Poligami diajarkan dalam Islam bahwa pria Muslim boleh beristri lebih dari satu. Muslimah sulit menolak, karena acuan suami berpoligami adalah Al-Quran. Berapakah batas maksimal poligami dalam Islam?
Harian Metro Malaysia dan Merdeka.com 2016 melansir. Mohd Razis Ismail, ustadz muda berusia 34 tahun, dijerat enam tuduhan pelanggaran hukum syariah. Di antaranya, berpoligami tanpa mengikuti kaidah agama. Departemen Agama Islam wilayah Persekutuan (Jawi) Malaysia, menganggap tindakan Razis tersebut menghina agama. Batas poligami dalam Islam hanya cukup empat isteri. Namun Razis bersikukuh menikahi 13 wanita. Apakah ini ada hubungannya dengan alasan Muhammad berpoligami?
Apa yang mendasari Ustaz Razis melanggar ajaran Al-Quran? Lalu, bagaimana dengan pernikahan Nabi Islam yang mempunyai lebih dari empat isteri? Dengan mengetahui ajaran Allah yang benar tentang pernikahan, akan menolong Anda untuk menentukan pernikahan yang bagaimana Allah inginkan.
Batas Poligami dalam Islam Dasarnya Al-Quran
Sura An Nisaa ayat 3 berkata “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan . . . maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . . . Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja.”
Ayat ini menjelaskan bahwa ada batasan dalam menikahi wanita. Bahkan hukum di Indonesia menetapkan syarat-syarat dalam berpoligami (Baca Arso Sosroatmodjo, et al. Hukum Perkawinan di Indonesia, hal. 37).
Muhammad Melanggar Ketetapan Berpoligami
Poligami semakin marak dikenal saat Nabi Islam mendapat wahyu dalam Qs 4:3. Lihat saja apa yang tertulis dalam Mutiara Hadist Bukhari-Muslim no. 926-927. Hadist ini melaporkan bahwa Nabi Islam memiliki sembilan isteri. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Bukankah Al-Quran memberi batas poligami dalam Islam cukup hanya empat isteri?
Bisa saja tindakan Ustadz Razis mengambil isteri lebih dari empat orang, karena ia ingin meneladani nabinya, bukan? Sayangnya, Al-Quran tidak menuliskan apa alasan Nabi Islam beristeri banyak.
Perintah Allah di Alkitab
Lihatlah bagaimana perintah Allah dalam Alkitab. Ketika Allah memerintahkan sesuatu dan umat-Nya melanggar, maka Allah akan menghukumnya. Tanpa terkecuali. Termasuk para nabi yang menerima wahyu dari-Nya. Misalkan saja Raja Salomo (Nabi Sulaiman) dihukum Allah karena menikahi wanita-wanita kafir (Kitab 1 Raja-raja 11:1-13).
Allah sudah sangat jelas berkata “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Kitab Taurat, Kejadian 2:24).
Sikap Seorang Pemimpin Agama
Ayat suci Allah dalam Injil, Surat 1 Timotius 3:2 memberikan peringatan kepada para pemuka agama. “Karena itu penilik [pemimpin] jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri . . . .” Alasan ayat tersebut tentu agar dalam keluarga ada kedamaian. Seperti pernyataan Isa Al-Masih dalam Injil, Rasul Besar Matius 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai . . .”
Hanya Isa Al-Masih yang dapat memberikan kedamaian yang sesungguhnya. Tidak saja kedamaian di dunia, tapi juga di akhirat. Kedamaian sejati ialah ketika Dia mau memberikan nyawa-Nya untuk menyelamatkan manusia dari kutuk dosa.
Keselamatan itu akan Anda miliki dengan percaya pada-Nya. Mintalah agar Isa Al-Masih menuntun hidup Anda, baik dalam pernikahan maupun kehidupan yang akan datang.
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Artikel Terkait:
Berikut ini link-link yang berhubungan dengan artikel “Batas Poligami Dalam Islam VS Hukum Allah Tentang Pernikahan” Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Muhammad Mendukung Dan Melarang Poligami!
