Poligami dalam Islam masih menjadi pro dan kontra dengan argumen masing-masing. Tapi benarkah poligami itu ajaran Allah sejak awal mula menciptakan manusia?
Islam: Poligami Syariat Allah
Al-Quran menuliskan “. . . kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat . . . jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, . . .” (Qs 4:3).
Abu Fatah Amrullah berkata, “Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk kemaslahatan mereka.”
Benarkah Poligami Itu Rencana Allah Dari Mulannya?
Dalam kitab Taurat yang ditulis Nabi Musa, Allah berfirman kepada Adam. “. . . seorang laki-laki akan . . . bersatu dengan [seorang] isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (Taurat, Kitab Kejadian 2:24).
Dalam Injil Allah, Isa Al-Masih menegaskan kembali ajaran itu. “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: “Sebab itu laki-laki akan . . . bersatu dengan [seorang] istrinya” (Injil, Rasul Besar Matius 19:5-6).
Jelas ketetapan Allah dari mulanya ialah monogami. Seorang suami menikahi seorang isteri.
Allah yang Maha Tahu melarang poligami karena banyak dampak negatifnya.
Poligami, Bisakah Membuat Suami Tidak Setia?
Poligami itu bukti ketidak-setiaan suami pada isteri. Karena kasih suami terbagi kepada isteri kedua dan seterusnya.
Poligami dan Akibatnya Kepada Anak-Anak
Seto Mulyadi, psikolog anak, menerangkan dampak poligami pada anak. Ketika ayah berpoligami “. . . maka rasa cemburu, marah, sedih kecewa tentu tidak dapat dihindari. Perasaan ini . . . akan mengganggu emosi anak. Poligami tidak hanya berdampak pada psikologisnya, tetapi juga pada fisik dan presentasi akademik si anak.”
Poligami dan Dampaknya Kepada Istri
Menurut beberapa peneliti, poligami dapat menurunkan kepuasan hidup dan perkawinan. Wanita korban poligami akan mengalami gangguan jiwa, mudah depresi, dan terganggu psikosomatiknya. Ia juga menderita kecemasan, paranoid, rendah diri dan stres.
“Realitas kehidupan perempuan yang dipoligami cenderung lebih banyak mengalami kekerasan daripada kebahagiaan,”jelas Prof. Tri Lisiani.
Poligami dan Keadilan Kepada Wanita
Aisha menjelaskan ketidak-adilan dalam poligami. “. . . Sauda bint Zam’a melepaskan gilirannya pada saya (Aisha) dan jadi Nabi memberi saya (Aisha) kedua hari saya dan hari dari Sauda.” (Sahih Bukhari Vol 7, Book 62. Haditsh 139).
Menurut Hadist ini Muhammad lebih mencintai Aisha daripada Sauda. Hari yang sebenarnya untuk Sauda bersama Muhammad harus hilang karena Muhammad bersama Aisha. Adilkah Muhammad memperlakukan Sauda?
Ketidak-adilan seperti itu bisa dilakukan para suami yang berpoligami, bukan?
Menaati Ajaran Allah
Jadi poligami bukanlah ketetapan Allah dari mulanya. Karena banyak dampak negatifnya.
Sebagai umat beragama, seharusnyalah kita menaati ajaran Wahyu Allah/Alkitab dengan menikah monogami.
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca:
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Apakah buktinya bahwa poligami dalam Islam bukan ajaran Allah yang benar?
- Mengapa monogami adalah solusi terbaik pernikahan?
- Jika poligami bukanlah rencana Allah dari mulanya, bagaimanakah sikap umat beragama yang benar? Alasannya?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
~
Saudaraku, percayakah Saudara bila perkawinan itu sendiri haram andaikan dikuatirkan mendatangkan kezaliman? Seperti juga poligami, apakah harus kita syukuri nikmat dan hikmahnya, suatu hakikat dan fitrah kejadian manusia?
