Beberapa hari lalu saya menghadiri upacara pernikahan adik saya. Ada satu pernyataan pendeta yang memimpin ucapara pernikahan tersebut, yang menurut saya perlu diperhatikan. Khususnya oleh pasangan yang sudah menikah. Dia berkata, “Janganlah mencari kebahagiaan dalam rumah tangga. Tetapi ciptakanlah kebahagiaan dalam rumah tangga.”
Nah, bagaimana pandangan Anda tentang pernyataan tersebut? Tidak sedikit yang berpendapat bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan kebahagiaan. Dan ketika kebahagiaan itu tidak didapat, tidak jarang mereka berusaha mencari solusi masalah pernikahan di luar. Misalnya, dengan berpoligami.
Alasan Berpoligami
Beberapa alasan suami berpoligami adalah: 1) Ingin memiliki keturunan karena isteri pertama tidak dapat memenuhinya. 2) Isteri tidak dapat memberi kepuasan bagi suami, baik dalam hal rohani maupun jasmani. 3) Suami mencintai wanita lain, tetapi dia tidak ingin menceraikan isteri pertamanya. 4) Merasa sanggup untuk berbuat adil, karena mapan secara materi. 5) Suami dan isteri sudah mempunyai visi dan misi yang berbeda.
Telaahlah dengan seksama semua alasan di atas. Maka Anda akan melihat, bahwa sebenarnya yang dicari suami adalah kebahagiaan.
Dampak Berpoligami
Tentu tidak salah bila seseorang ingin bahagia. Sayangnya, para suami yang berpoligami seakan-akan melupakan dan mengabaikan dampak negatif berpoligami. Bahkan mereka berkata, “Poligami adalah satu-satunya solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah pernikahan.” Benarkah demikian? Untuk mengetahui kebenarannya, mari kita menyimak beberapa dampak poligami berikut ini.
Terhadap Anak – Seto Mulyadi, Psikolog anak berkata “Saat ayah melakukan poligami, maka rasa cemburu, marah, sedih kecewa tentu tidak dapat dihindari. Perasaan ini bisa menumpuk dan akan mengganggu emosi anak. Poligami tidak hanya berdampak pada psikologisnya, tetapi juga pada fisik dan presentasi akademik si anak.”
Terhadap Isteri – Beberapa peneliti berkata bahwa poligami dapat menurunkan kepuasan hidup dan perkawinan. Wanita yang dipoligami akan mengalami permasalahan gangguan jiwa yang berdampak juga buat kesehatan. Mereka lebih mudah jatuh kedalam depresi, gangguan psikosomatik, serta mengalami kecemasan dan paranoid. Selain itu, wanita yang dipoligami akan merasa rendah diri, lebih mudah mengalami gangguan kejiwaan dan stress.
Jelas poligami bukan solusi masalah pernikahan terbaik untuk menyelesaikan masalah pernikahan. Sebaliknya, poligami menciptakan masalah-masalah baru bagi anggota keluarga.
Ajaran Agama Islam Tentang Poligami
Agama Islam adalah satu-satunya agama yang secara jelas memberi ijin untuk berpoligami. Hal ini dapat kita baca dalam salah satu ayat Al-Quran, yaitu “. . . maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” (Qs 4:3)
Bahkan nabi umat Muslim sendiri meneladani hal tersebut dengan mengambil beberapa orang wanita sebagai isterinya.
Pandangan Kitab Allah Tentang Pernikahan
Ternyata Kitab Suci Allah tidak sejalan dengan Al-Quran dalam hal poligami. Kitab Suci Allah menyatakan, pernikahan adalah menyatunya seorang pria dan seorang wanita, sehingga keduanya menjadi satu daging (Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Jelas bukan, bahwa Allah yang menghendaki pernikahan yang terdiri dari satu pria dan satu wanita!
