Di beberapa situs Islam mencatat bahwa wanita sangat dihargai dalam agama Islam. Bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang wanita menurut ajaran Al-Quran?
Orang Islam, khususnya wanita Muslim begitu mengidolakan Nabi Islam. Bahkan, seorang teman Muslimah pernah berkata, dia rela dipoligami oleh pria Muslim yang mempunyai karakter seperti nabi Islam.
Dengan mengetahui bagaimana pandangan Isa Al-Masih dan nabi Islam tentang wanita, menolong kita mengetahui bagaimana lebih mengasihi dan menghargai wanita.
Pandangan Islam Tentang Wanita
Dalam Hadist nabi Islam berkata tentang wanita sebagai berikut, “Wahai kaum wanita, aku tidak melihat dari suatu kaum (orang-orang) yang lemah akal (pemikiran) dan lemah agama lebih menghilangkan hati orang-orang yang sehat akal dan benaknya dari pada kaum wanita. Aku telah menyaksikan neraka yang penghuninya paling banyak kaum wanita . . .”(HR. Bukhari).
Dikisahkan satu waktu, ketika keluar dari masjid, pria dan wanita pulang dan berbaur di jalan. Lalu Nabi Islam berkata, “Minggirlah kalian (wanita), karena tidak layak bagi kalian untuk berjalan di tengah. Kalian harus berjalan di pinggir. Sejak saat itu, ketika para wanita berjalan keluar, mereka berjalan di tepi tembok” (HR. Abu Dawud; Hasan).
Lagi, ada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menyatakan tentang wanita:
- Pria memerintah wanita karena wanita kurang cerdas (Qs 4:34).
- Wanita yang tidak taat pada suami boleh dipukuli (Qs 4:34).
- Kesaksian wanita kurang dipercayai dibanding kesaksian pria (2.282).
- Wanita seperti ladang, pria dapat menggunakannya sesuka hati mereka (2:223).
- Seorang pria boleh mempunyai isteri empat sekaligus (Qs 4:3).
- Pria berhak menerima warisan lebih banyak dari wanita (Qs 4:11).
Bagaimana Anda jika seorang Muslimah membaca pandangan Islam dalam Al-Quran dan Hadist tentang wanita? Mungkin Anda bisa mempertimbangkan apa yang menjadi ajaran Isa Al-Masih.
Wanita-Wanita di Sekitar Isa Al-Masih
Kitab Suci Injil mencatat ada begitu banyak wanita di sekeliling Isa Al-Masih ketika Ia berada di dunia. Hal ini menandakan bahwa Isa Al-Masih memberi tempat bagi wanita dalam masa dakwah-Nya di dunia. Tidak ada indikasi dimana Isa memberi tempat paling rendah bagi wanita.
Bahkan Isa memberi kesempatan bagi wanita untuk menolong-Nya dalam berdakwah. Kitab Suci Injil mengatakan, “wanita-wanita ini melayani dengan kekayaan mereka” (Injil, Rasul Lukas 8:2-3). Bukan hanya pada masa itu saja, wanita juga sangat berperan dalam perkembangan gereja mula-mula.
Isa Al-Masih Menjamin Keselamatan Wanita Pelacur
Kitab Suci Injil juga mencatat bagaimana Isa Al-Masih mengampuni wanita-wanita berdosa. Sekali waktu, ketika Isa Al-Masih makan, seorang pelacur berdiri di belakang-Nya. Dia menangis hingga air matanya jatuh membasahi kaki Isa. Di Masa itu orang duduk dengan kaki ke belakang. Wanita itu menyeka kaki Isa dengan rambutnya, dan meminyaki dengan minyak wangi.
Isa tahu wanita itu seorang pelacur. Namun Ia tidak mencela, menegur ataupun mengusirnya. Karena kasih-Nya dan Isa melihat iman wanita itu, Isa pun berkata kepadanya, “Dosamu telah diampuni” (Injil, Rasul Lukas 7:36-50). Tindakan Isa Al-Masih tersebut membuktikan bahwa Ia juga menyediakan keselamatan sorgawi bagi wanita.
Allah Menyediakan Tempat Bagi Wanita di Surga
Yang membuat layak atau tidaknya seseorang masuk surga adalah dosa. Bukan ditentukan oleh agama atau jenis kelamin Anda.
Ketika Isa Al-Masih berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6), hal tersebut ditujukan bagi pria dan wanita!
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Artikel Terkait:
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Pandangan Isa Al-Masih Dan Nabi Islam Tentang Wanita” Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Bagaimana Derajat Wanita dan Keutamaan Laki-Laki dalam Islam?