Telitilah poligami yang dianjurkan para nabi sebelum nur dan kalimah. Bagaimana Abraham menganjurkan poligami dan seterusnya. Tidakkah termasuk rencana Allah dari mulanya, setelah tertulis dan harus terjadi sebelum semuanya berlalu? Adalah baiknya bila Saudara sebutkan jumlah wanita zaman sekarang menurut fitrah dan hakikat kejadian wanita.
Perihal hadits, Sauda merelakan bukan sebaliknya.
~
Sdr. 141414,
Seandainya benar perkawinan itu haram bila dikuatirkan mendatangkan kezaliman, ayat kitab suci manakah yang mendasari pernyataan Anda tsb? Kiranya Anda dapat menuliskannya di sini.
Kisah rinci tentang kehidupan Abraham (Ibrahim) termuat dalam kitab Taurat yang ditulis tahun 1450 SM. Nah, bila Anda meyakini Abraham menganjurkan poligami atas kehendak Allah (bukan kehendak manusia), silakan Anda tunjukkan ayat Taurat manakah yang menuliskan hal tsb. Dari sini setiap orang dapat mempertimbangkan, benarkah poligami adalah hakikat dan fitrah manusia seperti yang Anda nyatakan, atau sebaliknya, ide dari manusia berdosa yang telah dikuasai berbagai nafsu yang pada intinya menentang ketetapan Allah. Sebab, sangat nyata bahwa kitab Taurat telah menuliskan ketetapan Allah atas kehidupan perkawinan manusia sejak awal penciptaan, yaitu kesetiaan monogami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Maka, sangat tidak masuk akal bila kita mengasumsikan praktik poligami yang dilakukan Abraham adalah kehendak Allah. Taurat, Kitab Kejadian 16:1-16 justru mencatat bahwa Abraham berpoligami karena ketidaksabaran dia dan isterinya menanti janji Allah untuk mengaruniakan seorang anak perjanjian (Ishak).
~
Yuli
~
“Allah yang Maha Tahu melarang poligami karena banyak dampak negatifnya”. Kalimat ini saya kutip dari kalimat di atas. Menurut saya memang banyak dampak negatif dari poligami, tetapi banyak juga hikmah dari poligami. Tetapi meskipun banyak dampak negatifnya, Allah tidak melarang poligami, bahkan Allah menyunnahkan atau menganjurkan bagi yang mampu (adil maksudnya). Kalimat saya kutip dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdulah bin Baz ketika ditanya tentang poligami dalam Islam.
Intinya poligami itu tidak dilarang dalam agama. Saudaraku mengharamkan dari apa yang dihalalkan oleh Allah adalah termasuk sungguh suatu dosa yang besar. Semoga Anda diberi hidayah oleh Allah azza wa jalla.
Terimakasih. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
~
Sdr. Anonymous,
Mari kaji bersama dengan hati yang jernih dan kelogisan berpikir.
1) Bukankah Al-Quran mengakui Taurat dan Injil Kitab Allah, cahaya dan petunjuk bagi orang bertakwa (Qs 5:46)?
2) Fakta mencatat, usia Taurat 2050 tahun lebih tua daripada Al-Quran. Dan Injil usianya 600 tahun lebih awal dari Al-Quran. Maka saat kita membicarakan benarkah poligami syariat Allah sejak semula, tentu yang harus menjadi rujukan bukan Al-Quran, tapi Taurat dan Injil, bukan?
3) Dari isi artikel, jelas ditunjukkan bahwa Taurat dan Injil mencatat firman Allah yang menghendaki kesetiaan monogami, bukan poligami.
4) Maka, jika Anda yakin Allah itu Maha Benar, mustahil jika Allah di kemudian hari mengingkari firman-Nya (Taurat dan Injil), dengan menghalalkan poligami dalam Al-Quran yang jelas bertentangan dengan firman-Nya semula (kesetiaan monogami), bukan?
5) Bukankah kebenaran selalu bersifat konsisten? Maka jika ada ketidakkonsistenan (dari monogami berubah poligami), pastilah bukan dari firman Allah yang Maha Benar, bukan?
