Pernikahan di bawah umur di kabupaten Indramayu cukup tinggi. Ini ungkapan Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Anis Fuadz kepada Republika, Senin (18/8/2014). Pertanyaan kami, “Mengapa anak di bawah umur harus menikah?” Bukankah seorang anak harus dididik dan tidak untuk dinikahkan? Sebab kita tahu, anak merupakan anugerah Allah bagi orang tua. Seorang anak adalah titipan Allah kepada orang tua, bukan?
Pandangan Al-Quran Tentang Anak
Kita mengetahui bahwa setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya menjadi lebih baik. Al-Quran menyatakan: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah mengerjakan yang baik dan cegahlah dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan” (Qs.31:17). Dalam hal Al-Quran mengajarkan untuk mendidik anak-anak, supaya menaati ajaran kitabnya. Al-Quran menyatakan bahwa membimbing anak melakukan perbuatan baik, merupakan kewajiban bagi orang tua.
Tindakan Muhammad Terhadap Anak-anak
Umat Muslim begitu mengagumi nabinya. Bahkan menganggap nabinya sebagai pemimpin dan teladan. Seorang pemimpin sudah selayaknya memberikan teladan sesuai dengan perintah Allah, bukan?
Namun, pada kenyataannya mengapa nabi umat Muslim memberikan teladan yang sangat berbeda? Hadist mencatat, “Aisha melaporkan: Rasul Allah mengawini saya ketika saya berumur 6 tahun, dan saya masuk ke rumahnya saat saya berumur 9 tahun” (Sahih Muslim, buku 008, no.3310).
Berdasarkan hadist di atas, benarkah Muhammad memberikan teladan yang baik dalam mendidik anak? Mengapa seorang yang menganggap dirinya nabi melakukan pernikahan dibawah umur?
Tindakan Isa Al-Masih Terhadap Anak
Hal ini sangat berbeda dengan Isa Al-Masih. Isa Al-Masih sangat mengasihi semua manusia, termasuk anak-anak. Umat manusia patut meneladani Isa Al-Masih. Sebab Isa Al-Masih tidak hanya mengajarkan. Ia juga memberikan teladan memperlakukan anak kecil. “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut” (Injil, Rasul Besar Matius 18:6).
Isa Al-Masih dengan tegas menyatakan untuk tidak menyesatkan anak-anak. Isa sangat mengasihi anak-anak. Bukankah melakukan pernikahan dibawah umur adalah penyesatan? Jelas, ini sangat bertentangan dengan perintah Allah.
Ikutilah Jalan Allah, Hindarilah Tindakan Salah
Setiap manusia sering menentang perintah Allah. Sehingga mereka sesat dengan jalannya sendiri. Allah telah menunjukkan Jalan Lurus supaya kita tidak tersesat. Ikutilah jalan yang lurus yaitu Isa Al-Masih! Isa Al-Masih bersabda, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut pandangan saudara layakkah seorang nabi menikahi anak dibawah umur? Jelaskanlah
- Setujukah saudara, seseorang menikahi anak dibawah umur menyesatkan? Jelaskan!
- Mana yang pantas diteladani dalam memperlakukan anak-anak, nabi Islam atau Isa Al-Masih?Jelaskan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Penganut Agama Melarang Pernikahan Dibawah Umur”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Sebagai awal komentar, saya tidak menanggapi apakah baik atau buruk menikahi anak di bawah umur, Tetapi saya memberikan satu tanggapan terhadap pemuatan gambar gadis cilik di atas. Kemungkinan besar Aisyah dipinang oleh nabi umat Islam karena melihat postur tubuh yang sudah berbeda dari gadis cilik dengan usia yang sama dan terlebih kemudian ditambah tiga tahun lagi.
~
Sdr. Boas Paguh,
Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan.
Berbicara mengenai umur Aisha saat dipinang nabi umat Islam pada umur 6 tahun dan 9 tahun saat berumah tangga, apakah yang Anda maksudkan postur tubuhnya sedikit lebih “dewasa” dari gambar gadis cilik yang termuat dalam artikel? Mohon klarifikasi Anda.
~
Yuli
~
Kalau ada tokoh sampai meminang gadis di bawah umur yang usianya berbeda amat jauh dan sudah memiliki beberapa istri, tentu bukan contoh yang bagus.
Isa Al-Masih bersabda, “Biarlah anak-anak itu datang kepada-Ku ,karena mereka yang empunya kerajaan surga”. Melalui bimbingan Rohul Kudus serta petunjuk Isa Al-Masih, saya dilayakkan memanggil Allah sebagai Bapa.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk tanggapan Anda.