- Poligami dalam Hukum Islam, Benarkah adalah Ajaran Allah?
- Dampak Negatif Poligami Islam Bagi Isteri Dan Anak
- Mukmin Wajib Tahu: Inilah 5 Dampak Buruk Poligami
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, apa alasan Muhammad beristeri banyak?
- Menurut saudara, mungkinkah Ustadz Mohd Razis Ismail beristeri banyak karena ingin meneladani Muhammad? Jika iya, mengapa? Dan jika tidak, mengapa?
- Apakah kedamaian sejati yang Isa Al-Masih berikan bagi manusia?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “ini silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*****
1) Alasan Muhammad menikahi wanita-wanita pada zamannya untuk mengangkat derajat, tapi dasar dari pikiran Muhammad itu mutlak nafsu.
2). Muhammad itu teladan yang sesat. Sorga versi Muhammad saja terdapat 72 bidadari yang siap melayani para lelaki yang soleh. Sementara wanita yang soleh tidka tahu apakah mendapat bidadara juga atau bergabung bersama para bidadari melayani semua laki-laki penghuni sorga. Allahhualam.
3). Isa Al-Masih adalah kedamaian sorga yang datang kepada manusia. Damai sejahtera-Nya bagi semua umat manusia dalam berbagai kehidupan. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Injil Yohanes 14:27).
*****
Sdr. Pedro Eza,
Terimakasih untuk kesediaan Anda berpartisipasi lewat komentar di atas.
Apa yang Anda sampaikan benar. Kedamaian sejati yang Isa bawa adalah damai sorga dari mana Isa Al-Masih berasal. Damai sejahtera tsb disebut sejati karena Isa Al-Masih telah mendamaikan manusia dengan diri sendiri, sesamanya, dan terkhusus dengan Allah. Dosa telah merusak kedamaian relasi tsb. Maka lewat karya pengorbanan Isa Al-Masih di kayu salib, perdamaian sejati kembali pulih sehingga baik di bumi maupun di sorga, setiap orang yang beriman kepada Isa Al-Masih merasakan damai sejahtera itu.
~
Yuli
~
Sebenarnya ajaran Isa tidak mampu mendamaikan pengikutnya.
~
Sdr. Sakura,
Kiranya Anda dapat menjelaskan lebih rinci, apa keterkaitan komentar Anda dengan topik artikel di atas? Kami tunggu.
~
Yuli
~
Untuk Pedro Eza,
Bukan untuk mendebat atau apapun.
Jawaban dari pernyataan pertama, dari mana Anda bisa beranggapan begitu? Apa Anda sudah memiliki dasar/referensi yang bisa terujuk?
Dan ini pendapat saya. Muhammad menikah dan berpoligami untuk mengangkat derajat kaum wanita dan kebanyakan menikahi janda dan beberapa gadis dari para sahabatnya untuk menyelamatkan harkat dan martabat wanita, yaitu para istri sahabatnya yang gugur dalam peperangan. Pada masa itu, untuk pihak yang kalah dan gugur, istri dan anak mereka dijadikan sandra, budak, dan pemuas hawa nafsu, bahkan diperdagangkan.
~
Sdr. Auri,
Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan.
Penjelasan Anda agak membingungkan. Tentu Anda juga membaca fakta bahwa Muhammad juga menikahi para janda atau anak dari musuh-musuhnya, bukan? Terbukti bahwa ada istrinya yang berkebangsaan Yahudi, hasil dari kemenangan perang atas mereka. Maka, penjelasan Anda seperti terkutip: “Pada masa itu, untuk pihak yang kalah dan gugur, istri dan anak mereka dijadikan sandra, budak, dan pemuas hawa nafsu, bahkan diperdagangkan”, menjadi cukup logis karena nabi Anda benar-benar mempraktikkannya. Namun, jika penjelasan Anda ini diterapkan pada janda dan anak dari sahabat Muhammad, agaknya ganjil. Mengapa? Karena jika pihak Muhammad dan sahabat-sahabatnya yang kalah, pasti pihak musuh akan menghabisi Muhammad sebagai laki-laki dan pemimpin perang, bukan? Tentu Muhammad tidak berkesempatan hidup, apalagi bisa menikahi para janda sahabat-sahabatnya. Belum lagi fakta mengenai pernikahannya dengan Aishah di umur 6 atau 9 tahun. Apakah ayah Aishah waktu itu meninggal sehingga nabi Anda ingin melindunginya? Tidak, bukan?