6) Dari hasil riset ilmiah, kesetiaan monogami berdampak positif, sedangkan poligami sebaliknya, penuh dampak negatif. Maka, mungkinkah Allah Yang Maha Baik mensyariatkan sesuatu yang berdampak negatif bagi umat-Nya? Juga, bukankah Allah Maha Adil? Maka mustahil bagi Allah menghalalkan sesuatu yang timpang sebelah, yakni menyenangkan kaum suami tapi malah menyengsarakan kaum istri dan anak-anaknya, bukan?
~
Yuli
~
Untuk Nasrani,
Menghilang kemana Allah kalian (Yesus) untuk dikenal agar bisa dipercaya sebagai Allah, yang manusia hanya bisa berbahagia mengenal untuk percaya Ia adalah Allah dengan mendengar dan menyaksikan langsung Ia berkata: “Akulah kebenaran dan hidup …”, kalau Ia hanya dapat dipercaya sebagai Allah dengan mengenalnya melalui Alkitab?
~
Sdr. Zakir Naik,
Mari terapkan pemikiran yang sama terhadap keyakinan Anda. Apakah Anda pernah secara nyata menjumpai Muhammad, nabi Anda sehingga Anda mengimaninya sebagai rasulullah? Bukankah keyakinan Anda hanya bersumber dari Al-Quran dan Hadits tanpa benar-benar secara nyata hidup karib dengan nabi Anda, apalagi dengan Allah yang berdiam jauh di Arsy-Nya?
Berbeda dengan para pengikut Isa Al-Masih, dengan tetap bersumber dari pengajaran firman Allah dalam Alkitab, Roh Allah menuntun setiap umat-Nya untuk mengenal-Nya secara pribadi, benar-benar merasakan kasih dan kehadiran Isa Al-Masih yang nyata menaungi hidup mereka.
~
Yuli
~
Untuk Nasrani,
Apa bukti Allah kalian telah turun sempurna sebagai pedoman di dunia yang berdosa, menyucikan, menyelamatkan kalian dari semua dosa dalam perbuatan, yang oleh karenanya kalian tinggal masuk ke dalam surga, kalau masih dibutuhkan Alkitab sebagai hukum ajaran dan pedoman d idunia yang berdosa agar kalian selamat dari dosa dalam perbuatan?
~
Sdr. NL,
Yesus secara historis telah tercatat kehadiran-Nya di dunia. Selain dari catatan Injil, Anda juga bisa memeriksanya dari catatan sejarawan non-Kristen di abad 1 Masehi bernama Tachitus dan Josephus. Berdasarkan fakta peristiwa yang benar-benar terjadi saat itu, mereka mencatat peristiwa penyaliban dan kematian serta berita kebangkitan Yesus.
Fakta dalam Injil juga mencatat bahwa 40 hari setelah kebangkitan-Nya dari kematian, Ia naik, untuk kembali ke sorga, tempat asal-Nya. Itulah sebabnya para rasul Yesus menuliskan secara rinci detil kehidupan dan sabda Yesus dalam kitab Injil sebagai bukti otentik yang menjadi sumber iman dan pengajaran bagi setiap orang.
Dalam Injil juga dicatat bahwa Yesus menjanjikan kedatangan Allah Roh Kudus bagi para pengikut-Nya sepeninggal Ia kembali ke sorga. Hal ini tergenapi 10 hari setelah kenaikan Yesus ke sorga (Kisah Para Rasul 2) Roh Kudus inilah yang secara dinamis senantiasa mengingatkan para pengikut Yesus untuk mengingat dan menerapkan seluruh firman Allah yang tercatat dalam Alkitab.
Nah Saudaraku, begitu indah bukan, jika kita hidup di dalam Yesus? Sebab Allah nyata berdiam dalam hati umat untuk menuntun mereka hidup seturut kehendak Allah. Tidakkah Anda memiliki kerinduan yang sama atas hidup Anda?
~
Yuli
~
Apa bukti Allah bisa menjelma menjadi manusia sebagai tubuh dalam diri Yesus sehingga Anda dapat menyembahnya sebagai Allah?