Ya, benar, bahwa seorang yang beragama, lebih-lebih tokoh pemuka, harus memberikan teladan yang baik, yang bersumber dari pengajaran Allah sendiri.
Isa Al-Masih bukan hanya mengajarkan, melainkan meneladankan dalam tindakan nyata karena Ia sendirilah Sang Firman yang hidup. Teladan nyata itu diperlihatkan-Nya saat Ia menghargai, mengasihi, dan memberkati anak-anak (Injil Matius 19:13-15), di mana pada zaman itu, posisi anak-anak tidak dianggap penting oleh masyarakat.
Jadi, masihkah rekan-rekan ragu mengikuti Isa Al-Masih, Sang Tokoh yang nyata meneladankan ajaran Allah?
~
Yuli
~
Betul saudari Yuli. Postur tubuhnya lebih dewasa, bukan usia dan mentalnya yang saya maksud.
~
Sdr. Boas Paguh.
Terimakasih untuk klarifikasinya. Ya, betul bahwa usia mental anak 6 hingga 9 tahun masih terlalu belia untuk menerima tanggung jawab sebagai manusia dewasa, yakni menikah.
Terimakasih banyak untuk masukan Anda mengenai kekurangsesuaian gambar postur tubuh anak yang termuat dalam artikel. Akan kami teruskan sebagai bahan evaluasi.
~
Yuli
~
Sdr. Boas Paguh,
Menindaklanjuti masukan Anda tentang ketidaksesuaian gambar anak kecil yang termuat dalam artikel, tim kami sangat mengapresiasi perhatian serta kasih Anda demi perbaikan pelayanan kami.
Berikut adalah klarifikasi dari tim kami mengenai ilustrasi gambar pada artikel:
Gambar anak kecil yang termuat bukan merujuk pada tipologi postur tubuh Aishah kala dinikahi Muhammad. Sebaliknya, gambar anak kecil ini justru mengajak kita mengingat ajaran Isa Al-Masih tentang bagaimana harus memperlakukan anak-anak. Itulah sebabnya maka tata letak gambar tersebut sengaja berdekatan dengan tulisan ayat yang Isa Al-Masih sabdakan: “Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut” (Injil, Rasul Besar Matius 18:6).
Kiranya klarifikasi di atas dapat menjelaskan kesalahpahaman yang mungkin terjadi.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Admin (Yuli) menulis:
“… Jadi, masihkah rekan-rekan ragu mengikuti Isa Al-Masih, Sang Tokoh yang nyata meneladankan ajaran Allah? …”
Respon:
Yesus hanya tokoh, bukan Tuhan, yah … Yang Tuhan hanya Allah.
Mimie menulis:
“ … Kalau ada tokoh sampai meminang gadis di bawah umur yang usianya berbeda amat jauh dan sudah memiliki beberapa istri, tentu bukan contoh yang bagus …”
Respon:
Sok tahu, Anda!
Kepada Admin IDI,
Dapatkah saya diberikan kolom yang luas untuk menjawab fitnah yang Anda tuduhkan terhadap nabi Muhammad?
Terimakasih.
~
Sdr. Mujahid,
Kami sangat berterimakasih bila Anda & rekan-rekan semua bersedia mematuhi pedoman berkomentar seperti yang selalu tertera di bagian bawah artikel. Tanpa mengurangi esensi, kami ringkas 3 kolom komentar Anda dalam 1 kolom. Demi etika kesopanan, kami juga mengedit beberapa kosakata yang kurang berkenan. Kiranya ke depan, hal ini dapat Anda perhatikan.
Sdr. Mujahid, forum ini terbuka bagi aspirasi bersama. Jika argumentasi Anda menggunakan kalimat efektif dengan isi yang berbobot (disertai bukti pendukung), kolom yang tersedia sangat cukup bagi Anda. Bukankah hal yang sama telah dibuktikan para komentator lainnya? Maka, sangat baik bila Anda menirunya.
Kami paham mengapa Anda tidak menganggap Allah sebagai Tokoh karena “Tokoh” merujuk pada “Pribadi”, sedangkan Anda hanya memahami-Nya sebagai “Dzat” yang tak berpribadi, tak Anda kenal. Isa Al-Masih adalah Allah, Kalimatullah yang berpribadi (Injil Yohanes 1:1), yang telah meneladankan segala kebaikan. Tidakkah kita patut meneladani-Nya?