~
Yuli
~
Pernahkah Anda membuat kajian tentang bagaimana nabi Muhammad menikah, alasan dan perasaan para isteri nabi? Buatlah kajian yang mendalam, baru publikasikan artikel ini.
Insaflah wahai saudaraku. Kembalilah ke jalan tauhid Allah yaitu Allah Yang Esa, tidak beranak dan dipernakkan. Allah tidak serupa makhluk apapun. Semoga kamu semua diberi petunjuk dan hidayah oleh Allah.
~
Sdr. Auf,
Jika Anda bersedia meluangkan waktu menelusuri situs kami, kami telah membuat beberapa artikel kajian tentang pernikahan poligami nabi Anda serta konflik antar isterinya. Anda dapat membacanya pada beberapa tautan berikut: http://tinyurl.com/mwzwr7g
http://tinyurl.com/kcumwcc
http://tinyurl.com/nbkl54e
http://tinyurl.com/zkqzxmb
http://tinyurl.com/je6g6ou
~
Yuli
~
Dari konsep poligami, saya coba berpikir secara demokratis. Zaman sekarang tidak bisa dipungkiri jumlah wanita lebih banyak. Bisa dicek di sekolah normal tiap kelas, atau di manapun tempatnya, jumlah wanita mendominasi pria. Sedangkan kodrat hidup manusia itu berpasang-pasangan, hidup, berkembang biak, mati. Apa solusi masaah ini?Sedangkan jumlah pria sedikit. Jawabannya ada pada surat Al-Maryam ayat 3. Mengapa bisa? Sebagai manusia, wanita juga mempunyai kebutuhan biologis. Apa mereka harus ke tempat prostitusi? Bukankah malah merendahkan mereka? Jika kita tengok pada zaman kerajaan, raja memiliki lebih dari satu istri, punya belasan selir, mungkin lebih. Dari sudut sosial, wanita yang diperistri secara sah dan bukan sah / selingkuhan, derajatnya lebih tinggi.
~
Sdr. Anak Lanang,
Terimakasih untuk pendapat Anda.
Dari catatan sejarah, apakah para raja di zaman kuno beristri banyak karena jumlah wanita lebih banyak? Bukankah di masa itu para kasim raja juga dikebiri supaya tidak mengganggu istri-istri raja? Maka jelas bila raja beristri banyak bukan karena jumlah wanita lebih banyak, tapi karena kekuasaan yang dimilikinya, raja bebas memuaskan keserakahan hawa nafsunya.
Bagaimana dengan sekarang? Apakah “wanita lebih banyak daripada pria” adalah fakta? Badan Pusat Statistik Nasional (Indonesia) menunjukkan bila prosentase penduduk pria lebih banyak. Demikian pula dengan China dan India yang berpopolasi terbesar di dunia, prosentase prianya juga lebih besar. Maka tentu ajaran poligami dalam Qs 4:3 tidak didasarkan pada prosentasi jumlah pria vs. wanita, bukan? Sebab, jika itu landasannya, pastilah yang dianjurkan bukan poligami, tapi poliandri, bukan?
Jadi, benarkah poligami ajaran dari Allah? Bukankah dalam Taurat maupun Injil, Allah telah menetapkan perkawinan monogami? Mungkinkah Allah Yang Maha Benar tidak konsisten dengan firman-Nya?
~
Yuli
~
Demi Allah SWT, bagi siapa pun yang membaca situs ini, mohon bisa membaca dan memahami secara bijak dengan akal sehat.