- Apakah Al-Quran Menghargai Wanita?
- Alasan Muslimah Arab Saudi Menuntut Kesetaraan Gender
- Hak Kaum Wanita Dalam Negara-Negara Islam
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, siapakah lebih mengasihi dan menghargai para wanita, Isa atau nabi Islam? Jelaskan alasan saudara!
- Menurut saudara, mengapa Isa Al-Masih memberi peranan yang sama bagi pria dan wanita dalam dakwah-Nya?
- Setujukah saudara bahwa jaminan keselamatan sorgawi tidak ditentukan oleh agama ataupun jenis kelamin seseorang? Jelaskan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Waduh, tentang pelacur itu, mungkin semua orang memiliki alasan dan Allah adalah sebaik-baiknya yang mengetahui. Tapi jika wanita terus melacur juga tidak diperkenankan. Mengapa? Bisa merugikan untuk dirinya sendiri. Rugi apa? Wanita jadi tidak memiliki nilai dan bahaya bagi kesehatan tubuh. Allah hanya ingin menjaga itu. Makanya wanita dilarang melacur karena sayangnya Allah kepada kita.
~
Sdri. Putrii,
Dari isi artikel yang mengisahkan pengampunan Isa Al-Masih kepada seorang pelacur yang menyeka kaki Isa dengan air mata, rambutnya, serta minyak wangi, apa yang terpikirkan di benak Anda? Mengapa pelacur tsb melakukannya? Bagaimana pula hubungannya dengan pengampunan dosa yang Isa Al-Masih berikan? Bila Anda bersedia membacanya langsung dari Injil Lukas 7:36-50, Anda setidaknya mendapatkan beberapa hal penting sbb:
– Kasih pengampunan Allah jauh melampaui besarnya dosa kita
– Seberapa besar perbuatan kasih yang kita berikan kepada Allah mencerminkan bagaimana kita memandang diri terhadap dosa. Jika kita merasa diri tidak terlalu berdosa sehingga kurang membutuhkan banyak pengampunan Allah, maka perbuatan kasih kita kepada-Nya pun ala kadarnya. Sebaliknya, hanya orang yang sungguh merasa berdosalah yang sangat bersyukur atas pengampunan Allah sehingga kasih yang diberikannya kepada Allah melimpah.
– Seringkali kita menunjuk dosa si pelacur adalah hal yang besar, yang berada di luar diri kita. Padahal tanpa sadar, dosa kita yang lain pun tidak lebih kecil daripada dosa melacur. Apakah hanya pelacur saja yang membutuhkan pengampunan Allah dan pemulihan hidup? Bagainama dengan kita?
~
Yuli
~
“… Aku telah menyaksikan neraka yang penghuninya paling banyak kaum wanita” (HR. Bukhari).
Sebenernya begini. Wanita itu berdampak besar, baik ataupun buruk jika berjalan dalam kesalahan.
Karena wanita, saya belajar etika dan norma sebagai wanita. Islam memang benar-benar menjaga wanita. Hanya kadang wanita yang salah paham dan selalu tidak menjaga dirinya. Banyak wanita di neraka itu bukan karena wanita dibenci Allah, tapi wanita banyak yang melanggar hukum-hukum Allah yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Wanita menggosip, membuka aurat yang memancing perbuatan negatif orang, wanita bicara menyakitkan hati.
Tapi wanita dimuliakan Allah karena kelembutannya, ramahnya, kasih sayangnya, anggunnya dalam bicara, tutur bicara yang menjadi doa, dan pengorbanan terbesarnya (melahirkan).
~
Sdri. Putrii,
Anda benar, Saudariku. Setiap orang, baik pria maupun wanita, sangat perlu belajar dan menjaga etika serta norma kesopanan baik dalam pikiran, perilaku, tutur kata, maupun cara berpakaian. Bukankah baik pria maupun wanita harus mencerminkan karya ciptaan Tuhan yang mulia?
Menanggapi pernyataan Anda: “Islam memang benar-benar menjaga wanita”, bagaimana hal ini Anda jelaskan dengan catatan Hadits tentang pernyataan nabi Anda: “Minggirlah kalian (wanita), karena tidak layak bagi kalian untuk berjalan di tengah. Kalian harus berjalan di pinggir. Sejak saat itu, ketika para wanita berjalan keluar, mereka berjalan di tepi tembok” (HR. Abu Dawud; Hasan). Tidakkah pernyataan nabi Anda tsb justru menomorduakan kelas wanita? Bagaimana pula dengan ajaran poligaminya? Sungguhkah memberi rasa aman tenteram kepada istri pertama dan anak-anaknya?