Allah, Khalik yang Maha Bijaksana, tentu sudah terlebih dahulu mengetahui efek negatif poligami. Allah, Ar-Rahman Ar-Rahim, jelas tidak ingin umat-Nya mengalami penderitaan sebagai akibat dari pernikahan.
Mengasihi Allah dan Keluarga
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Injil, Surat Efesus 5:25). Isa Al-Masih telah mati di atas kayu salib, menyerahkan nyawa-Nya sebagai ganti hukuman atas dosa kita. Dia melakukannya bukan karena Dia kena tulah atau berbuat dosa. Semua karena Dia mengasihi Anda dan saya. Supaya Anda dan saya tidak binasa dalam kekekalan.
Allah ingin hal yang sama dapat dilakukan para suami terhadap isterinya. Yaitu mengasihi dan menyerahkan nyawanya demi kebahagiaan isterinya. Sebab suami bertanggung-jawab untuk membuat isterinya bahagia. Pernikahaan tentu bukan semata-mata untuk kebahagiaan suami, bukan? Demikianlah, kita dapat melihat dengan jelas, bahwa poligami bukan solusi masalah pernikahan terbaik untuk mengatasi setiap permasalahan dalam perkawinan. Juga, poligami tidak menambah kebahagiaan isteri!
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Setujukah saudara bahwa poligami bukan solusi terbaik untuk mengatasi masalah dalam pernikahan? Sebutkan alasan saudara!
- Menurut saudara, bagaimanakah pernikahan yang ideal itu?
- Bagaimana sebaiknya seorang suami memperlakukan isterinya?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
penonton mengatakan
~
Saudari Yuli berkata:
“Melontarkan pertanyaan dengan menangkap maksud jawaban dari pertanyaan adalah 2 kemampuan berbeda. Jika keduanya tidak dimiliki secara seimbang, maka dialog 2 arah manapun tak dapat membantu, apalagi bermanfaat. ‘
Tanggapan:
Pernyataan seperti ini adalah bukan jawaban. Ini hanya keluhan Saudari atas kegagalan pembuktian. Poligami adalah solusi alternatif bagi orang yang beriman. Harapan saya, berhentilah berkata poligami haram. Mengatakan poligami dosa sama saja Saudari menuduh nabi-nabi besar dalam PL telah berzinah.
Terimakasih.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Silahkan Anda baca dan renungkan kembali dialog-dialog kita di atas.
Jika Anda bijak, Anda akan menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan Anda, bahkan lebih dalam dari apa yang selama ini dapat Anda pertanyakan.
Pertanyaan kami kepada Anda yang belum Anda jawab hingga kini, sebenarnya adalah salah satu kunci jawaban atas pertanyaan Anda sendiri.
Jadi, sudahkah Anda temukan jawabannya?
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Kesimpulan:
Tidak ditemukan bukti ayat dari PL yang melarang berpoligami sehingga nabi-nabi besar dalam Perjanjian Lama berani berpoligami, Jika poligami yang dilakukan oleh nabi Ibrahim haram, maka tentu Allah akan melarang keras nabi Musa berpoligami.
Pesan kepada seluruh umat Kristiani: “berhentilah menghujat poligami”
Terimakasih.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Perlu diingat, semua yang Anda tulis adalah kesimpulan Anda sendiri yang gagal memahami keseluruhan inti dari kitab Perjanjian Lama (PL). Sebagai bahan introspeksi atas kekeliruan kesimpulan Anda tsb, silahkan renungkan kembali ayat dalam Taurat, kitab PL, yakni Kejadian 2:18-25. Mintalah hikmat Allah yang sanggup membukakan mata hati kita.
Saudara, mempelajari kitab PL dengan mengabaikan kitab PB (Perjanjian Baru) sama halnya belajar topik namun tidak tuntas. Akibatnya, bisa salah total saat menarik kesimpulan.
Sabda Yesus dalam kitab PB selalu mengacu pada firman Allah dalam kitab PL. Karena kitab PB adalah seluruh penggenapan dari nubuat yang tertulis dalam PL, maka mempelajari keduanya dapat menuntun pada kebenaran Allah. Silahkan renungkan kembali sabda Yesus mengenai poligami dalam Injil Matius 19:4-8.