Saya kembalikan kepada seluruh pembaca. Apakah tindakan mencari-cari kejelekan, kesalahan, dan keburukan suatu ajaran bisa dibenarkan bila ilmu agama dan sejarah sudah menyatakan kebenarannya? Juga pihak admin situs ini selalu membenarkan dan sependapat dengan pihak yang setuju dengannya. Betapa hinanya ahklak diri kalian yang berlindung dengan kitab Injil yang disucikan dalam Islam, tapi justru Anda katakan sebaliknya. Saya doakan mudah-mudahan kalian mendapat hidayah dan segera bertobat.
~
Sdr. Fernando,
Menanggapi pernyataan Anda: “Apakah tindakan mencari-cari kejelekan, kesalahan, dan keburukan suatu ajaran bisa dibenarkan bila ilmu agama dan sejarah sudah menyatakan kebenarannya?”, “kebenaran” seperti apa? Apa standardnya? Jika Al-Quran mengakui Taurat dan Injil adalah petunjuk dan cahaya orang bertakwa (Qs 5:46), bukankah seharusnya kedua kitab ini menjadi standard kebenarannya? Masalahnya, apakah ajaran poligami yang sedang kita diskusikan ini dibenarkan dalam Taurat dan Injil? Faktanya, Allah dalam Taurat dan Injil menghendaki kesetiaan perkawinan monogami. Maka, setiap pembaca bisa mempertimbangkan, sungguhkah poligami ajaran Allah, atau justru produk budaya manusia berdosa?
Selanjutnya, tentang pernyataan Anda: “Betapa hinanya ahklak diri kalian yang berlindung dengan kitab Injil yang disucikan dalam Islam, tapi justru Anda katakan sebaliknya”, bukankah Qs 5:46 mengklaim Injil sebagai kitab Allah? Tidakkah Anda menghina kesucian firman Allah dengan mengatakan “Injil disucikan dalam Islam”? Mungkinkah Allah yang Maha Suci menghasilkan kitab yang tidak suci? Atau, jika Anda menuduh Injil telah dicampurtangani kejahilan manusia, apakah Allah tidak Maha Kuasa menjaga kesucian Injil-Nya dari kejahilan manusia?
Mari pertimbangkan ulang, lebih suci dan mulia manakah: kesetiaan kasih dalam monogami, atau pengkhianatan cinta dalam poligami? Mungkinkah yang lebih rendah nilainya “menyucikan / menyempurnakan” yang bernilai luhur?
~
Yuli
~
Kitab Al-Quran merupakan kitab penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya (itupun kalau kalian sependapat dengan ajaran Islam).
Rosulullah adalah nabi terakhir / nabi penutup yang mendapat wahyu untuk menyempurnakan dan menegakkan syariat serta segala sesuatu bagi pedoman ciptaan-Nya di alam semesta ini (itupun kalau kalian sependapat).
Rosulullah bertindak bukan atas kehendak nafsunya, tapi atas perintah Allah dalam bentuk wahyu yang menjadikan pedoman umat di dunia ini sampai akhir zaman.
~
Sdr. Fernando,
Agar diskusi kita tetap berfokus pada topik artikel, sebelumnya kami minta maaf karena telah menghapus sebagian komentar Anda tentang Ali (menantu Muhammad) yang tidak dibahas di artikel ini, tapi artikel berikut: http://tinyurl.com/jrxb99x.
Tentang Al-Quran dan Muhammad, rasul Anda, hal terpenting bagi kita semua bukanlah apakah kami sepakat atau tidak dengan pernyataan Anda. Melainkan, apakah klaim yang Anda sampaikan tsb benar-benar dapat dibuktikan kebenarannya? Pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan sebelumnya membantu kita menelaahnya. Silakan Anda pertimbangkan dan kami tunggu balasan Anda atas pertanyaan-petanyaan kami.
~
Yuli
~
Nabi kami Isa As merupakan nabi yang telah diangkat Allah SWT untuk kelak dihadirkan kembali memerangi dajjal laknatullah (musuh Islam) kelak di akhir zaman.
