti keyakinan kalian selama ini. Tapi akan mengenal Tuhan yang sesungguhnya, yaitu Maha Pencipta dan tidak ada sesuatu apapun mahluk yang setara dengan-N.ya
~
Sdr. Manusia Biasa,
Tuhan Pencipta seperti apakah yang Anda maksudkan? Apakah Tuhan Pencipta yang tidak adil memperlakukan umat ciptaan-Nya dengan menguntungkan pihak pria dan merugikan kaum wanita dalam kasus perkosaan seperti isi artikel di atas? Jika “Tuhan” seperti itu yang kita sembah, maka kita tidak lagi menjadi manusia mulia berakhlak baik dan adil sebagaimana Allah Sang Pencipta adalah Maha Mulia dan Maha Adil.
Mempertuhankan manusia sama sekali tidak diajarkan dalam Alkitab, firman Allah. Isa Al-Masih disembah karena Ia adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia, bukan sebaliknya karena hal tersebut mustahil. Justru yang sangat ganjil adalah ketika seorang manusia yang dianggap sebagai nabi dan rasulullah, kedudukannya disetarakan dengan Tuhan karena harus diimani dan diteladani segala tindak tanduknya meskipun jelas menentang standard keluhuran moralitas yang telah Allah tetapkan dalam kitab suci Allah terdahulu.
~
Yuli
~
Saudara jangan salah paham. Maksud ayat di atas adalah untuk membela wanita-wanita yang baik yang dituduh melakukan zinah namun dia tidak melakukannya. Sebab itu dikehendaki 4 orang saksi untuk membuktikan tuduhan zinah tersebut.
Dalam Islam, sekiranya terjadi perzinahan, maka keduaya patut dihukum. Sebaliknya kalau perkosaan hanya lelaki saja yang dihukum.
Dalam merujuk Al-Quran hendaklah Saudara merujuk kepada orang-orang yang pakar. Kalau tidak akan berlaku banyak salah faham.
~
Sdr. Muslim,
Terimakasih atas komentar Anda.
Apa yang Anda sampaikan benar bila diterapkan pada kasus perzinahan. Namun, bagaimana dengan kasus perkosaan terhadap wanita? Adakah ayat Al-Quran yang merujuknya? Tidak ada, bukan? Padahal ada perbedaan besar diantara keduanya. Itulah sebabnya ayat Al-Quran yang sama (Qs 4:15) dijadikan rujukan baik untuk kasus perzinahan maupun perkosaan.
Nah, inilah yang menjadi masalah besar. Kenyataannya, sangat sulit bagi seorang wanita korban perkosaan menghadirkan empat orang saksi mata pria Muslim yang melihat kejadian tsb, bukan? Jika syarat tentang saksi ini tidak terpenuhi, bagaimana bisa si pelaku pemerkosa dijerat hukum? Sebaliknya, si wanita korban justru menanggung malu karena aib yang telah tersiar. Belum lagi keadaan bisa berbalik dimana wanita ini justru yang dituduh berzinah dan harus menerima hukuman. Tragis, bukan?
Bukankah Al-Quran juga membentuk tatanan masyarakat Muslim yang menomorduakan wanita? (baca: http://tinyurl.com/nfwp3qu). Keadaan ini menjadi semakin menyudutkan posisi wanita dalam segala hal.
~
Yuli
~
Islam sangat membenci perzinahan sebab akan merusakkan keturunan. Sebab itu hukuman berat akan dikenakan terhadap pezinah baik lelaki maupun perempuan yaitu dicambuk sebanyak 100 kali supaya pezinah tidak mengulangi perbuatannya.
~
Sdr. Muslim,
Mari pikirkan ulang, apakah hanya Islam yang membenci perzinahan, seakan-akan tatanan masyarakat non-Islam, bahkan ajaran lain yang sudah ada jauh lebih tua daripada Islam menghalalkan perzinahan?
Perlu Anda buka wawasan, ada banyak ajaran moralitas di luar Islam yang jauh lebih luhur karena sang pengajar dan pengikutnya berlaku konsisten terhadap keluhuran moral yang diusung. Namun, bagaimana dengan Islam sendiri, khususnya nabi Anda? Dapatkah ia berlaku konsisten? Bukankah berpoligami dengan lebih dari 10 istri, bahkan mengambil menantu sendiri (Zainab) menjadi istri dilakukannya juga, bukan?
Sebaliknya, 2150 tahun sebelum Al-Quran ada, firman Allah telah memperingatkan dalam Taurat: “Jangan berzinah”, “… jangan mengingini isterinya …” (Taurat, Kitab Keluaran 20:14,17), “Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri” (Taurat, Kitab Imamat 20:12).