~
Yuli
~
Untuk Mujahid,
Saya siap menghadapi tuduhan Anda, tapi bukan diforum ini, Jujur, saya tamatan Aliya.
Semua nabi dinyatakan berdosa. Hanya Isa Al-Masih selain disebut suci, juga terkemuka di muka bumi dan di akhirat:
“Aku hanyalah utusan Tuhanmu untuk memberikan kepadamu seorang anak laki-laki yang suci” (Qs 19:19)
“…Setiap anak Adam yang baru lahir, disentuh oleh setan ketika lahirnya itu, lalu ia memekik menangis karenanya, kecuali Maryam dan anaknya” (HR. Bukhari No. 1493).
Istilah apa saja buat Isa Al-Masih tidak ada masalah, mau disebut manusia, nabi, atau Tuhan. Saya menjadi pengikut Isa Al-Masih karena Dia sungguh-sungguh berahklak mulia. Sabda Isa Al-Masih:
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku” (Injil Yohanes 10:27)
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih atas penjelasan yang Anda berikan, khususnya bagi Sdr. Mujahid. Bila Anda berdua (Sdri. Mimie & Sdr. Mujahid) ingin berdiskusi lebih lanjut di forum ini, kami harapkan agar topik diskusi tetap mengarah pada topik artikel.
Berkait dengan apa yang Anda sampaikan di atas, kami mengamini kebenarannya, bahwa keilahian Isa Al-Masih telah nyata baik dalam Alkitab maupun Al-Quran.
~
Yuli
~
Untuk Mbak Yuli,
Saudari selalu mengedit kata “aku” menjadi “saya”.
Kerana sering mengikuti suami yang Melayu, dari pada bercakap “awak”, saya jadi risih. Terima kasih Mbak Yuli.
Isa Al-Masih bersabda, “… barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Injil Matius 23:12). Dialah yang patut kita teladani.
Sayang, diforum ini jarang ada Muslimah yang tampil. Salam kasih Kristus.
~
Sama-sama, Sdri. Mimie. Karena forum ini diperuntukkan bagi setiap pembaca berbahasa Indo-Melayu, maka akan lebih mudah dipahami bila menggunakan bahasa baku. Adalah tugas kami, staff IDI untuk menyuntingnya.
Ya, betul. Isa Al-Masih adalah satu-satunya teladan sempurna yang layak kita anut. Semoga semakin banyak Muslimin dan Muslimah yang hatinya terbuka bagi kebenaran sejati.
~
Yuli
~
Saudari Yuli,
Terimakasih atas penjelasannya terhadap tanggapan saya. Maaf atas kekeliruan saya terhadap gambar gadis kecil di atas yang memeluk boneka.
Untuk makna ayat Matius 18:6, saya hanya bisa mengatakan ya dan amin.
~
Tidak masalah, Sdr. Boas. Justru kami senang menerima perhatian dan saran Anda bagi perbaikan pelayanan kami ke depan.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Untuk Mimie,
Bolehkah disebutkan nama Madrasah Aliyah tempat dulu Anda belajar?
~
Sdr. Mujahid,
Kami menghargai tanggapan Anda terhadap Sdri. Mimie. Namun akan lebih efektif bila apa yang Anda sampaikan berkait langsung dengan topik bahasan artikel.
Ohya, bukankah dalam dialog Anda sebelumnya, Anda ingin mengklarifikasi isi artikel, yang Anda anggap sebagai tuduhan kepada nabi Anda? Inilah saat yang tepat untuk mengargumentasikannya.
Kami tunggu komentar Anda selanjutnya. Terimakasih.
~
Yuli
~
Sudah sepikah situs ini hingga bertanya sendiri dan dijawab sendiri? Apakah sudah tidak punya amunisi lagi hingga memutar ulang kaset lama dan menggunakan Hadist ala FFI?
~
Sdr. Heboh,
Terimakasih atas partisipasi Anda melalui komentar di atas.
Akan lebih efektif bila diskusi kita difokuskan pada pembahasan topik di atas, bukan? Secara berimbang, artikel ini memuat ayat Al-Quran maupun Hadits sebagai tuntunan yang sahih bagi segenap umat Muslim. Apakah ada kekeliruan dalam hal ini? Jika menurut Saudara ada yang keliru, kami persilakan untuk memberikan klarifikasi dengan bukti-bukti yang sahih pula.
