Sebuah survei yang ditujukan kepada pasangan yang akan menikah, menuliskan beberapa alasan pria menikahi wanita idamannya. Diantaranya: Ingin mempunyai keturunan, ingin mendapat kebahagiaan, ingin ada yang memperhatikan, ingin mendapatkan kepuasan seksual.
Jawaban tersebut memang benar. Tapi apakah sebenarnya tujuan pernikahan menurut Kitab Allah dan bagaimana cara memperolehnya? Pasangan yang sudah menikah maupun belum, wajib mengetahuinya. Sehingga dapat membina pernikahan yang berkenan di hadapan Allah.
Alasan Seseorang Menikah Menurut Islam
Hadits Bukhari menekankan, salah jika menikahi wanita karena harta-bendanya. Juga Hadits melarang menikahinya karena memandang keturunannya. Nasihat ini betul! Dua alasan pernikahan ini bertujuan semata-mata memperalat tunangan atau calon isteri.
Memperalat orang lain, pria atau wanita, terhitung sebagai dosa. Allah melarangnya! Allah menyuruh kita mengasihi, bukan memperalat sesama. Ingat, setiap kali kaum pria memperalat kaum wanita, ia berdosa di hadapan Allah. Hadits yang sama menjelaskan, alasan baik untuk menikahi wanita ialah “mendekatkan ikatan kekeluargaan.”
Kitab Suci Sebelum Al-Quran Memuat Alasan
Menurut Kitab Suci Allah, hakekat pernikahan adalah kesatuan dari satu daging melalui kesatuan seksual antara pria dan wanita secara biologis. Namun alasan menikah bukan semata-mata hanya untuk kesatuan seksual.
Menikah berarti membangun hubungan persekutuan. Dimana suami isteri yang saling mengasihi dan mencintai, akan jauh lebih kuat dibandingkan pernikahan yang dibangun karena tujuan seksual.
Kala penciptaan manusia, Allah membentuk keluarga serta mensahkan pernikahan. Firman Allah berkata, “. . . seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Inilah dasar pernikahan dalam Kitab Allah.
Jadi, Allah ingin pernikahan karena kita ingin membentuk keluarga.
Isa Al-Masih Mengajarkan Agar Suami-isteri Saling Mencintai
Tidak jarang dalam pernikahan terjadi konflik antara suami-isteri. Jelas menyatukan dua pribadi (suami dan isteri) yang berbeda bukan perkara mudah.
Terlebih ajaran agama seakan-akan memihak para suami. Seperti: Boleh memukul isteri, boleh mengambil wanita lain, suami berhak membatasi ruang gerak isteri, isteri harus sepenuhnya tunduk pada suami, dll.
Dalam pernikahan diperlukan pengorbanan dalam hal penaklukkan diri dan ego. Menghormati pasangan dan mementingkan kepenuhan serta kepuasan bersama.
Ketika suami dapat mengasihi isteri dengan setulus hati, serta tidak memperlakukan isteri sebagai “barang” kepunyaanya sendiri, maka akan tercipta pernikahan yang harmonis. Kitab Allah berkata, “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19).
Hukum Kasih Isa Al-Masih
“Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (Injil, Rasul Markus 12:31).
Yang disebut “sesamamu manusia” pada ayat di atas juga termasuk jodoh. Isa Al-Masih mengajarkan agar suami-istri dapat saling mengasihi. Untuk mengetahui lebih jelas tentang ajaran Isa Al-Masih mengenai kasih, Anda dapat membaca di sini.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, adakah alasan lain seseorang menikah selain dari penjelasan pada artikel di atas? Sebutkanlah!
- Menurut saudara, apa yang memicu sering terjadi konflik yang berujung pada perceraian? Dan bagaimana seharusnya suami-isteri mengatasi hal tersebut?
- Bagaimana sikap saudara memandang ajaran agama yang cenderung memihak suami dan merugikan isteri?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Untuk Sdr. Wendhy,
Mohon maaf, komentar Anda tidak dapat kami terbitkan karena tidak berhubungan dengan topik artikel.
Bagi semua rekan pengunjung artikel, kami sangat mengapresiasi kesediaan Anda berkomentar sejauh hal tersebut masih berkaitan erat dengan topik bahasan artikel. Maka, alangkah lebih baiknya bila tiga fokus pertanyaan artikel di atas dapat kita bahas bersama agar diskusi kita tidak keluar topik.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Agama yang memihak keapda suami?
Menurut agama anda, agaknya!
~
Sdr. Abdul Ghofur,
Terimakasih untuk kesediaan Anda membaca artikel di atas.
Tentu Anda setuju dengan ajaran Isa Al-Masih yang menghendaki suami-istri saling mengasihi sebagai “sesama manusia” (Injil Markus 12:31), bukan? Atau, apakah ajaran kasih dari Isa Al-Masih ini tidak Anda pandang bijak untuk mendasari kehidupan rumah tangga yang tenteram dan bahagia?
Lalu, bagaimana dengan ajaran Al-Quran dalam Qs 4:3 (poligami) dan Qs 4:34 (suami berhak memukul istri)? Apakah dua praktik ini dapat dikategorikan “mengasihi istri”?
~
Yuli
~
Mohon maaf sebelumnya bila ada kesalahan. Bagi saya, menikah itu untuk menyempurnakan ibadah.
~
Sdr. Asep,
Terimakasih untuk kunjungan dan tanggapan Anda atas artikel di atas.
Menanggapi apa yang Anda sampaikan, dapatkah Anda jelaskan lebih jauh:
1) Apa yang Anda maksudkan dengan “menikah menyempurnakan ibadah”?
2) Apa yang Anda maknai dengan ibadah itu sendiri?
3) Bagaimana dengan orang-orang yang belum bertemu jodoh yang tepat, apakah ibadah mereka sejauh ini belum sempurna?
4) Juga, apa yang menjadi standard kesempurnaan ibadah, menurut Anda?
~
Yuli