Nabi Isa pun mendapat wahyu yang tertulis dalam kitab Injil waktu itu bahwa kelak nabi terakhir pembawa wahyu adalah nabi agung Muhammad SAW. Kitab tersebut sebenarnya masih tersimpan di Vatican dengan bahasa Ibrani. Namun tidak banyak para dewan Paus dan Sri Paus mengerti karena hal tsb sangat dirahasiakan demi menghindari perpecahan Katholik di muka bumi. Sebab ada banyak hal kebenaran yang tidak pernah disampaikan.
Mohon maaf sebelumnya, ini bukan sekedar omong kosong karena saya sebagai mualaf pernah mencari tahu kebenaran di agama saya sebelumnya.
~
Sdr. Fernando,
Sejauh mana Anda mencari kebenaran cerita yang Anda sampaikan?
– Sebagai mualaf, apakah dulu Anda pernah menemukan ayat Injil yang menubuatkan tentang Muhammad? Silakan Anda tunjukkan alamat ayatnya jika ada.
– Sebagai mualaf, sudah pernahkah Anda membaca Injil? Tidakkah Anda heran dengan versi kisah Yesus yang berbeda dalam Al-Quran? Bukankah Injil jelas mencatat Yesus mati tersalib, bangkit pada hari ketiga, dan 40 hari kemudian naik ke sorga? Sedangkan Al-Quran (Qs 4:157) yang baru ditulis enam abad kemudian justru menyangkalnya. Sangat aneh, bukan? Apakah setelah enam abad, ada saksi mata yang masih hidup dan membenarkan tulisan Al-Quran tsb?
– Jika sungguh kitab yang Anda maksudkan ada di Vatikan, tahun berapa ditulis? Apakah Anda yakin ditulis dalam bahasa Ibrani? Siapa penulisnya? Bagaimana bunyi ayatnya dalam bahasa Ibrani dan bagaimana pula bunyi terjemahan Indonesianya? Coba Anda pikirkan ulang. Jika menurut Anda: “… tidak banyak para dewan Paus dan Sri Paus mengerti karena hal tsb sangat dirahasiakan …”, bagaimana mungkin Anda sebagai awam bisa lebih tahu daripada mereka?
~
Yuli
~
Saya sarankan kepada pemilik maupun admin situs ini untuk segera mengkaji lebih banyak tentang kebenaran-kebenaran yang Allah SWT turunkan melalui nabi-nabi-Nya dan tidak mencari celah yang dapat merugikan Anda sekalian, dalam hal ini waktu yang Anda gunakan. Semoga Anda semua mendapat hidayah dan segera bertobat. Semoga Allah SWT menerima tobat Anda. Amin, amin yaa Rabballalamin.
Sekali lagi mohon maaf, mudah-mudahan tulisan ini menjadi pembuka mata hati dan pikiran Anda. Amin.
~
Sdr. Fernando,
Apakah saran yang sama juga sudah Anda kerjakan, Saudaraku? Bukankah Qs 5:46 mengakui dengan lugas bahwa Taurat dan Injil adalah petunjuk dan cahaya bagi orang bertakwa? Jadi, sewajibnyalah setiap Muslim membaca Taurat dan Injil hingga tamat. Justru lewat kedua kitab ini, seluruh kisah lengkap firman Allah kepada para nabi-Nya tertulis. Dengan mengerti isi keduanya, kita akan tahu bagaimana karakter Allah sebenarnya, bagaimana kehendak-Nya kepada kita, bagaimana pula ciri-ciri kenabian setiap nabi sejati utusan Allah. Dengan demikian kita dapat membedakan manakah kebenaran sejati, dan manakah pula yang palsu.
~
Yuli
~
Menurut Anda semua, bagaimana cara saya untuk membuktikan dan meyakinkan Anda semua? Mohon bisa diperjelas. Tolong bantu saya untuk bisa meyakinkan saya kalau Anda benar-benar bisa menerima kebenaran meskipun bertolak belakang dengan yang Anda ketahui sekarang.