~
Sdr. NL,
Ilmu pengetahuan telah berhasil membuktikan air yang berbentuk cair itu bisa berubah bentuk menjadi es yang padat. Tentu Anda mempercayai fakta empiris ini, bukan? Nah, bukankah yang menciptakan air bisa berubah menjadi es adalah Allah yang Maha Kuasa? Tentu Yang Maha Kuasa pasti sanggup menjelmakan diri-Nya menjadi manusia, bukan? Jadi, adakah yang mustahil bagi Allah yang Maha Kuasa?
~
Yuli
~
Apa bukti Alkitab adalah firman Allah?
~
Sdr. NL,
Alkitab terbukti sebagai firman Allah karena:
1) Kelestariannya Allah jaga hingga kapanpun. Terbukti dengan masih tersimpannya salinan naskah asli di museum sehingga setiap orang dapat memeriksa keaslian isinya
2) Segala apa yang tercatat di dalamnya tergenapi dalam dunia nyata. Bukti dan fakta sejarah di luar Alkitab pun mengkonfirmasi kebenarannya
3) Isi pengajarannya telah mengubah hati dan kehidupan milyaran orang sehingga kehidupan mereka memberi dampak yang sangat baik bagi orang-orang di sekitarnya.
4) Seluruh isi pengajarannya adalah standard moral tertinggi yang tidak pernah bisa diungguli oleh standard lain manapun. Sebaliknya, Alkitab justru menjadi sumber inspirasi bagi standar-standar luhur yang ada di dunia.
Nah Sdr. NL, kembali pada fokus artikel, ketika kita menyadari bahwa Alkitab telah teruji kebenarannya sebagai firman Allah, bukankah seharusnya dalam menyoroti topik poligami, seharusnyalah kita mengacu pada Alkitab, dan bukan pada kitab atau sumber lainnya? Jika fokus kita adalah mencari kehendak Allah, tentu hati dan kehidupan kita akan taat pada firman-Nya dan menolak segala praktik (termasuk poligami) yang berada di luar ketetapan Allah, bukan?
~
Yuli
~
Mengapa kamu merujuk pada kitab Taurat dan Injil? Al-Quran adalah kitab yang diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Dan siapakah kamu sehingga berani menghakimi bila Muhammad berlaku tidak adil?
~
Sdr. Annisa,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Sebagai Muslim, tentu Anda wajib menaati apa yang Al-Quran ajarkan, bukan? Lalu, apakah Anda sudah mengetahui bila Al-Quran mewajibkan segenap Muslim mengimani Taurat dan Injil? Sebab Qs 5:46 menuliskan Taurat dan Injil sebagai petunjuk dan cahaya bagi orang bertakwa. Sebagai petunjuk, tentu Taurat dan Injil wajib dipelajari dan dipraktikkan isinya supaya kita bertakwa, bukan?
Nah, dalam Taurat dan Injil telah Allah firmankan bahwa sejak semula, Allah menghendaki kesetiaan perkawinan monogami bagi kita, bukan poligami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Matius 19:4-6). Maka, kita pun wajib menaatinya, bukan? Bila kita lebih mempercayai ajaran yang jelas bertentangan dengan kehendak Allah, bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak?
~
Yuli
~
Padahal Alkitab tidak melarang poligami. Daud saja langsung diberikan banyak oleh Tuhan.
~
Sdr. Angin Surga,
Terimakasih untuk kunjungan Anda pada artikel ini.
Sehubungan dengan asumsi Anda di atas, dapatkah Anda tunjukkan ayat Alkitab manakah yang mendasari pernyataan Anda tsb? Benarkah makna ayat tsb (seandainya ada) sesuai dengan apa yang Anda asumsikan? Mari kita bahas di sini.
~
Yuli
~
Nah, bukankah itu perintah! Jadi intinya yang penting itu mampu dalam segala hal.