Bukankah dalam hal menjaga diri dari apa yang salah, baik wanita maupun pria sama-sama gagal? Ketika perkataan dan tingkah laku wanita telah memanipulasi pria, apakah pria juga tidak berdosa memanipulasi wanita dengan harta dan takhtanya? Namun anehnya, mengapa nabi Anda melihat jumlah wanita lebih besar di neraka? Apakah karena ia pria yang menganggap dosa pria tidak sampai menyeret mereka ke neraka?
~
Yuli
~
Wanita itu fitrahnya berbicara lembut dan mengandung doa yang baik. Tidak umbar aib sana sini, menjaga aurat yang dapat mendatangkan dampak negatif, menjaga badannya dari sentuhan lelaki yang bukan mahramnya, yang santun. Indah bagai bidadari, bukan? Apa ada bidadari yang tingkahnya tidak sopan? Saya pikir tidak ada. Pasti sinar matanya sayu penuh kelembutan dan aura positif.
Ayo tetap mendoakan siapapun agar mendapat pengampunan dari Allah tanpa terkecuali.
~
Sdri. Putrii,
Apa yang Anda sampaikan tidak keliru. Wanita harus menjaga diri sebaik-baiknya. Namun, apakah hal yang sama juga tidak berlaku bagi pria? Bukankah baik pria maupun wanita sama-sama manusia yang diliputi nafsu dosa?
Bila keinginan pria berpoligami tidak dikaitkan dengan kadar kesetiaan dan kasihnya kepada istri pertama, logika sehat manapun tentu menyangkalnya, bukan? Lalu, apakah ketidaksetiaan itu tidak menyakiti hati Allah? Bukankah dosa pada hakikatnya adalah ketidaksetiaan kepada Allah? Apakah mungkin bila ketidaksetiaan suami terhadap istrinya tidak Allah perhitungkan sebagai dosa? Hal-hal inilah yang nampaknya luput dari pertimbangan nabi Anda. Bahwa Allah bukan saja menuntut ketaatan kaum wanita, tetapi juga menuntut para pria untuk taat kepada-Nya. Sebab baik pria maupun wanita sama derajatnya di mata Allah.
~
Yuli
~
Hadits palsu. Semoga Anda disadarkan.
~
Sdr. Ard,
Mari cermati ulang pernyataan Anda yang menyatakan bahwa kutipan hadits Shahih Bukhari dan hadits Hasan dari Abu Dawud pada artikel di atas adalah hadits palsu. Bagaimana Anda bisa mengkategorikannya palsu? Sedangkan para ulama Muslim sepakat menerima hadits Shahih dan hadits Hasan sebagai pedoman yang sah bagi umat Muslim?
Maka, belajarlah lebih sungguh ajaran yang Anda yakini supaya kebenaran terbuka bagi mata hati Anda.
~
Yuli
~
Waduh, inilah yang membuat orang berkelahi. Kalau tidak paham agama sebaiknya diam, itu lebih baik. Bukankah orang yang paling baik takwanya di hadapan Allah adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain (semua orang)? Kalau tidak bisa berbuat baik, berkatalah yang baik. Dan kalau tidak berkata yang baik kepada orang lain, maka diam itu lebih baik. Iitu ajaran agama saya. Begitu indah, bukan?
Tetapi saya tidak pernah berpendapat tentang agama lain karena tidak memahaminya dan saya tidak pernah menjelekkan juga. Karena agamamu untukmu, dan agamaku untukku. Masih banyak pekerjaan yang harus dikerjakan yaitu tebarkan kedamaian dan kasih sayang sebagaimana agama ajarkan kepada saya.
~
Sdr. Tri,
Terimakasih atas kunjungan Anda pada artikel di laman ini.
Saudaraku, dapatkah Anda jelaskan lebih jauh maksud pernyataan Anda: “… inilah yang membuat orang berkelahi”? Bagian manakah yang Anda maksudkan: isi artikel, atau isi diskusi sebelumnya pada forum ini?
Tentu Anda setuju bahwa kebenaran sejati bersifat transparan, dapat diuji oleh siapapun, dan terkonfirmasi kebenarannya lewat bukti dan fakta. Isi artikel di atas dilandasi berbagai bukti dan fakta baik dari catatan kitab Injil maupun Hadits Shahih dan Hadits Hasan yang diakui oleh segenap pakar dan ulama Muslim. Maka tidak ada salahnya bila kita mendiskusikan bersama dan mengkaji isinya, bukan? Sebab hasil yang kita dapatkan nantinya semakin mendorong kita mempedulikan kebutuhan terpenting setiap insan, yaitu kebenaran sejati dari Allah. Bukankah kebenaran sejati dari Allah sajalah yang memberikan kesejahteraan kekal bagi kita? Untuk itu, perlu bagi kita semua menelaah segala sesuatu dengan hati terbuka dan kepala dingin guna menjauhkan perkelahian.