Terimakasih.
~
Sdr. Fernando,
Sebuah kebenaran sejati dengan sendirinya akan membuktikan kebenarannya. Sebaliknya, sebuah kepalsuan selalu tidak tahan uji melawan kebenaran sejati.
Orang yang bijak, yakni yang selalu mawas diri terhadap setiap pilihan hidupnya, tidak akan sembarangan menelan informasi sebagai sebuah kebenaran. Karena saat keputusannya keliru, tentu berdampak pada masa depannya. Apakah dengan ceroboh kita mau berjudi dengan masa depan yang tidak mungkin bisa terulang ketika tiba waktunya? Sebab hanya berpegang pada kebenaran sejatilah masa depan akhirat kita terjamin selamat.
Sdr. Fernando, jika Anda serius memikirkan masa depan akhirat Anda, tentu Anda tidak akan mengabaikan pertanyaan-pertanyaan kami sebelumnya. Sebab dengan mempertimbangkannya, kita dapat menguji apakah ajaran yang kita yakini sungguh kebenaran sejati? Sungguhkah berasal dari Allah yang Maha Benar? Sebab di dalam kemahabenaran-Nya tidak mungkin ada setitik noda ketidakbenaran, seperti misalnya klaim yang ternyata tidak sejalan dengan fakta, catatan sejarah, ataupun logika berpikir sehat.
~
Yuli
~
Terimakasih atas tidak tercantumnya semua tulisan maupun masukan saya sebelumnya. Itu jelas menunjukkan keraguan terdalam dari keyakinan Anda sendiri yang tidak berani menunjukkan kebenaran yang ingin Anda tegakkan lewat forum diskusi yang saya tawarkan lebih baik dan dekat.
Saya tetap berdoa semoga Anda semua mendapat hidayah dari Allah SWT. Amin.
~
Sdr. Fernando,
Kami tunggu jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan kami sebelumnya. Tentu Anda tidak akan mengalami kesulitan menjawabnya bila klaim dan cerita yang Anda sampaikan didasarkan pada kebenaran faktual sehingga dapat dijelaskan dengan alur pikir yang logis.
~
Yuli
~
Maaf, Anda terlalu berputar-putar dan niatan baik saya dari penjelasan sebelumnya sudah Anda edit. Terlihat sekali Anda tidak bisa menerima tawaran logis.Lalu, sekarang Anda meminta saya menjelaskan dengan alur pikir logis. Rasanya agak rancu.
Saran saya, Anda perlu banyak belajar untuk bisa menerima koreksi maupun masukan dari orang lain. Itu dasar cara berpikir yang logis sebelum Anda dapat bercerita mengkaitkan sejarah maupun kitab yang Anda yakini serta keyakinan yang kelak InsyaAllah Anda yakini. Semoga dapat membantu. Amin.
~
Sdr. Fernando,
Adalah tugas kami para admin pengelola forum ini untuk mengedit penulisan dari rekan-rekan peserta diskusi agar tata bahasa yang digunakan menjadi baku (berstruktur baik) sehingga mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Bagi rekan-rekan yang telah memberikan komentarnya dalam struktur kalimat yang baik dan sopan, kami sangat mengapresiasinya karena membantu meringankan tugas pengeditan.
Sdr. Fernando, sebelum memberikan saran kepada pihak lain, sangatlah bijak bila sang pemberi saran telah melaksanakan lebih dulu saran tsb sehingga apa yang tersampaikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk itu, kami tunggu jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan kami sebelumnya, tentunya disertai bukti yang shahih dan didasarkan atas kelogisan alur pikir.
~
Yuli
~
Seandainya kita jujur pada hati nurani, apakah yang dinamakan kesetiaan itu? Apakah dengan menikahi perempuan lain kita masih dapat dikatakan setia? Kesetiaan adalah salah satu sifat Allah dan sangat tidak mungkin Allah memerintahkan umat-Nya tidak setia. Dari sini kelihatan ajaran yang menganjurkan ketidaksetiaan pasti bukan berasal dari Allah.
