Ketika tinggal di Aceh, saya bertetangga dengan sepasang guru mengaji. Mereka sudah lama menikah tetapi belum mempunyai anak. Akhirnya, mereka mengadopsi bayi laki-laki dan memberikan hak anak kandung kepadanya. Sayangnya, niat baik ini menjadi sebuah perkara di masyarakat Islam di sana.
Dalam kehidupan di masyarakat kita dapat melihat banyak pasangan Muslim yang ingin mengadopsi anak. Mungkin Anda atau teman Anda salah satunya. Namun, hukum adopsi anak menurut Islam menghalangi mereka melakukannya.
Sebenarnya, adopsi anak adalah satu gambar hubungan Allah dan umat-Nya yang indah. Apakah alasan di balik hukum adopsi dalam Islam?
Sejarah Adopsi Anak dalam Tradisi Arab
Sebelum Islam ada, masyarakat Arab memiliki tradisi mengadopsi anak-anak yatim dan kurang mampu.
Anak yang sudah diadopsi menjadi bagian dari keluarga angkatnya. Mereka memakai nama ayah angkat mereka dan berhak atas warisannya. Selain itu, mereka tidak boleh menikah dengan anggota keluarga angkatnya.
Nabi Islam mengadopsi Zaid bin Haritsah, yang kemudian menjadi Zaid bin Muhammad. Namun, Nabi Islam hendak menikahi Zainab, isteri Zaid. Mengacu pada penjelasan sebelumnya, hal ini bertentangan dengan tradisi yang ada.
Maka, muncullah “wahyu” yang memperbolehkan pernikahan itu. “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja . . .” (Qs. 33:4-5). Sejak ayat ini ada, tindakan adopsi dilarang menurut ajaran Islam. Anda setuju bila ayat ini telah merubah tradisi baik yang sudah ada, bukan?
Adopsi anak menurut Islam kini hanyalah menjadi tindakan amal. Orang tua angkat mencukupi kebutuhan sang anak, tetapi tidak dapat memperlakukannya seperti anak kandung. Bukankah kita mengangkat seorang anak karena kita ingin menjadikannya keluarga?
Hukum ini membuat tembok pemisah antara orang tua dan anak angkatnya. Orang tua menjadi tidak dapat mengekspresikan kasihnya dengan leluasa, seperti kepada anak kandung.
Bagaimana adopsi dalam Kitab Allah?
Kisah Adopsi dalam Kitab Taurat Allah
“Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa” (Taurat, Kitab Keluaran 2:10).
Dalam Kitab Taurat, Nabi Musa lahir sebagai Bani Israil. Ia menjadi Pangeran Mesir setelah Puteri Firaun mengangkatnya menjadi anak. Status sebagai orang Mesir memungkinkan Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir.
Kisah ini menunjukkan bahwa Allah dapat memakai siapa saja, termasuk anak adopsi untuk rencana yang besar. Nabi Musa seharusnya mati karena perintah Raja Mesir. Namun, Ia hidup karena Puteri Mesir mengangakatnya menjadi anak. Bahkan, ia dapat menyelamatkan bangsa asalnya.
Sesungguhnya, Allah memiliki rencana yang lebih besar melalui adopsi. Apakah itu?
Allah Mengadopsi Manusia Berdosa Menjadi Anak-Anak-Nya
Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia tidak lagi memiliki hak dalam kerajaan surga. Hanya orang dalam keluarga Allah boleh masuk surga.
Menjadi Anak Allah adalah sebuah karunia yang sebenarnya tidak layak kita terima. Namun, “Dalam kasih Ia [Allah] telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus [Isa Al-Masih] untuk [mengangkat, mengadopsi kita] menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya” (Injil, Surat Efesus 1:5, TB & FAYH).
Allah Sang Pemilik Kerajaan Surga, mengadopsi umat berdosa sebagai anak-anak-Nya, karena kasih-Nya. Sehingga kita memiliki bagian dalam kerajaan-Nya.