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Saudari Yuli,
Matius19:4-8 sama sekali tidak ada pelarangan poligami. Di sini Yesus sedang melayani pertanyaan orang-orang Farisi yang punya prilaku suka menceraikan istri. Jadi tidak ada larangan poligami.
Ayat ini hanya mengajarkan perkawinan serius benar-benar menyatu dengan istri. Jelas sekali Yesus hanya melarang menceraikan istri yang tidak menyeleweng.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Mari cermati ulang sabda Yesus yang Ia kutip dari Kejadian 2:24. Demikian sabda Yesus:
“Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Injil, Rasul Besar Matius 19:5-6)
Sesuai bahasa aslinya (Yunani), kata “laki-laki” dan “istrinya” adalah bentuk tunggal, bukan jamak. Jadi jelas bahwa 1 suami & 1 istri bersatu menjadi “satu daging” dalam perkawinan monogami adalah kehendak Allah sejak awal peciptaan manusia.
Karena keduanya (bukan ketiganya, atau keempatnya, dst) telah bersatu, maka tidak boleh diceraikan/dipisahkan. Memisahkan apa yang telah bersatu berarti melukai/merusak kesatuan, bukan?
Jika Anda mau berpikir jernih dengan hati nurani yang tulus, menambah jumlah istri pada sebuah ikatan perkawinan yang telah menyatu sangat melukai perasaan, bukan? Dengan demikian, tidakkah poligami adalah dalil manusia untuk menyakiti/memisahkan/merusak kesatuan suami istri?
Jadi, jangan lagi berdalih bahwa dalam Matius 19:4-8 Yesus tidak sedang berbicara juga tentang poligami. Ingatlah kembali teguran Yesus dalam ayat 8.
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Saudari Yuli,
Berdalih? Untuk apa berdalih? Bukankah kita berbicara fakta dari ayat-ayat?
Bukankah Saudari yang gagal hingga berdalih memaksa kehendak sendiri untuk mengerti ayat dalam Matius 19:5-6 harus dimaksudkan sebagai larangan berpoligami? Bukankah telah jelas ayat itu larangan bercerai?
Bukankah saya meminta Saudari hanya membuktikan ayat yang melarang poligami saja? Mana ayat yang melarang poligami?
Kalau poligami berdosa, mengapa nabi-nabi besar berpoligami dan secara turun temurun melakukan poligami? Apakah Tuhan Alkitab lupa berkata poligami dosa atau dilarang?
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Silahkan renungkan kembali apa yang pernah kami sampaikan kepada Anda pada dialog-dialog sebelumnya:
“Melontarkan pertanyaan dan menangkap maksud jawaban dari pertanyaan adalah 2 kemampuan berbeda. Jika keduanya tidak dimiliki secara seimbang, maka dialog 2 arah manapun tak dapat membantu, apalagi bermanfaat”
“Hikmat tinggal di dalam hati orang yang berpengertian, tetapi tidak dikenal di dalam hati orang bebal” (Kitab Amsal Sulaiman 14:33)
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Saudari Yuli,
Untuk menutupi kelemahan & kegagalan Saudari sendiri, saya rasa tidak perlu Saudari berdalih berkata-kata seperti itu. Saya tidak sedang mendengar khotbah. Saya hanya ingin bukti saja bahwa Alkitab memang sama sekali tidak melarang poligami.