Wanita itu sesungguhnya adalah teman hidup Adam. Awas, hanya teman. Kalau kekasih itu lain. Kekasih itu lebih kepada jiwa. Sedangkan teman hanya sebatas raga. Makanya tidak ada janda muda atau duda muda yang tidak menikah lagi.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Terimakasih untuk kesediaan Anda bergabung dalam forum diskusi ini. Sebelum menanggapi komentar-komentar Anda, kami informasikan terlebih dahulu bahwa semua komentar Anda telah kami edit mengingat kosakata dan tata bahasa yang Anda gunakan tidak baku. Hal ini menyulitkan para pembaca untuk menangkap maknanya. Juga, mohon maaf bila kami menghapus beberapa kolom komentar yang tidak berhubungan dengan topik artikel. Untuk itu ke depan kami mohon agar penulisan komentar dengan bahasa resmi/baku serta kesesuaian dengan topik artikel perlu lebih diperhatikan lagi agar lebih bermanfaat bagi semua pengunjung situs ini.
Tentang ayat poligami dalam Al-Quran, kami sepakat dengan Anda bahwa hal itu adalah anjuran atau perintah. Namun, perintah dari siapa? Benarkah Allah yang memerintahkannya? Jika ya, mengapa kitab-kitab Allah sebelumnya (Taurat dan Injil) malah menentang poligami? Apakah Allah yang Maha Benar sama tidak konsistennya seperti manusia?
Juga ayat mana dalam Kitab Allah yang menyatakan bahwa wanita adalah “teman hidup” Adam seperti yang Anda definisikan?
~
Yuli
~
Coba kita lihat ayat dalam Qs 4:3. Yang dimaksud adil itu bagaimana? Artinya mampu memberikan kebutuhan jasmani maupun rohani, yaitu memenuhi kebutuhan kehidupan dan bisa mendidik mereka menjadi lebih baik.
Menurut saya, dunia ini tempatnya bersenang-senang, sampai ibadah pun bersenang-senang. Puasa selesai supaya fitrah suci. Tujuannya agar manusia senang. Sholat sehat berjamaah dengan istri dan keluarga. Setelah selesai ibadah di masjid bersalam-salaman agar akur dan senang. Saling bersedekah, kurban dibagi-bagi supaya semua senang, semuanya tanpa terkecuali. Tujuan Tuhan adalah menyenangkan hamba-Nya.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Mari kita uji dalam kenyataan. Apakah Anda sudah pernah mempraktikkan apa yang Anda sampaikan tentang keadilan dalam kaitannya dengan poligami? Tidak usah menunggu masuk ke jenjang pernikahan. Cukup pada tahap pacaran/pertunangan. Jika Anda punya dua kekasih atau lebih, bagaimana reaksi kekasih-kekasih Anda jika mereka tahu bahwa Anda telah menduakan cinta? Sekalipun Anda telah membagi waktu, perhatian, dan uang seadil mungkin kepada mereka semua, apakah mereka dapat menerimanya tanpa sakit hati? Atau, mungkin Anda pernah merasakan diduakan? Apa yang Anda rasakan? Adil?
Tentang pemikiran Anda bahwa Tuhan bertujuan menyenangkan hamba-Nya dengan definisi seperti yang Anda sampaikan, nampaknya “Tuhan” tidak lebih sekedar pemuas hawa nafsu manusia. Jika demikian, siapa sebenarnya yang menjadi Pencipta, Tuhan menciptakan manusia, atau manusia menciptakan “tuhan”?