~
Yuli
~
Betul kata Saudara, apa guna menghafal Al-Quran tetapi tidak memahami dan mengamalkannya. Tetapi usaha tersebut sekurangkurangnya mendidik anak anak mendekati agama. Lihatlah mulianya ajaran Islam.
Dalam Islam, sebaik-baik orang adalah yang menghafal Al-Quran dan juga memahami dan mengamalkanya.
~
Sdr. Muslim,
Kami sepakat dengan Anda. Menghafal adalah salah satu cara lebih mudah untuk mengamalkan ajaran. Itulah sebabnya Kitab Suci Allah memperingatkan: “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Taurat, Kitab Ulangan 6:5-7).
Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan selalu melibatkan pemahaman yang mendalam dari inti ajaran, bukan? Demikian juga dengan kewajiban orangtua mengajarkannya siang malam di segala kesempatan kepada anak-anaknya, dibutuhkan pemahaman yang sungguh atas inti ajaran.
Tapi, jika hal ini diterapkan lewat penghafalan Al-Quran dalam bahasa Arab bagi Muslim yang bukan pengguna bahasa tsb, bagaimana mungkin penerapan yang sungguh atas inti ajaran bisa terjadi? Sedangkan ajaran Islam sendiri hanya membolehkan ulama menafsirkan isi Al-Quran, sementara Muslim awam diwajibkan patuh dengan ajaran mereka tanpa memeriksa kebenarannya lebih lanjut? Bukankah ulama juga manusia yang tidak luput dari kekurangan dan dosa?
Ini yang perlu direnungkan lebih serius bagi segenap Muslim, sudahkah ajaran yang mereka terima benar-benar seperti yang Allah maksudkan? Karena nasib akhirat setiap orang tidak bergantung kepada ulama yang mereka ikuti, melainkan murni keputusan masing-masing pribadi.
~
Yuli
~
Tujuan poligami adalah untuk membela wanita. Kita memaklumi bila zaman dahulu orang kerap berperang sehingga mengakibatkan kematian yang meninggalkan anak dan isteri. Itu sebabnya Islam menganjurkan poligami. Setidaknya kaum wanita dan anak kecil mendapat pembelaan untuk meneruskan kehidupan. Itu pun untuk mereka yang mampu saja. Jika tidak mampu, tidak dianjurkan.
~
Sdr. Muslim,
Jika alasan poligami waktu itu adalah menolong wanita dan anak-anak korban peperangan, pertanyaan penting yang perlu direnungkan: Siapa yang menyebabkan peperangan dan kematian tsb? Bukankah Islam sendiri dengan agendanya menaklukkan musuh supaya tunduk terhadap kekuasaan Islam?
Padahal, 2150 tahun sebelum Islam ada, firman Allah dengan tegas memperingatkan “Jangan membunuh” (Taurat, Kitab Ulangan 20:13). Demikian juga tujuh abad sebelum Al-Quran ada, Isa Al-Masih mengingatkan: “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah”. “Kasihilah musuhmu…” (Injil, Rasul Besar Matius 5:9,44). Bahkan, baik dalam Taurat maupun Injil, Allah hanya menghendaki kesetiaan monogami, bukan poligami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Matius 19:4-6).
Nah, menjadi sangat ganjil bukan, jika Al-Quran yang menjadi sumber ajaran Islam mengamini Taurat dan Injil adalah wahyu Allah bagi orang bertakwa (Qs 5:46), tiba-tiba juga menganjurkan peperangan, pembunuhan, dan poligami yang semua itu justru bertentangan dengan Taurat dan Injil? Lalu, agenda siapakah yang hendak diusung Islam: agenda Allah, atau agenda Islam sendiri?
Jika poligami bertujuan melindungi dan membela wanita, mengapa wanita justru tersakiti karenanya?
~
Yuli
~
Sdr. Generasi Murid ke 35,
Terimakasih untuk penjelasan-penjelasan yang saudara berikan. Namun maaf, dengan sangat menyesal kami terpaksa menghapus komentar sdr karena telah melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
Saran kami, dalam memberi komentar kiranya sdr hanya menanggapi salah satu dari tiga pertanyaan fokus yang terdapat di bawah setiap artikel. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini kami tuliskan lagi tiga pertanyaan tersebut:
1. Dalam Al-Quran mengapa Allah memberikan hukuman perzinahan yang tidak sama antara pria dan perempuan? Jelaskan pendapat Saudara!
2. Apa penyebab seorang wanita yang jatuh dalam dosa perzinah merasa putus asa. Berikan pendapat Saudara!
3. Menurut Saudara adakah dosa yang terlalu besar sehingga tidak dapat diampuni? Berikan penjelasannya Saudara
Demikian, kiranya sdr menaati aturan yang sudah ada.