Karena Allah Alkitab tidak melarang poligami, poligami adalah pilihan solusi bagi kasus tertentu. Pesan saya: berhentilah menghujat poligami karena nabi-nabi besar Alkitab pun telah berpoligami.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Kami menyadari, mungkin Anda belum sampai pada pemahaman pemikiran seperti yang kami harapkan. Karenanya anjuran-anjuran kami sebelumnya tidak dapat menolong. Semoga melalui penjelasan singkat berikut, pemikiran Anda dapat mulai terbuka:
1. Perkawinan monogami adalah ide Allah (Kejadian 1:27-28, 2:18-25)
2. Karena ketidaktaatan terhadap Allah, manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3)
3. Dosa merusak seluruh kehidupan manusia (Roma 3:9-18, 23)
4. Poligami adalah ide manusia yang telah jatuh ke dalam dosa (Kejadian 16:2-4, 17:21)
5. Praktik poligami oleh nabi-nabi Allah sebelum kedatangan Yesus ke dunia adalah bentuk kesabaran Allah atas dosa manusia (Injil Matius 19:8)
6. Melalui karya keselamatan Yesus yang menghancurkan kuasa dosa, pemulihan manusia terjadi (Injil Yohanes 5:24, Surat Roma 8:2). Sebagai salah satu dampaknya, hukum perkawinan monogami kembali ditegakkan (Injil Matius 19:4-6)
Jika Anda merindukan kebenaran Allah, Anda dapat menghubungi kami melalui email: untuk mendiskusikannya lebih jauh.
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Saudari Yuli,
Saya juga menyadari semua point dan argumen-argumen dari ayat-ayat yang telah Saudari tampilkan, semuanya gagal membuktikan “larangan berpoligami”.
Harapan saya : ” berhentilah menghujat poligami “
Terimakasih.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Jika Muslim berarti orang yang berserah kepada Allah, silahkan Anda renungkan pertanyaan penting berikut:
“Siapakah yang sebenarnya kita layani? Allah dengan segala ketetapan-Nya yang mulia, atau hawa nafsu kita sendiri? Hamba siapakah kita sebenarnya? Hamba Allah, ataukah hamba hawa nafsu? Layakkah kita menganggap diri sebagai orang yang berserah kepada Allah, jika kita mengingkari maksud Allah yang mulia dalam perkawinan monogami?”
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Seorang hamba yang menyerahkan diri tidak ada hubungan dengan poligami. Justru orang berserah diri adalah orang yang mau berbagi dengan orang lain termasuk dalam berpoligami seperti cara nabi-nabi.
Poligami adalah pilihan dengan persyaratan ketat. Tidak semua orang mampu berpoligami, dan tidak semua orangpun mau dipoligami. Perlu Anda ketahui, poligami adalah solusi untuk kasus tertentu. Misal seorang suami yang masih sehat jasmani rohani dan finasial, sementara istrinya sudah tua tidak mampu melayani kebutuhan sex-nya. Bagaimana solusinya? Atau mandul tidak mempunyai anak? Lalu si suami ingin menikahi janda atau perawan yang mau dan bisa dia membantu baik keuangan atau kebutuhan sex-nya. Bagaimana?
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Tepat seperti pertanyaan perenungan yang kami lontarkan, argumentasi yang Anda berikan telah menjawab kepada siapakah/apakah Anda berserah. Bagaimanapun, itu adalah kebebasan hak pilih Anda. Setiap pilihan membawa dampak. Hanya pilihan berserah kepada kehendak dan kedaulatan Allah-lah yang memberikan kesejateraan, baik dalam kehidupan ini maupun di akhirat kelak. Di luar kehendak Allah, hanya kehancuran dan kebinasaanlah jawaban akhirnya.
“Sebab itu kukatakan dan kutegaskan ini kepadamu di dalam Tuhan: Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah dengan pikirannya yang sia-sia dan pengertiannya yang gelap, jauh dari hidup persekutuan dengan Allah, karena kebodohan yang ada di dalam mereka dan karena kedegilan hati mereka. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran” (Injil, Surat Efesus 4:17-19)
~
Yuli
penonton mengatakan
~
Manusia telah diberi akal dan petunjuk/referensi oleh Tuhan dengan menurunkan kitab-kitab suci-Nya. Manusia diberi pilihan, tentu setiap pilihan pasti ada dampak positif/negatif tergantung bagaimana manusia mengelolanya. Setiap aturan yang telah dibuat oleh Tuhan tentu Tuhan sendiri telah mengetahui akibatnya, dan larangan/perintah telah tertera dalam kitab-Nya.