Demikianlah kasih Allah memampukan orang berdosa menjadi pewaris kerajaan surga. Dan kita dapat menjadi anak Allah yang sangat dikasihi.
Maukah Anda percaya kepada karunia keselamatan dari Allah melalui Isa? Datanglah kepada-Nya dan jadilah pewaris Kerajaan Surga!
[Staf Isa Islam Dan Kaum Wanita – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa Islam Dan Kaum Wanita.]
Lihat artikel ini dalam bentuk video
Fokus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Saudara, apakah tradisi adopsi anak adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan? Jelaskan jawaban Saudara.
- Bagaimana seharusnya anak adopsi diperlakukan?
- Setujukah Saudara jika manusia tidak dapat menjadi pewaris kerajaan surga jika tidak diadopsi oleh Allah? Jelaskan alasan Saudara.
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Artikel Terkait
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Muhammad Menikahi Isteri Anak Angkatnya, Zainab
- Pewaris Surga: Untuk “Hamba Allah” (Islam) Atau “Anak Allah” (Kristen)?
- Pandangan Islam Dan Kristen Perihal Anak Dalam Pernikahan
Video:
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718
*
Staff IDI,
Sudah banyak forum yang mengangkat tema serupa untuk memojokkan nabi Muhammad SAW. Cerita di atas sudah 99% benar, tapi ada hal yang belum anda angkat. Mengenai nasab (asal usul seseorang). Ini supaya di kemudian hari tidak akan terjadi pernikahan sedarah dikarenakan penggantian nama tersebut.
Perintah Allah tak lain untuk memberikan batas tegas seperti apa hukumnya posisi anak angkat. Sehingga mantan istri anak angkat tidak hina dan tidak haram dinikahi.
Kesimpulannya, Islam tidak pernah melarang atau menghalangi adopsi.
~
Saudara Anisa,
Terima kasih atas komentar saudara yang telah memberi penilaian bahwa apa yang kami sampaikan pada artikel di atas adalah benar. Dan terima kasih untuk masukannya.
Dari penjelasan saudara Anisa dapat kami simpulkan bahwa Allah membedakan posisi anak angkat dan anak kandung. Bahwa istri anak angkat tidak hina dan halal dinikahi. Dan dipraktekan Muhammad sebagai contohnya. Dan Islam tidak melarang adopsi.
Mari perhatikan ayat ini: “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. . . . ” (Qs. 33:4-5).
Menurut ayat di atas, perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung.
Jadi bukankah jelas bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
~
DA
*
Menyayangi anak yatim itu sangat dianjurkan dalam Islam. Merawat anak orang lain juga tidak dilarang. Cuma siapa bapak kandungnya harus jelas, garis keturunan itu penting.
~
Saudara Oldfartjoseph,
Kami sependapat dengan saudara karena menyayangi anak yatim dan merawat anak orang lain adalah perbuatan mulia.
Demikian Allah mengambil inisiatif untuk mengadopsi orang yang percaya kepada Isa Al-Masih sebagai anak-anak rohani Allah. Kitab suci menulis, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya; orang-orang yang bukan diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
Sebagai anak, dia masuk dalam keluarga Allah dan diangkat menjadi anak seutuhnya. Allah tidak akan pernah membatalkan status dan hak waris orang percaya tersebut.
Rindukah saudara menjadi ahli waris sorgawi?
~
DA
*
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu sendiri”
Kalimat ini menerangkan bahwa Allah SWT tidak memperkenankan seorang hambanya untuk mengaku bahwa anak yang “telah” di adopsinya adalah “anak kandungnya” sendiri.
“Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja” bahwa bagi yang mengaku bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya, maka status anak tersebut tidak akan berubah menjadi anak kandung, bagaimanapun caranya. karena hal tersebut hanya di mulut saja, dan bukan menjadi sebuah fakta atau kenyataan.