Al-Quran di dalam Qs 31:17 jelas mengajarkan hal yang baik untuk mendidik anak. Namun, hal berbeda dikisahkan dalam HSM buku 008, no.3310 mengenai pengakuan Aishah atas berlangsungnya pernikahan Muhammad dengannya saat masih sangat belia. Bagaimana Saudara menanggapi kedua hal ini?
~
Yuli
~
Baik, jika memang mau membahas hal ini.
Silakan dijawab, apa batasan tentang anak di bawah umur, dewasa, atau belia. Jika batasannya umur, silakan ditulis berapa. Jika batasannya bukan umur, silakan ditunjukkan data beserta dalilnya. Di topik ini, tim artikel tidak memberikan batasan jelas, mana anak-anak, belia, dan dewasa.
~
Sdr. Heboh,
Terimakasih atas kesediaan Anda membahas topik artikel.
Dengan berfokus pada 2 fakta yang termuat di dalam Qs 31:17 dan HSM buku 008, no.3310, tentu Anda dapat mempertimbangkan secara arif, patutkah anak usia 6-9 tahun menerima tanggung jawab berumah tangga? Apakah secara fisik mereka cukup matang untuk menjalankan tugas pokok sebagai istri? Bagaimana dengan perkembangan mental anak usia tersebut?
Tentu Anda dapat mengkategorikan, manusia berusia 6-9 tahun termasuk golongan dewasa ataukah anak-anak, bukan?
~
Yuli
~
Pernyataan Staff Isa Islam dan Kaum Wanita (2015-04-07 11:49) tidak menjawab pertanyaan saya. Apa yang Anda pahami dari pertanyaan saya yang cukup sederhana? Kategori atau batasan apa yang Anda gunakan untuk menyatakan bahwa anak ini masih di bawah umur atau dewasa? Jika batasan atau kategorinya adalah usia atau umur, maka umur berapakah anak sudah dianggap dewasa? Jika bukan umur atau usia, silakan diberikan dasar atau dalilnya bahwa anak dikatakan dewasa atau dibawah umur.
~
Sdr. Heboh,
Mari cermati kembali apa yang telah kami sampaikan sebelumnya. Pertanyaan tanggapan yang kami berikan secara otomatis menjawab pertanyaan Saudara, bahkan juga motif di balik apa yang Saudara tanyakan.
Dengan keyakinan bahwa Saudara adalah seorang yang berpengetahuan luas serta arif dalam bernalar, kami yakin melalui pertanyaan balasan kami, Saudara mendapatkan jawaban secara tepat.
Masukan bagi Saudara, berkait dengan cuplikan pernyataan Anda sbb:
“… umur berapakah anak sudah dianggap dewasa? …”
Ada baiknya bila kata “anak” diganti dengan “seseorang” karena bagaimanapun juga “anak” tidak dapat disebut “orang dewasa”, apalagi anak seumuran Aishah (6-9 tahun) yang saat itu telah dinikahi Muhammad.
~
Yuli
~
Ditanya tidak menjawab, malah balik bertanya. Yang saya tanyakan, apa kriteria/dasar/batasan yang digunakan staff situs untuk menyatakan bahwa anak ini masih di bawah umur atau sudah dewasa?
Contoh: Pernyataan anak ini pintar atau kurang pintar pasti ada kriteria/dasar/batasan yang digunakan, bukan?
~
Sdr. Heboh,
Kami paham dengan apa yang Anda pertanyakan. Sudah menjadi pengetahuan umum (kami yakin Anda pun sangat paham dalam hal ini) bahwa sesuai UU Perkawinan no.1 tahun 1974, usia ideal untuk perkawinan adalah umur 21 tahun karena telah dianggap dewasa baik secara fisik maupun mental.
Nah, kembali berfokus pada isi artikel, patutkah seorang anak usia 6-9 tahun seperti Aishah dinikahkan? Dari latar belakang budaya manapun dan zaman kapanpun, usia tersebut tak dapat digolongkan sebagai manusia dewasa, bukan?
Adalah tugas kita untuk mengasuh, merawat, dan mendidik seorang anak (bukan mengawininya), demi masa depannya kelak. Setujukah Anda?
~
Yuli
~
Yang saya tanyakan apa kriteria/dasar/ batasan yang digunakan staff situs untuk menyatakan bahwa anak ini masih di bawah umur atau tidak di bawah umur?
JIka kriteria/dasar/ batasan adalah umur maka umur berapa anak masih di katakan di bawah umur atau sebaliknya. JIka bukan umur, apa dasar beserta dalilnya?