Saudaraku, bila Anda punya pandangan berbeda dengan isi artikel di atas, atau ada hal-hal yang Anda rasa perlu diluruskan sesuai pemahaman keyakinan Anda, forum ini dengan terbuka mempersilakan Anda menyampaikan aspirasi dan argumentasi. Dengan demikian, artikel dan diskusi kita akan lebih bermanfaat bagi semua pihak.
Kami tunggu tanggapan Anda selanjutnya.
~
Yuli
~
Wanita-wanita ini melayani dengan kekayaan mereka” (Injil, Rasul Lukas 8:2-3).
“Wahai kaum wanita, aku tidak melihat dari suatu kaum (orang-orang) yang lemah akal (pemikiran) dan lemah agama lebih menghilangkan hati orang-orang yang sehat akal dan benaknya dari pada kaum wanita. Aku telah menyaksikan neraka yang penghuninya paling banyak kaum wanita …” (HR. Bukhari).
Menurut saya, ayat dan hadits ini singkron. Karena nabi Isa As pasti lebih mengerti bahwa akan ada rasul yang akan mempertegas harkat dan derajat wanita, dan akan ditempatkan yang sepantasnnya sesuai dengan tabiatnya.
~
Sdr. Dani
Terimakasih untuk komentar Anda. Namun apa yang Anda sampaikan cukup membingungkan. Sebab Anda mengasumsikan ayat Injil tentang wanita di masa pelayanan Isa Al-Masih, Anda anggap sinkron dengan Hadist tentang pernyataan nabi Anda yang justru bertolak belakang dengan pesan Injil.
Pada Injil Lukas 8:2-3 dituliskan bagaimana Isa Al-Masih memberi kesempatan bagi para wanita untuk menolong-Nya berdakwah dengan pelayanan lewat harta kekayaan mereka. Sebaliknya, dalam Hadits Bukhari, Muhammad justru memandang kaum wanita sebagai mayoritas penghuni neraka. Tidakkah kedua pandangan tokoh ini jelas berseberangan? Juga, fakta apakah yang mendasari Anda berkesimpulan:
1) bila Isa Al-Masih menganggap Muhammad adalah Rasul Allah?
2) bila Muhammad mempertegas harkat dan derajat wanita sepantasnya sesuai tabiat mereka? Sedangkan Muhammad sendiri salah memandang wanita dengan merendahkannya, berlawanan dengan bagaimana Isa menghargai posisi wanita sepadan dengan pria?
~
Yuli
Maaf bukan Isa, tapi Yesus. Memang Yesus sepanjang hidupnya selalu bersama dengan pelacur, maka ia hanya fokus kepada pelacur. Dia tidak tahu kehidupan berumah tangga bagaimana. Kebutuhan biologisnya dilampiskan kepada para pelacur itu. Bahkan dia tidak pernah memiliki rasa hormat kepada ibunya. Ibunya dibentak. Dengan pelacur dia ramah, dengan ibunya dia kasar.
~
Sdr. Gandhi Waluyan,
Siapa “Yesus” yang Anda maksud sebagaimana Anda gambarkan? Yesus Kristus (Yesus = Isa, Kristus = Al-Masih) yang tertera dalam Kitab Injil jauh dari apa yang Anda sebut. Maka Anda salah alamat bila menganggapnya Yesus Kristus (Isa Al-Masih).
Sebagaimana sumber sahih untuk mengetahui riwayat nabi Anda adalah Hadits Shahih (diantaranya Hadits Bukhari) dan untuk riwayat Isa (Yesus) adalah Injil, maka artikel kami telah menggunakan dua sumber shahih tsb untuk membandingkan nabi Anda dengan Isa Al-Masih. Kami harapkan Anda pun menggunakan acuan sumber yang sama mengingat kesahihannya. Nah, dari apa yang disampaikan nabi Anda tentang wanita sebagaimana terkutip dari Hadits Bukhari, bagaimana Anda memandangnya? Apakah nabi Anda lebih menghargai wanita dibandingkan dengan penghargaan Isa Al-Masih terhadap wanita? Silakan Anda jelaskan lebih rinci. Kami tunggu.
~
Yuli