~
Yuli
~
Saya pernah bertanya kepada ustadz, mengapa poligami jalan terbaik dalam pernikahan? Pernikahan itu sakral. Kalau orang berpoligami artinya dia kawin lagi. Jadi bukan “kumpul kebo”. Maka aturan syariat yang mengajarkan kita agar seallu berbuat baik tentu saja poligami. Bagi wanita, maaf ya. Perempuan adalah pakaian bagi laki laki. Laki-laki adalah pakaian bagi perempuan. Berarti bila ditafsirkan secara logika, tidak cukup bila satu. Apalagi sudah tahu di dunia ini hanya fana.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Kami sepakat bahwa pernikahan itu sakral sama seperti yang Anda sampaikan. Namun, nampaknya Anda memiliki pengertian yang berbeda tentang arti “sakral” itu sendiri. Kitab Allah dalam Taurat, Kitab Kejadian 1:28 dan Kitab Nabi Maleakhi 2:14 memuat nilai kesakralan dalam pernikahan, yakni hadirnya Allah sebagai Saksi janji kesetiaan pernikahan antara suami dan isteri, sekaligus Pemberi Berkat pernikahan itu sendiri. Nah kini, pernahkah Anda jumpai dalam akad nikah agama apapun, pernikahan yang dilakukan antara satu orang suami dengan beberapa isteri sekaligus? Tidak ada, bukan? Selalu yang terjadi adalah satu orang suami dengan satu orang isteri. Itulah salah satu letak kesakralannya. Ketika sepasang mempelai mengikrarkan janji kesetiaan pernikahan di hadapan Allah sebagai saksi, masihkah disebut sakral ketika di kemudian hari, sang suami menikah lagi dengan wanita lain di hadapan saksi yang sama yaitu Allah? Apakah pengingkaran janji kesetiaan pada isteri pertama masih bisa disebut sakral?
Saudaraku, jika suami atau isteri sekedar “pakaian” belaka yang membutuhkan lebih dari satu, maka tidak ada gunanya Allah menciptakan pernikahan, bukan? Bukankah pola kawin-mawin seperti yang Anda definisikan tidak ada bedanya dengan kebiasaan binatang? Lalu, di mana letak keunggulan manusia dibanding binatang?
~
Yuli
~
Pertanyaan ketiga saya jawab. Bukankah sudah Anda tulis di atas dengan jelas? Poligami tentu saja boleh berdasarkan Qs 4:3.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Masalahnya, apakah benar yang tertera dalam Qs 4:3 adalah perintah Allah sendiri? Bagaimana menurut Anda? Dapatkah Anda berikan penjelasan logis berdasarkan data yang tepat untuk mendukung bahwa poligami sungguh berasal dari perintah Allah?
~
Yuli
~
Kalau mampu berbuat adi, silakan. Satu saja kadang membuat sangat marah. Apalagi empat. Bisa jadi satu minggu setelah menikah kena stroke.
Dunia ini sebenernaya taxi kesenangan (kebahagiaan). apapun bentuk dan sifatnya, harus ada aturan. Yang penting tetap dalam koridor agama. Saya mengartikan poligami sebagai “pola ingin ganti mendua istri”.
~
Nah Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Bukankah Anda sendiri menyetujui bahwa poligami itu menduakan isteri? Jadi, masih dapatkah orang yang “menduakan cintanya” bisa berbuat adil kepada semua isterinya? Bukankah yang dimaksud dengan “mendua hati” artinya memalingkan hati dari yang pertama kepada yang lain? Maka jelas isteri pertama tidak akan mendapatkan rasa keadilan itu.
Bagaimana Saudaraku, dengan membayangkannya saja, pastilah Anda tidak ingin mengalami derita sebagai korban pengkhianatan, bukan? Bukankah Anda sendiri meyakini bila Allah menghendaki kebahagiaan bagi umat manusia? Maka, masuk akalkah bila Allah juga yang memerintahkan poligami yang jelas mendatangkan derita bagi kita?
~
Yuli
~
Menurut Kak Seto, poligami tidak baik bagi psikologis anak. Hal itu tergantung anaknya. Malah anak yang ayahya meninggal sebelum ia lahir, menjadi anak yang lebih mandiri, banyak juga yang sukses. Itu bukan alasan ketergantungan sang anak. Tapi dari cara pendidikan anak tersebut. Mungkin lewat sekolah umum, bukan sekolah kerohanian dalam agama Anda. Juga, bukankah mereka masih anak-anak? Namanya anak-anak pasti butuh kasih sayang orang tua.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Seorang pakar yang berbicara tentang ilmu kepakarannya, tentu tidak berbicara berdasarkan asumsi tanpa riset ilmiah. Bukankah demikian, Saudaraku? Apa yang disampaikan Kak Seto sebagai psikolog tentu didasari oleh fakta lapangan melalui riset ilmiah yang telah teruji kebenarannya.