Bagaimanapun keadaan isteri kita, jelek, cacat, atau penyakitan, sebelum kematian memisahkan, kita harus mendampingi dan mengasihinya sampai kematian memisahkan. Hanya wanita yang tidak normal yang mempersilakan suaminya tidak setia kepadanya.
~
Sdr. Andres,
Terimakasih untuk kesediaan Anda bergabung dalam diskusi di artikel ini.
Apa yang Anda sampaikan patut menjadi bahan perenungkan bagi kita semua terhadap nilai kesetiaan yang sejati. Anda benar bahwa Allah itu setia. Maka setiap ketetapan-Nya pun selalu mencerminkan nilai-nilai kesetiaan, bukan sebaliknya.
Tentu kita semua setuju bila kebenaran yang sejati selalu bersifat transparan, dapat diuji dengan akal sehat oleh siapapun. Prinsip pernikahan monogami yang Allah tetapkan mengandung kesetiaan yang transparan. Sebaliknya, praktik poligami dengan segala kerumitan alasan pembenarannya, tidak pernah bisa transparan terhadap kesetiaan. Yang ada justru transparannya terhadap ketidaksetiaan. Adakah dari rekan-rekan yang tidak setuju dengan hal ini? Kami persilakan memberikan tanggapan.
~
Yuli
~
Nabi Muhammad tidak melanggar perintah Allah. Allah mensyariatkan kepada nabi-Nya lebih dari empat isteri. Tapi umatnya tidak boleh lebih dari empat karena sebelum turun ayat ini, salah satu sahabat memiliki delapan isteri, kemudian diceraikan empat isteri. Sisanya berapa?
Terserah Allah membuat aturan seperti apa. Inilah ciri orang beriman, yaitu menerima keputusan Allah suka atau tidak suka. Tidak suka, neraka jahannam. Kalau tidak suka, silakan cari Tuhan lain. Tempat kembali mereka adalah neraka jahannam.
~
Sdr. Hakkullah,
Tidakkah terbersit pertanyaan di benak Anda, mengapa Allah yang [u]Maha Adil[/u] itu:
1) Memperbolehkan suami beristeri lebih dari satu sedangkan isteri harus tetap bersuami satu?
2) Mengabaikan luka batin isteri dan anak-anak akibat ketidaksetiaan suami/ayah?
2) Hanya membatasi empat orang isteri bagi pria Muslim, sedangkan Muhammad boleh lebih dari empat?
3) Menetapkan angka empat? Mengapa bukan dua, tiga, lima, dst?
Juga, mengapa Allah yang [u]Maha Benar[/u] itu:
1) Memerintahkan syariat yang tidak mengandung kebenaran karena poligami selalu diwarnai ketidaksetiaan, rasa tidak aman, dan derita bagi para korbannya (isteri dan anak-anak)?
2) Memperbolehkan seorang pemimpin umat mengumbar keserakahan dengan menikmati lebih dari apa yang boleh dinikmati pengikutnya? Tentu tidak ada teladan baik yang bisa ia berikan kepada para pengikutnya, bukan?
Saudaraku, sifat Maha Adil dan Maha Benar hanyalah milik Allah. Maka sangat mustahil jika syariat-Nya justru bertentangan dengan kedua sifat-Nya, bukan?
~
Yuli
~
“Bisa saja tindakan Ustadz Razis mengambil isteri lebih dari empat orang, karena ia ingin meneladani nabinya, bukan? Sayangnya, Al-Quran tidak menuliskan apa alasan Muhammad beristeri banyak”.
Tidak semua harus meneladi beliau (Muhammad). Mana yang lebih mulia, para sahabat atau ustadz?
Kalau seandainya ustadz itu berpikir seperti itu, sahabatlah yang berhak melakukan itu. Mengapa sahabat tidak melakukannya? Ulama sehebat apapun, menikah lebih dari empat isteri, maka yang kelima adalah zinah. Seram, bukan?