Kesimpulannya: adopsi dalam Islam tidak dilarang, yang dilarang adalah mengaku-ngaku bahwa anak angkat tersebut adalah anak kandung.
~
Saudara Poetry,
Seperti penjelasan pada artikel di atas bahwa perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung.
Karena secara formil dan secara hukum, adopsi adalah seseorang yang bukan anak sendiri untuk selanjutnya diperlakukan, dirawat sebagai anak sendiri, termasuk mendapatkan hak warisan.
Jadi bukankah jelas dari Qs 33:4-5, bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
~
DA
*
Pengelola yang memiliki pemahaman dangkal tentang Islam dan mencoba untuk mempengaruhi orang-orang yang singgah di situs kebanggaannya agar percaya dengan hujah-hujah bodohnya.
~
Saudara Al-Habib,
Perlu kami sampaikan bahwa Forum ini adalah forum diskusi, bukan forum untuk memaksakan seseorang menerima apa yang kita yakini.
Di sini kita dapat belajar bersama dan berbagi kebenaran. Untuk itu kami membuka kesempatan bagi kita untuk boleh saling berinteraksi dengan sopan di tempat ini.
Menurut saudara bagaimana dengan topik pada artikel di atas? Kiranya saudara dapat memberikan penjelasan tentang hal tersebut?
~
DA dan Salma
*
Staff IDI serasa lebih tahu tentang adopsi menurut orang Islam dibanding orang Islam sendiri, hehe..
Tapi apapun yang anda katakan Staff IDI, adopsi di Islam juga tengah berlangsung dan boleh-boleh aja asal;
1. Jelas silsilah orang tua aslinya dan tidak dihilangkan.
2. Tetap bukan anak kandung.
Jadi, hak dan lain-lain tentang warisan dll tetap beda sama anak kandung, kalaupun mau mendapatkan harta tidak bisa dibilang warisan tapi hibah/wakaf/zakat atau yang lainnya. itulah prinsip dan aturan/ajaran yang lengkap dan komprehensip. Kayaknya anda harus coba masuk Islam dulu deh seperti saya. Maaf, terimakasih.
~
Saudara Garetasah,
Kami bukan ingin sok tahu, tapi berdasarkan Qs 33:4-5, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. . . . ” (Qs. 33:4-5).
Menurut ayat di atas, perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung.
Jadi bukankah jelas dari Qs 33:4-5, bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
Dari syarat-syarat adopsi yang saudara Garetasah sebutkan, lalu status anak tersebut bagaimana?
Saudara Garetasah, Kitab suci menulis, “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya;” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12-13).
Sebagai anak, kita masuk dalam keluarga Allah dan diangkat menjadi anak seutuhnya. Allah tidak akan pernah membatalkan status dan hak waris orang percaya tersebut.
Jadi untuk mengerti tentang adopsi tidak perlu dengan masuk agama Islam. Karena melalui firman-Nya, Allah sudah menyatakannya.
~
DA
*
1. Siapa yang melarang untuk mengadopsi anak? Dalam Islam justru dianjurkan.
Nabi pun mengadopsi anak. Tapi tidak mengganti nama belakang atau bin. Untuk menghindari perkawinan sedarah, menghindari aib jika anak tersebut melakukan kesalahan.
2. Benarkah Tuhan yang ada sembah adalah Tuhan yang sebenarnya? Mengapa tidak tahu kapan kiamat?
~
Saudara Taufik,
Kami jadikan satu kolom komentar saudara, supaya teman yang lain dapat dengan mudah membaca dan mengerti.
1. “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. . .” (Qs 33:4-5).
Menurut ayat di atas, perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung.
Jadi bukankah jelas dari Qs 33:4-5, bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
2. Benar, kami menyembah Tuhan yang sebenarnya. Yaitu Tuhan pencipta dan Tuhan yang hidup, yang berkuasa mengampuni dosa dan menyelamatkan umat manusia.