Ada perbedaan yang tegas antara anak yatim dengan anak dari ayah yang berpoligami. Anak yatim memiliki kebanggaan kepada sang ayah yang telah tiada, bahwa ayah tetap setia kepada istri dan keluarga hingga ajal menjemput. Anak korban poligami tidak memiliki kebanggaan yang sama. Sebaliknya, hati dan pikirannya telah tergores secara permanen atas sikap ketidaksetiaan ayah. Inilah yang menyebabkan perkembangan psikis keduanya berbeda.
~
Yuli
~
Monogami bukan solusi yang terbaik. Kalau ada masalah bagaimana? Misalkan cacat tidak bisa melayani lagi, atau mandul sementara suami ingin sekali punya anak. Kalau tidak ada masalah, poligami adalah solusi terbaik.
Dampak negatif terhadap anak-anak dan isteri disebabkan karena tidak menerima takdir Allah. Salah satu ciri orang beriman adalah beriman kepada qadha dan qadar.
Nabi Daud punya isteri banyak. Nabi Sulaiman punya isteri banyak dibandingkan dengan Muhammad SAW .Nabi Musa As berpoligami, Nabi Ibrahim berpoligami. Lalu Anda katakan poligami tidak pernah diajarkan. Nabi Isa As tidak boleh berpoligami. Mengapa Nabi Isa As tidak memperbolehkan sedangkan yang lain boleh? Bisakah menjawab? Anda lupa membaca Alkitab.
~
Sdr. Hakkullah,
Mari berpikir secara praktis namun logis. Bila Anda diduakan oleh kekasih Anda dengan alasan kekasih gelapnya mampu memberikan apa yang tidak bisa Anda berikan, bagaimana perasaan Anda? Apakah Anda ikhlas dengan ketidaksetiaannya?
Saudaraku, untuk itulah Allah menetapkan kesetiaan perkawinan monogami agar umat manusia tidak saling menyakiti dengan mengkhianati pasangan hidupnya. Allah Maha Adil sehingga ketetapan-Nya tidak hanya berpihak pada kaum pria saja, tapi wanita juga. Sebab keduanya sepadan/setara dalam pandangan Allah (Taurat, Kitab kejadian 2:18).
Para tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama tidak berpoligami atas perintah Allah, melainkan oleh niat mereka sendiri. Bahkan, Alkitab dengan jelas juga merincikan akibat-akibat negatif dan fatal yang harus mereka terima karena berpoligami. Itu sebabnya Isa yang adalah Kalimatullah (Firman Allah) kembali menegaskan ketetapan Allah sejak awal penciptaan manusia, bahwa Allah menghendaki kesetiaan pernikahan monogami (Taurat, Kitab Kejadian 2:24, Injil Matius 19:4-6).
~
Yuli
~
Maksudnya adalah kaum nabi Isa tidak boleh berpoligami, mengapa kaumnya tidak boleh sedangkan yang lain boleh? Apakah Anda bisa menjawabnya?
Apa yang Anda katakan tidak sesuai dengan kenyataannya di Alkitab. Pandangan manusia akan selalu begitu, bahwa poligami tidak sesuai fitrah.
~
Sdr. Hakkullah,
Silakan kaji dan pertimbangkan baik-baik komentar kami sebelumnya pada kolom # Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2017-08-15 20:11. Kiranya bermanfaat bagi perenungan Anda terhadap nilai-nilai kebenaran yang sejati dari Allah, yang tidak mungkin bertentangan dengan keluhuran moralitas dan logika sehat.
~
Yuli
~
Adakah ajaran agama yang secara tegas dan jelas melarang poligami? Bagi penganut yang taat melaksanakan ajaran agamanya, pasti tidak akan melanggar larangan itu.