~
Saodah
~
Maaf sebelumnya, isi dari Qs 4:15, yang Anda kutip di atas sekiranya Anda mengutip dengan sebenar-benarnya. Bukan malah dilebih-lebihkan atau dikurangi. Bacalah ayatnya terlebih dahulu dan kalau perlu baca ayat setelahnya Qs 4:16. Saya tidak perlu memberikan referensi dengan jelas.
Dan yang saya pahami dalam isi Al-Quran dan Bible itu ada beberapa kesamaan. Dan kesamaan itulah yang kami anggap umat Islam sebagai firman Tuhan. Dan ada beberapa yang bertentangan dengan isi Al-Quran.
Dan saran bagi saya untuk pemilik post, bacalah keseluruhan isi Kitab dari Bible, baik itu Perjanjian Lama dan Baru. Dan baca pula Al-Quran dan bandingkan keduanya. Dan jika Anda telah benar-benar orang yang berakal, Anda Insya Allah akan menuju kepada kebenaran.
~
Sdr. Fajar,
Dari penjelasan yang terdapat pada artikel di atas, kami tidak melihat adanya kesalahan. Namun, jika memang sdr menemukan kesalahan, kami tidak keberatan untuk memperbaikinya. Asalkan sdr berkenan menunjukkan kesalahan tersebut dan memberi penjelasan yang sebenarnya.
Tentu kami sudah membaca seluruh isi Alkitab. Bukan hanya sekedar membaca, namun juga mengerti dan memahaminya.
Dan setelah kami membandingkan antara Alkitab dan Al-Quran, kami meyakini bahwa Isa Al-Masih adalah satu-satunya Kebenaran. Dan kami mengucap syukur kepada Allah, sebab kami bukan saja hanya menuju kepada kebenaran itu, tetapi kami sudah mendapatkannya. Sebab Isa berkata, “Akulah kebenaran dan hidup” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).
Nah, bagaimana dengan Sdr. Fajar. Apakah sdr sudah mendapatkan kebenaran itu, atau sdr masih mencari-cari jalan untuk menuju kepada kebenaran itu?
~
Saodah
~
Sebenarnya saya ingin protes. Tapi saya maklum namanya juga kaum yang sesat, selalu mempelesetkan ayat Al-Quran. Pengertian untuk Qs 4:15 adalah untuk pelaku pelacuran. Pun tidak bisa sembarangan kita menuduh kecuali ada 4 (empat) orang saksi. Nah, ayat berikutnya baru merujuk kepada pelaku perzinahan. Hukuman pelaku zinah dalam Islam tidak berbeda dengan hukum dalam Taurat.
Mengapa Yesus tidak menghukum pelaku zinah? Karena wanita penzinah itu adalah Maria Magdalena. Dia adalah kekasih Yesus. Dengan tidak diterapkan hukum Taurat, maka zinah tidak menjadi masalah bagi kaum Kristen. Sedangkan Yesus mengatakan, “Jika mata membuat kita bernafsu maka cungkillah itu” hanya basa-basi. Siapa yang mau mencungkil matanya?
~
Sdr. Gandhi Waluyan,
Mari tetap berfokus pada pokok bahasan artikel, yakni kasus pemerkosaan. Hukum dalam Al-Quran tidak ada pemilahan antara perkosaan dan perzinahan. Padahal keduanya jelas berbeda. Seperti yang Anda sampaikan bahwa Qs 4:15-16 berbicara tentang perzinahan, adilkah bila ayat tsb diterapkan untuk kasus perkosaan dimana wanita secara paksa dizinahi pria? Masakan si korban wanita malah dihukum sebagaimana bunyi ayat tsb? Atau jika Anda merasa bukan ayat tsb dasar hukumnya, apakah Anda telah menemukan ayat lain dalam Al-Quran sebagai dasar mengadili kasus perkosaan secara adil sehingga korban wanita tetap terlindungi?
Tentang sikap Yesus mengenai kasus wanita yang berzinah (Injil Yohanes 8:2-11), kesimpulan Anda mengabaikan semua fakta di Alkitab. Tidak ada indikasi wanita tsb Maria Magdalena. Sebaliknya silakan pertimbangkan, apa yang membuat ahli Taurat dan orang Farizi tidak berani merajam wanita tsb? Padahal jelas hukum Taurat (Taurat, Kitab Imamat 20:10) mengharuskan para pelaku zinah (pria dan wanita) dirajam. Bukankah sabda Yesus: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Injil Yohanes 8:7) sangat menusuk hati sehingga mereka malu dengan keberdosaan diri mereka? Nah, bagaimana dengan Anda? Apakah hidup kerohanian Anda lebih baik daripada wanita pezinah, atau bahkan lebih bersih daripada ahli Taurat dan orang Farisi? Mari koreksi diri.
~
Yuli