Silakan baca Qs 43:61, menjelaskan bahwa Isa Al-Masih tahu kapan datangnya kiamat. Demikian dalam Injil, Rasul Besar Matius 24, Ia menjelaskan tanda-tanda akan datangnya hari kiamat. Siapakah yang dapat mengetahui tanda-tanda dan kapan kiamat datang selain Allah? Tidak ada bukan!
Untuk mengenal lebih dalam pribadi Isa Al-Masih, silakan baca di sini: http://tinyurl.com/c4phapd
~
DA
*
Maaf, sepertinya tidak ada kata larangan mengangkat/mengadopsi anak dalam ayat tersebut (Qs 33:4-5). Yang dilarang adalah menjadikan anak angkat menjadi anak kandung. Islam hanya membatasi hubungan antara anak angkat dan orang tua angkatnya. Bukannya melarang mengangkat anak.
Mungkin dalam Nasrani mengadopsi anak adalah menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung dengan hak dan kewajiban yang sama dengan anak kandung yang sebenarnya, benar tidak? Tetapi dalam Islam, hubungan anak adopsi dan orang tuanya dibatasi/ada batasannya. Jadi anda tidak bisa mengatakan bahwa Islam melarang mengadopsi anak.
~
Saudara Panji,
Menurut Qs 33:4-5 bahwa perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung, betul.
Jadi bukankah jelas dari Qs 33:4-5, bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
Adopsi adalah seseorang yang bukan anak sendiri untuk selanjutnya diperlakukan, dirawat sebagai anak sendiri, termasuk mendapatkan hak warisan. Bukankah itu merupakan tradisi dan kebiasaan yang baik dan mulia? Mengapa menjadi terlarang.
Seperti dalam artikel di atas dijelaskan latar belakang diturunkannya ayat itu karena Muhammad hendak menikahi istri anak angkatnya.
~
DA
*
Saudaraku admin staff,
Saya bangga kepada anda mau meluangkan waktu untuk mengkaji Al-Quran yang tidak sedikit dari kami mau melakukannya.
Tapi saudaraku, semakin anda mencari kekurangan dari Al-Quran. Maka semakin dekat anda dengan Al-Quran. Hingga menunggu waktu saja sampai anda mengetahui bahwa begitu sempurnya Al-Quran. Menjadi panduan bagi seluruh alam bukan hanya untuk Muslim.
~
Saudara Ray,
Terimakasih atas komentar Saudara.
Tujuan website ini adalah untuk berbagi dan belajar bersama mengenai semua hal tentang wanita dan kepercayaannya. Bukan untuk mencari kekurangan Al-Quran.
Menurut kitab Saudara Ray mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung, bukan?
Adopsi anak adalah tradisi dan kebiasaan yang baik dan mulia, tetapi menjadi terlarang. Apakah yang demikian dapat dikatakan sempurna?
Mengenai kitab Saudara Ray silakan membahas di sini: http://tinyurl.com/7dozslb
~
DA
~
Terimakasih atas kesetiaan saudara-saudara mengunjungi dan memberikan komentar pada situs kami.
Saran kami, dalam memberi komentar kiranya saudara dapat mengikuti aturan yang sudah kami cantumkan pada setiap artikel yang ada di situs ini.
Berikut kami copy kembali aturan tersebut:
(1) Tidak boleh memakai lebih dari satu kotak.
(2) Pertanyaan / masukan harus berhubungan erat dengan uraian.
(3) Sebaiknya satu atau paling dua pertanyaan / konsep dimasukan dalam satu comment.
(4) Masukan harus selalu sopan dan jangan agresif.
(5) Masukan tidak boleh memuat banyak bahasa lain, misalnya Bahasa Arab.
(6) Masukan harus dalam Bahasa Indonesia yang lazim dimengerti semua orang.