~
Sdr. Heboh,
Simaklah kembali dialog-dialog kita di atas. Kami yakin Saudara cukup arif dalam memahami isi jawaban.
Ohya, bagaimana dengan pertanyaan terakhir kami, setujukah Anda bahwa tugas kita adalah mengasuh, merawat, dan mendidik seorang anak (bukan mengawininya), demi masa depannya kelak?
~
Yuli
~
Benarkah baru boleh menikah umur 21 tahun? Baca pasal 7:
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Jadi Menurut UU ini, pria yang sudah berumur 19 dan wanita 16 tahun sudah diizinkan menikah.
Ok, jika memang ini yang dijadikan dasar bahwa pria yang berumur di bawah 19 tahun dan wanita di bawah umur 16 tahun dianggap belum boleh melakukan pernikahan, mari kita lanjutkan diskusi jika sepakat.
~
Sdr. Heboh,
Mari simak tulisan kami sebelumnya:
“… sesuai UU Perkawinan no.1 tahun 1974, [u]usia ideal[/u] untuk perkawinan adalah umur 21 tahun karena telah dianggap dewasa baik secara fisik maupun mental …”
ini didasarkan pasal 6 ayat 2: “Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang [u]belum mencapai umur 21[/u] (duapuluh satu) tahun [u]harus mendapat izin kedua orang tua[/u]”.
Ini jawaban bagi pertanyaan Anda tentang batasan kedewasaan. Secara umum, umur 21 tahun memiliki [u]kesiapan fisik & mental[/u] dalam memikul tanggung jawab sebagai [u]orang dewasa[/u].
Jadi, kembali pada topik artikel, apakah menurut Anda, Aishah yang kala dinikahi nabi Anda berumur 6-9 tahun, dapat dikategorikan dewasa untuk memikul tanggung jawab sebagai istri? Tidakkah dalam usia tsb, ia lebih memerlukan didikan, asuhan, perlindungan, & kasih sayang orang tua?
~
Yuli
~
Nabi Muhammad SAW layak menikahi Aisha yang berumur 6 tahun, Saya ingin mengikuti ajaran beliau untuk menikahi gadis di bawah umur.
~
Sdr. Agung Suprianto,
Setiap orang memiliki kebebasan hak untuk memilih jalan hidupnya. Namun, setiap pilihan tentu membawa dampak tersendiri, bukan?
Menikahi anak di bawah umur melanggar undang-undang negara, bahkan melanggar ketetapan Allah yang sangat menghargai hak hidup setiap orang, tak terkecuali anak-anak. Setiap pelanggaran selalu berbuahkan hukuman. Sudah siapkah Anda menerima segala resikonya?
~
Yuli
~
Sdr. Admin,
Ada banyak Hadist yang menyatakan masalah umur Siti Aisyah RA pada saat menikah (Anda pasti tahu karena Anda mempelajari Islam). Tetapi mengapa Anda hanya mengambil sebagian kecil dan menyimpulkan sesuai pengertian Anda sendiri? Jujur saja dan ceritakan keseluruhan Hadits-hadits tsb agar mereka paham mengenai sejarah perkawinan Rasulullah SAW.
Buat kami kaum Muslim, sudah tidak ada masalah mengenai usia Siti Aisyah RA pada saat pernikahan dengan Rasulullah SAW dan kami tidak terpengaruh oleh fitnah-fitnah Anda.
Wass,
Candra
Sdr. Candra,
Terimakasih untuk tanggapan Anda mengenai isi artikel.
Tentu Anda juga sangat paham bila tidak semua Hadits dinyatakan shahih dan diterima oleh umat Muslim, bukan? Nah, Hadits yang kami muat pada artikel di atas bersumber dari Hadits Sahih Muslim, buku 008, no.3310.
Jika Anda menganggap kami menebarkan fitnah dengan mencantumkan bunyi Hadits tersebut, apakah Anda sedang meragukan kebenaran isi Hadits Sahih Muslim? Bukankah Hadits Sahih Muslim sendiri telah diterima kebenarannya serta dijadikan sebagai buku penuntun selain Al-Quran oleh umat Muslim?
~
Yuli
~
Yuli menulis:
“… Tentu Anda juga sangat paham bila tidak semua Hadits dinyatakan shahih dan diterima oleh umat Muslim, bukan? Nah, Hadits yang kami muat pada artikel di atas bersumber dari Hadits Sahih Muslim, buku 008, no.3310 …”
Jawab:
Berarti Anda juga tahu masalah Hadist yang dhaif. Terangkan kepada Umat Anda apa arti dhaif dan ceritakan mengapa dhaif.