Kalau pemerintahan Islam, sudah dicabuk. Tidak ada alasan apapun. Sayang sekali, pemerintah kita bukan pemerintahan Islam.
~
Sdr. Hakkullah,
Menanggapi pernyataan Anda: “Tidak semua harus meneladi beliau (Muhammad)”, dapatkah Anda jelaskan apa yang menjadi alasannya? Apakah secara tersirat Anda mengakui bila poligami yang dipraktikkan nabi Anda tidak layak diteladani?
Berbeda dengan batasan zinah (pada isteri kelima dst) seperti yang Anda yakini, Firman Allah sejak awal penciptaan justru menetapkan kesetiaan pernikahan monogami bagi manusia (Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Matius 19:4-6). Maka jika seorang pria beristeri lebih dari satu, artinya ia sedang melegalkan zinah yang Allah larang.
Jadi, bagaimana Saudaraku? Mengapa ajaran dan teladan dari nabi Anda tidak sejalan dengan ketetapan Allah sejak semula? Mustahil jika Allah yang Maha Benar tidak konsisten dengan firman-Nya, bukan?
~
Yuli
***
Jawaban pertanyaan #1:
Budaya saat itu melihat wanita tanpa mahram (suami), bukan wanita baik-baik. Tanah Arab banyak didiami suku-suku yang saling berperang, sehingga banyak lelaki meninggal dunia. Nabi Muhammad melindungi para janda tersebut dengan menikahi.
Demikian juga Nabi Sulaiman yang beristri 300 dan bergundik 700 orang, serta Nabi Nuh yang beristri 1000 di dalam Injil, selayaknya dipahami berdasarkan budaya dan kondisi politik, serta sosial pada zamannya.
***
Sdr. Alifah,
Terimakasih untuk tanggapan Anda atas pertanyaan fokus artikel.
Tentang Nabi Nuh dan Raja Sulaiman (Salomo), sumber akuratnya adalah Alkitab, yakni Taurat, Kitab Kejadian 5-9 (kisah Nabi Nuh) dan Kitab Samuel dan Kitab Raja-raja (kisah Salomo).
Mengherankan bila Anda menyebut Nabi Nuh beristeri 1000. Dari sumber mana? Taurat mencatat Nuh punya tiga anak laki-laki dari seorang isteri. Saat terjadi air bah, ia bersama isteri, tiga orang anak, dan tiga menantunya (total delapan orang) selamat. Air bah memusnahkan semua makhluk darat (termasuk manusia), kecuali mereka. Nah, mari telaah. Kapan Nuh beristeri 1000 wanita? Pra atau pasca air bah? Andai sebelum, mengapa anaknya hanya tiga orang dari satu ibu? Apakah 999 lainnya mandul? Mengapa yang diselamatkan masuk bahtera hanya satu isteri? Jika setelah air bah, bukankah yang selamat hanya empat wanita (satu isteri dan tiga menantu)? Dalam kurun 350 tahun sisa umur Nuh pasca air bah, mungkinkah lahir 999 wanita lagi (untuk ia peristeri) hanya dari tiga pasang anaknya?
Tentang Raja Salomo, Alkitab mencatat: “Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada TUHAN … isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain, sehingga ia tidak dengan sepenuh hati berpaut kepada TUHAN …” (Kitab 1 Raja-raja 11:3-4). Maka jelas Salomo berpoligami bukan atas kehendak Allah. Hal ini terbukti dari ketaatan Adam hingga Nuh yang tetap bermonogami sebagaimana ketetapan Allah sejak awal (Taurat, Kitab Kejadian 2:24).
Jadi, bukankah seharusnya nabi Allah taat bermonogami? Lalu, ketetapan siapa yang Muhammad ikuti dengan berpoligami? Apakah ketetapan Yang Maha Benar boleh digeserkan dengan budaya, yakni produk manusia? Sedangkan poligami Salomo yang mengikuti budaya saat itu jelas tidak menyenangkan Allah.
~
Yuli