(7) Masukan tidak boleh memakai singkatan-singk atan, misalnya yg, dlm, sdh,dlsbgnya.
(8) Huruf besar tidak boleh dipakai untuk menekankan sesuatu.
(9) Tidak diijinkan mencantumkan hyperlink dari situs lain.
Kami mempersilakan Saudara mengemail untuk pertanyaan / comment yang majemuk. Kami senang menjawabnya.
~
DA
~
To: Staf,
Silakan anda baca dan renungi jawaban #poetry (2013-02-08) 22:53 Saya lihat jawaban anda mutar muter saja di Qs 33:4-5. Qs 33:4-5 sudah dijelaskan sama Poetry, dan penjelasan Poetry sudah sangat mudah dipahami.
~
Saudara Aku,
Adopsi anak adalah kebiasaan mulia orang Arab. Anak yang diadopsi statusnya sama persis dengan anak kandung. Dengan kata lain menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung. Muhammadpun mengadopsi Zain, sehingga orang menyebut Zain bin Muhammad. Artinya Zain anak Muhammad, sehingga menikahi istri Zain sama dengan menikahi anaknya sendiri.
Namun dengan aturan yang dijelaskan pada Qs 33:4-5, membuat hukum yang sebelumnya begitu mulai untuk mengadopsi anak, menjadi terlarang, bukan?
~
Daniar
~
Anak adopsi pastilah anak yatim atau piatu. Islam tidak membolehkan mengadopsinya tetapi mengajarkan untuk mengasihinya. Mengadopsi anak berarti memutuskan “tali darah” seorang anak dengan orang tuanya dan itu adalah perbuatan dosa.
~
Saudara Widodo,
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.54 tahun 2007 Bab 1 pasal 6:1. Yaitu keharusan orang tua angkat memberitahukan mengenai asal-usulnya dan orang tua kandungnya. Artinya pertalian masih tetap terjalin, bukan?
Muhammad sendiri mengadopsi anak. Anehnya Islam melarang mengadopsi anak. Latar-belakang diturunkan ayat yang melarang mengadopsi anak karena Muhammad hendak menikahi Zainab. Zainab adalah istri dari anak angkat Muhammad, yaitu Zaid. Maka menjadi penghalang bagi rencana Muhammad untuk menikahi Zainab. Ditambah lagi dalam budaya Arab, menantu wanita bagaikan anak perempuan sendiri, tidak perduli apakah itu istri anak angkat atau anak kandung.
~
Daniar
~
Apabila seseorang mengadopsi seorang anak, maka garis turunannya menjadi rancu. Yang berbahaya apabila terjadi perkawinan sedarah. Itu bisa membuat anak dari anak adopsi itu menjadi cacat. Al-Quran mengajarkan untuk mengasihi anak yatim, bukan mengadopsinya.
~
Saudara Wiwiek,
Dalam hal ini saudara sependapat dengan artikel di atas. Bahwa Islam melarang adopsi anak. Silakan baca penjelasan kami di kolom komentar saudara Widodo.
~
Daniar
~
Maaf pak admin, Islam tidak melarang adopsi. Rapat Kerja Nasional Majelis Ulama Indonesia tahun 1984 yang berlangsung pada bulan Jumadil Akhir 1405 H./Maret 1984 memfatwakan tentang adopsi anak. Juga tentang pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing selain bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.
~
Saudara Lpk Korea Alfaatihah,
Terima kasih atas informasi saudara di atas.
Kitab saudara memberitahukan bahwa, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja . . . ” (Qs. 33:4-5).
Menurut ayat di atas, perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung.