~
Sdr. Chandra,
Anda tidak menyentuh persoalan mendasar yang semula telah Anda lontarkan sendiri. Di awal dialog, Saudara mempermasalahkan informasi mengenai umur Aishah berdasarkan Hadits-hadits, sedangkan di sisi lain, Saudara sendiri paham bahwa tidak semua Hadits diterima kebenarannya oleh umat Muslim.
Nah, informasi yang kami ambil berasal dari Hadits Sahih Muslim, buku 008, no.3310. Apakah Anda meragukan isi Hadits tersebut yang nyata-nyata diakui kesahihannya oleh umat Muslim?
~
Yuli
~
Mujahid (2015-04-01 11:48) menulis:
Untuk Mimie,
Bolehkah disebutkan nama Madrasah Aliyah tempat dulu Anda belajar?
Respon:
Kang Mujahid kira-kira bisa menerka sendiri. Jujur, sampai di perguruan saya masih memakai kerundung sampai semester 3, bukan saya anti dengan jilbab. Sekarang saya masih suka ngerumpi dengan sahabat-sahabat yang dulu sama-sama di pengajian. Saat ini sayapun mengikrarkan diri dalam pelayanan sosial untuk membalas kasih setia atas pertolongan Gusti Pangeran Isa Al-Masih.
Terimakasih.
~
Sdr. Mimie,
Terimakasih untuk respon klarifikasi Anda kepada Sdr. Mujahid.
~
Yuli
~
Sebaiknya jangan mengambil dalil yang sepotong-sepotong. Dalil yang berbahasa arab harus diartikan menurut ilmu bahasa Arab, bukan ala Indonesia.
Jika mau yang rasional, tunjukan dalam kitab Anda bukti-bukti ilmu pengetahuan, misalnya tentang penciptaan, alam semesta, biologi, fisika, dll. Hendak berlogika tapi berputar-putar dengan perasaan emosional sendiri. Katanya cinta kasih, malah kesannya pendengki tanpa dasar ilmu.
Bukankah Anda taat? Coba minum racun, buktikan apakah diri Anda memang beriman (sesuai Alkitab Anda).
~
Sdr. Sultan,
Apa yang Saudara sampaikan tidak berfokus pada pembahasan topik artikel. Jika Saudara merasa dalil yang digunakan artikel di atas adalah sepotong-sepotong dan tidak diartikan menurut ilmu bahasa Arab, forum ini sangat terbuka bagi Saudara untuk mengklarifikasikannya. Untuk itu kami persilakan Anda mengargumentasikannya dengan bukti-bukti yang faktual dan sahih.
Kami tunggu klarifikasi Saudara selanjutnya.
~
Yuli
~
Umur 9 tahun disebut anak di bawah umur? Benar kalu kita sandingkan dengan zaman sekarang. Anak umur 9 tahun zaman sekarang memang masih kecil tapi anak 9 tahun zaman dulu bagaimana?
9 tahun zaman nabi Muhammad SAW sudah akhil baliq, bahkan ukuran tubuhnya pun sudah besar. Dalam Islam, perempuan yang sudah dewasa atau akhil balig adalah perempuan yang umurnya 9 atau lebih dari itu, dan juga telah menstruasi.
Admin menulis artikel ini seakan-akan nabi Muhammad SAW melakuan perbuatan yang keji. Semoga Anda mengerti dengan penjelasan saya.
~
Sdr. Robby Nuryanto,
Terimakasih untuk sanggahan Anda mengenai batasan umur dewasa pada wanita di era nabi Anda.
Saudara, argumentasi perlu ditopang bukti-bukti faktual yang sahih, bukan? Nah, agar argumentasi Anda bukan retorika semata, silakan Saudara tunjukkan bukti faktual sahih yang menopangnya. Dari sumber manakah? Apakah sumber tersebut juga didukung oleh temuan-temuan ilmiah lainnya?
Perlu Anda ketahui, pada zaman Isa Al-Masih pun (abad 1), umur 12 tahun masih dikategorikan anak-anak yang masih memerlukan asuhan orang tua (Injil Lukas 2:42-51). Di zaman modern sekarang pun (abad 21), hal sama masih berlaku. Nah, bukankah ganjil bila di era Muhammad (abad 7), seorang gadis berusia 9 tahun tiba-tiba disebut dewasa dan wajar dinikahi?
~
Yuli