Kesimpulan:
– Setiap yang dilarang wajib dijauhi
– Setiap anjuran wajib dilaksanakan sesuai kemampuan hamba-Nya
– Jika tidak dilarang berarti sebuah pilihan hidup / boleh saja dilakukan / boleh tidak, seperti yang telah dilakukan oleh nabi-nabi besar.
-Poligami salah satu pilihan hidup yang telah dilakukan oleh nabi-nabi besar.
staff mengatakan
~
Sdr. Penonton,
Logika argumentasi Anda kontradiktif. Jika Anda yakin Allah mengaruniakan akal kepada manusia, mengapa justru semua kesimpulan Anda menyiratkan manusia tidak perlu menggunakan akalnya dalam memahami kitab Allah? Cukup mencari kata “dilarang poligami”, & jika tidak ada, maka boleh dilakukan. Bukankah ini pengabaian nalar? Berikut satu contoh ayat untuk Anda renungkan:
“Jangan mencuri” (Taurat, Kitab Keluaran 20:15) => perintah ke-8 dari 10 hukum Taurat.
Apakah mencontek saat ulangan diperbolehkan karena kata “mencotek” tidak tertulis? Jika tidak bernalar, pastilah kita menjawab “boleh”, bukan? Padahal, mencontek adalah mencuri jawaban teman!
Demikian juga dengan poligami. Renungkanlah kembali Injil Matius 19:5-6. Jika masih bingung, bacalah kembali uraian kami tanggal 2015-01-16 11:46.
~
Yuli
samson mengatakan
~
Sangat jelas poligami bukan ajaran dari Allah melainkan ajaran manusia yang lebih mengutamakan kedagingan:
“Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu–seperti yang telah kubuat dahulu–bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (Injil, Surat Galatia 5:19-21).
Dan inilah hidup umat kepunyaan Yesus:
“Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh” (Injil, Surat Galatia 5:24-25).
staff mengatakan
~
Sdr. Samson,
Agar lebih mudah dibaca, 2 kolom komentar Anda kami ringkas dalam 1 kolom.
Terimakasih untuk pendapat Anda serta ayat-ayat Alkitab sebagai dasar kebenaran. Kami sependapat dengan apa yang Anda sampaikan. Kiranya ayat-ayat Alkitab sebagai standard kebenaran Allah dapat kita semua baca dan taati sebagai wujud penghormatan & kasih kita kepada Allah yang Mahamulia.
~
Yuli
usil mengatakan
~
Umat Nasrani memandang perkawinan itu suatu yang “kotor”, sehingga di surga Alkitab pun tidak ada kawin-mawin dan mereka sangat menentang poligami.
staff mengatakan
~
Sdr. Usil,
Perkawinan itu kudus, ide Allah sendiri. Mari perhatikan ayat Taurat berikut:
“Allah memberkati mereka [Adam/laki-laki & Hawa/perempuan], lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, …” (Taurat, Kitab Kejadian 1:28).
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Taurat, Kitab Kejadian 2:24)
Melalui 2 ayat Taurat di atas, kita diberitahu bahwa Allah memberkati perkawinan monogami antara 1 orang pria & 1 orang wanita. Melalui perkawinan tersebut, kehendak Allah untuk perkembangbiakan manusia dapat terjadi. Perkembangbiakan ini bertujuan agar manusia dapat menjadi rekan sekerja Allah dalam mengelola bumi.
Saudara, manusia berdosalah yang seringkali menyelewengkan kekudusan perkawinan. Tentu kita dapat menilai, benarkah poligami ajaran Allah jika diteropong dari kedua ayat Taurat di atas?