Jadi bukankah jelas bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
~
Daniar
~
Pernyataan IIKW DA 2013-02-11
“Karena secara formil dan secara hukum, adopsi adalah seseorang yang bukan anak sendiri untuk selanjutnya diperlakukan, dirawat sebagai anak sendiri, termasuk mendapatkan hak warisan”
1. Sudah jelas bahwa anak adopsi bukan anak sendiri atau bukan anak kandung, admin DA yang bilang sendiri.
2. Anak adopsi dirawat sebagai anak sendiri. Harus dirawat sesuai kebutuhan anak, bahkan Islam mengajarkan menyantuni anak yatim piyatu tanpa harus mengadopsinya.
3. Termasuk mendapat hak warisan. Tidak berhak, karena sudah diatur dalam Islam, supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Jadi bukankah jelas dari Qs 33:4-5, bahwa itu melarang adopsi anak, yaitu menjadikan anak kandung.
~
Salam Sdr. Joedha,
Terimakasih untuk pemaparan saudara tentang hal tersebut. Bagaimana menurut saudara ketika Muhammad mengadopsi Zaid? Harap saudara berkenan memberikan pemapran kepada kami.
~
Salma
~
Masalah dalam topik ini adalah adopsi anak. Sangat lucu jika admin menyatakan Islam melarang adopsi anak.
Dasarnya sangat tidak jelas dan kalau admin menyebutkan dasarnya pasti salah dan keliru mengartikan dan memaknainya. Dengan dasar Qs 33:4-5, sangat jelas arti dan maknanya:
1. Allah tidak menjadikan anak angkat menjadi anak kandung
2. Status anak angkat tetap anak angkat
3. Jika anak angkat dinyatakan sebagai anak kandung, itu hanya pengakuan manusia saja.
Yang tidak boleh adalah merubah status anak angkat menjadi anak kandung. Jadi adopsi anak/ mengangkat anak itu boleh, asal statusnya tetap anak angkat.
~
Sdr. Joedha,
Terimakasih untuk masukan Anda. Jika Anda berpendapat bahwa Islam tidak melarang adopsi, mengapa Allah membedakan anak angkat dengan anak kandung (Qs 33:4-5)? Pembedaan tentu berimplikasi pada perlakuan dan hak waris yang menyertainya, bukan?
Jadi, apakah fungsi dari adopsi itu sendiri? Bukankah tujuan adopsi memberikan kesejahteraan yang layak dan status yang lebih baik sebagaimana anak-anak lain yang berorangtua? Berarti, bukankah maksud tersirat dari ayat itu adalah Allah tidak memandang adopsi anak perlu? Lalu, di manakah letak sifat Maha Pengasih dan Penyayang-Nya jika diskriminasi masih diberlakukan?
Allah di dalam Alkitab justru mengangkat orang yang beriman kepada Isa Al-Masih sebagai anak-anak Allah dengan jaminan hak waris sorgawi.
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya [Isa Al-Masih] diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya;” (Injil, Rasul Besar Yohanes 1:12).
“Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah” (Injil, Surat Galatia 4:7).
~
Yuli
~
Menanggapi komentar admin pada # Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2014-08-15 14:57, mengapa tidak posting arti dari ayat Qs 33:4-5 seutuhnya? Mengapa ayat yang ke-5 tidak diposting juga? Tentu saja admin keliru menafsirkan Islam sebagai agama yang anti adopsi.
~
Sdr. Gagan Za Faj,
Berikut kalimat lengkap dari ayat 4 & 5:
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Qs 33:4-5).
Nah, bagaimana Anda menarik kesimpulan maknanya?
~
Yuli
~
Sayang sekali Admin sembarang dan salah menafsirkan ayat-ayat suci Al-Quran. Contohnya tafsir Admin atas Qs 33:4-5.
Dalam Islam ada aturan yang jelas dalam menafsirkan Al-Quran. Aturan itu antara lain harus menguasai ilmu bayan, ilmu balaghah, ilmul-”arudh, ilmu mantiq, asbabunnuzul, ilmu nasakh-manskukh, ilmu tentang al-”aam wal khash, ilmu tentang Al-Mujmal, Mubayyan dll. Sehingga kalau Admin tidak menguasai ilmu tafsir seperti yang sudah saya sebutkan, sebaiknya Admin tidak usah membuat tafsir sendiri atas Al-Quran, apalagi bersikukuh bahwa tafsir Admin yang paling benar.
Ini hanya saran agar Admin terhindar dari bersaksi dusta dan menjadi penyesat seperti yang dinubuatkan Yesus dalam Injil Lukas 17:1.
~
Sdr. Moh. Zain Sutrisno,
Terimakasih untuk saran Anda kepada kami.
Nah, karena nampaknya Anda lebih menguasai ilmu-ilmu penafsiran Al-Quran sebagaimana telah Anda sebutkan, dapatkah Anda klarifikasikan di sini, apa makna penafsiran Qs 33:4-5 menurut Anda?
Bagaimana pula Anda menjelaskan alasan dan motif turunnya ayat Qs 33:4-5 sehingga merubah struktur budaya Arab dalam memandang hubungan kekerabatan? Bukankah turunnya Qs 33:4-5 mengakibatkan perubahan yang berujung pada pelegalan pernikahan seorang ayah dengan istri anak angkatnya? Padahal sebelum ayat ini turun, status anak angkat di Arab sama dengan anak kandung sehingga istri anak angkat pun termasuk menantu yang tidak dapat dinikahi mertua. Jadi, apakah budaya Arab pra-Islam tentang adopsi yang memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung adalah hal keliru di mata Allah? Di mana letak kekeliruannya?
~
Yuli
~
Saudaraku Yuli yang baik,
Maaf jika saya tidak bisa memenuhi harapan Yuli. Meskipun saya seorang Muslim, tapi sy bukan seorang mufassir Al-Quran. Seorang mufassir Al-Quran adalah seorang yang menguasai ilmu-ilmu tafsir seperti yang sudah saya sebutkan. Hanya seorang mufassir Al-Quran yang bisa Anda dengarkan tafsirnya atas Qs 33:4-5, jika Anda memang ingin mendengar tafsir yang benar.
Sayang sekali di sini dilarang menyebutkan tautan. Jika dapat, maka saya akan menyarankannya. Oleh karenanya, tidak ada cara lain selain Anda mencari sendiri ahli tafsir di internet.
~
Sdr. Moh. Zain Sutrisno,
Anda tidak perlu minta maaf karena tidak bersalah dalam hal ini. Anda hanya belum mengerti tentang apa yang Anda yakini.
Saudaraku, tentu Anda setuju bahwa orang berpendidikan rendah atau tinggi, pintar atau kurang pintar, besar atau kecil adalah ciptaan Allah, bukan? Semua Allah sayangi, apapun keadaan kita.Tanpa pilih kasih Allah menyatakan kehendak-Nya langsung kepada kita lewat firman-Nya dengan cara yang bisa kita cerna sesuai kondisi masing-masing. Tujuannya satu, supaya kita selamat, tidak tersesat.
Jika kehendak-Nya ini “dititipkan” hanya pada ahli tafsir saja, sedangkan Allah tahu semua manusia berdosa dan suka melawan kebenaran, tentu kehendak sejati Allah tidak bisa sampai kepada umat-Nya, bukan? Sebaliknya, kebenaran itu transparan, dapat diuji siapapaun, tidak berbelit-belit.
Bacalah Alkitab, Saudaraku. Di sana Anda temukan kebenaran sejati Allah. Ini sudah saya buktikan, bahkan ketika masih kanak-kanak dengan kesederhanaan pikiran. Tapi Allah yang Maha Pemurah itu menuntun saya memahami Alkitab. Jadi, mengapa tidak Anda buktikan sendiri?
~
Yuli
~
Melarang menghilangkan hak anak adopsi untuk mengetahui garis nasab (keturunannya) mengapa dikatakan melarang adopsinya? Ini adalah penyalahartian ayat Al-Quran. Islam memerintahkan umatnya jujur dan adil dalam segala hal.