~
Yuli
usil mengatakan
~
Mana yang benar: Poligami yang diatur dalam suatu ikatan perkawinan sebagai bentuk kesempurnaan hidup di dalam ajaran Al Quran, atau Tuhan tidak kawin tetapi berkata tidak senonoh di dalam ajaran Alkitab?
staff mengatakan
~
Tentu saja tidak ada satupun yang benar dari keduanya, Sdr. Usil!
Sejak semula Allah menghendaki kesetiaan perkawinan monogami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Maka perkawinan model apapun di luar kesetiaan monogami adalah bentuk serupa dari perzinahan.
Demikian pula, Alkitab tidak memuat hal buruk seperti yang Anda tuduhkan.
~
Yuli
toto mengatakan
~
Untuk Sdr. Penonton,
Anda ini aneh, apakah tidak menggunakan akal?
Apakah dalam Al-Quran ada kata “narkoba diharamkan”? Kalau tidak ada kalimat itu, apakah artinya narkoba halal? Ada-ada saja.
staff mengatakan
~
Sdr. Toto,
Mudah-mudahan pemikiran Sdr. Penonton tercerahkan dengan pertanyaan logis yang Anda lontarkan.
~
Yuli
zulfakir mengatakan
~
Lebih baik bertanya pada diri sendiri, apakah sudah siap hidup dalam komitmen (pernikahan). Kalau belum siap jangan menikah daripada sudah menikah, nafsu lagi sama perempuan lain dengan alasan dalil agama.
staff mengatakan
~
Sdr. Zulfakir,
Menurut kami itulah karakter manusia. Kadangkala karena sifat keserakahan yang terdapat dalam diri manusia, membuat mereka tidak dapat memegang komitmen. Sehingga menurut kami tidak segampang yang sdr sampaikan di atas. Menunggu seseorang dapat memang komitmen, baru memutuskan untuk menikah. Mengapa kami bilang sulit? Karena tidak menutup kemungkinan, hati seseorang berubah seiring dengan berjalannya waktu.
Lalu, bagaimana agar seseorang dapat memegang komitmen dan setia pada pernikahannya? Menurut kami solusinya adalah: Suami dan isteri bersandar penuh pada perintah Allah tentang bagaimana seharusnya suami isteri saling mengasihi.
Firman Allah berkata, “Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:18-19).
~
Saodah
Nandoz mengatakan
~
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu” (Qs Al Maaidah:3).
staff mengatakan
~
Sdr. Nandoz,
Pendapat apa yang hendak Anda sampaikan berkait dengan ayat Al-Quran yang Anda bagikan? Dan lagi, apa keterkaitannya dengan topik artikel di atas?
Kiranya Anda dapat menjelaskannya lebih rinci.
Terimakasih, kami tunggu jawaban Anda.
~
Yuli
Agus mengatakan
~
Jadi menurut Admin, perbuatan para nabi seperti nabi Ibrahim, Yakub, Musa, Sulaiman, Daud, Luth, dan nabi Ismail adalah perbuatan yang salah? dan yang benar adalah pendapat Admin?
staff mengatakan
~
Sdr. Agus,
Silakan Anda pertimbangkan sendiri. Ketika Allah dalam Taurat (Kitab Kejadian 2:24) dan Injil-Nya (Injil Matius 19:4-6) telah menetapkan agar umat setia dalam pernikahan monogami, maka bagi setiap orang (sekalipun dia nabi) yang tidak melakukan apa yang Allah tetapkan, apakah tindakan mereka dibenarkan di hadapan Allah?
Sebagai salah satu contoh, silakan cermati kisah poligami Abraham dalam Taurat, Kitab Kejadian 15 dan 16. Allah telah menjanjikan anak kandung (Ishak) bagi Abraham dan Sara untuk menjadi ahli waris. Namun karena mereka kurang sabar menanti penggenapan janji Allah, mereka mengambil inisiatif sendiri untuk berpoligami. Akibatnya, masalah bertubi-tubi menimpa rumahtangga mereka. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa poligami dengan segala dampak negatifnya bukan inisiatif Allah, tapi kehendak manusia berdosa.
~
Yuli