Anak adopsi jelas bukan anak kandung. Menipu anak adopsi dengan mengkondisikan seolah-olah mereka adalah anak kandung merupakan sebuah kezhaliman. Anak adopsi harus diberi tahu siapa orang tua kandungnya. Jika kemungkinan orang tua kandungnya masih hidup, tidak menutup kemungkinan si anak menjalin silahturahmi dengan mereka. Sebaliknya, memutus silahturahmi dosa besar, apalagi dengan ortu kandung.
~
Sdr. Ata,
Kami setuju dengan Anda bahwa pada situasi dan kondisi yang tepat, anak adopsi perlu mendapatkan informasi sejujurnya tentang siapakah orangtua kandungnya agar tali silaturahmi antara orangtua dan anak tetap terjalin harmonis.
Tapi, mari simak ulang keseluruhan isi artikel. Anda melewatkan pesan terpenting. Peradaban Arab pra-Islam memperlakukan anak adopsi sebagai anak kandung. Ini sejalan dengan ajaran Allah dalam Alkitab yang telah ada tujuh abad sebelum Al-Quran ditulis.
Memperlakukan anak adopsi sebagai anak kandung artinya menjadikan status dan hak mereka sama dengan anak kandung. Jika anak adopsi sudah dianggap anak kandung, tentu suami/istrinya otomatis menjadi menantu bagi orang tua sang pengadopsi, bukan? Nah, inilah kendala besar bagi nabi Anda untuk melancarkan niatnya menikahi Zainab, menantu atau istri anak angkatnya, Zaid. Maka untuk memuluskan keinginannya, turunlah ayat Qs 33:4-5, 37, 40 yang membedakan status anak kandung dan anak adopsi.
Saudaraku, jelilah menelaah agar niat Anda yang tulus ingin bertakwa kepada Allah tidak terbelokkan oleh perintah seorang pemuka yang lebih taat pada nafsu kemanusiaannya.
~
Yuli
~
Bedakan antara tindakan mengangkat anak dan mengadopsi anak. Mengangkat anak adalah tindakan yang mulia tetapi mengadopsi anak berarti memutuskan ikatan tali darah si anak dengan orang tuanya. Ini berhubungan dengan nasab (garis keturunan) di dalam Islam agar garis keturunan menjadi jelas untuk mencegah kemungkinan terjadinya perkawinan sedarah yang dapat mengakibatkan cacat keturunan. Itulah hebatnya hukum di dalam Islam mengatur hal tersebut. Agama kalian agama kasih. Apa ajaran “kasih” yang demikian “hebat” bisa mengatur hal tersebut?
~
Sdr. Usil,
Dari sumber ilmiah manakah Anda membedakan definisi antara “anak angkat” dengan “anak adopsi?” Bukankah secara terminologi, arti keduanya sama?
Sdr. Usil, apakah anak adopsi dilarang mengetahui orangtua kandungnya? Tidak, bukan? Maka, jangan gegabah menuduh adopsi itu negatif. Justu adopsi sangat mulia karena memperlakukan anak angkat sebagai anak kandung, artinya merawat dan mendidik dengan kasih serta memberikan hak waris seperti halnya anak kandung. Mulia, bukan?
Sebaliknya, motif turunnya Qs 33:4-5, 40 justru melanggar ketetapan Allah. Nabi Anda membatalkan pertalian hubungan ayah-anak dengan Zaid anak angkatnya hanya karena ia ingin mengawini Zainab, istri Zaid, yang tiada lain menantunya (Qs 33:37). Padahal dengan tegas firman Allah di dalam Taurat tertulis: “Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati;…” (Taurat, Kitab Ulangan 20:12).
Jadi, Qs 33:4-5,37,40 digunakan nabi Anda sebagai perisai untuk menghidar dari ketetapan Allah di dalam Taurat.
~
Yuli