Anak yang lahir dari ayah yang berpoligami ada yang sejahtera hidupnya dan menjadi orang sukses di dunia. Ada pula yang tidak bahagia namun tetap melanjutkan hidup dengan segala usahanya. Dampak berpoligami bagi wanita dan anak, juga prianya, memerlukan kajian yang mendalam dan menyeluruh dari para ahli yang berkompeten di bidangnya.
~
Sdr. Daandied,
Terimakasih untuk kesediaan Anda memberikan komentar atas isi artikel di atas.
Firman Allah dalam Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Matius 19:5-6 jelas menyatakan Allah menghendaki kesetiaan pernikahan monogami. Dengan demikian, apakah menurut Anda praktik lain di luar monogami (poligami ataupun perselingkuhan yang inti keduanya sama-sama melanggar nilai kesetiaan) masih Allah izinkan? Jadi, masihkah Taurat dan Injil tidak tegas melarang poligami? Tentu setiap orang yang sungguh mengarahkan hatinya kepada Allah dengan jelas menangkap maksud ayat Taurat dan Injil tsb, bukan?
Prof. Tri Lisiani yang adalah peneliti dan Kak Seto Mulyadi sebagai psikolog anak adalah para akademisi di bidangnya. Maka pernyataan-pernyataan mereka yang terkutip dalam artikel tentu saja didasarkan dari hasil riset ilmiah atas kehidupan keluarga yang berpoligami. Untuk memperkaya wawasan, silakan baca juga hasil riset ilmiah dari sebuah organisasi di Malaysia mengenai dampak poligami pada tumbuh kembang anak lewat artikel http://tinyurl.com/y7m7v7t8.
Nah, bagaimana menurut Anda? Apakah dengan segala dampak negatif yang nyata ditimbulkan poligami, yakinkah Anda bila Allah yang Maha Adil dan Penyayang mengizinkan praktik tsb?
~
Yuli
~
Sdr. Yuli,
Yang pernah saya baca di Alkitab, poligami telah dilakukan oleh orang yang hidup ribuan tahun sebelum Yesus lahir dan berkarya di dunia.
Bukankah Daud yang adalah leluhur Yesus dikisahkan berpoligami?
Malah ada tertulis kisah di Alkitab, Sarah isteri Abraham meminta dan merelakan suaminya mengawini Hagar agar bisa memperoleh keturunan. Meskipun kemudian Sarah cemburu pada Hagar.
Dari contoh yang dikisahkan di Alkitab, kehidupan orang yang berpoligami dan anak keturunannya tidak semuanya berakhir jelek, bukan?
Yang mau berpoligami terpulang kepada niat orang itu. Hanya mau melampiaskan hasrat seksual atau membina rumah tangga yang diridhoi Tuhan. Bagaimana pendapat Saudara terhadap kisah orang yang berpoligami yang tertulis di Alkitab?
~
Sdr. Daandied,
Kami senang dengan kesediaan Anda meneruskan diskusi. Kiranya memberikan manfaat baik bagi diri maupun seluruh pengunjung artikel ini.
Saudaraku, Alkitab sebagai Kitab Allah jujur atas kebobrokan manusia, termasuk kehidupan para hamba Allah yang dipilih-Nya. Dampak buruk yang ditimbulkannya pun dicatat agar kita belajar betapa seriusnya dosa yang berdampak besar bagi rusaknya kehidupan. Jika kita berhikmat, apakah kita hendak mengulang apa yang mereka perbuat?
Poligami yang dikerjakan para tokoh Alkitab adalah fakta. Namun, apakah Anda menemukan bukti bila mereka berpoligami atas kehendak Allah? Sebaliknya, sebagaimana Sara dan Abraham tidak sabar menanti janji Allah atas lahirnya “anak perjanjian” (Ishak) dari keturunan mereka berdua, mereka mengambil inisiatif sendiri (bukan kehendak Allah) untuk berpoligami. Dari sinilah derita keluarga, bahkan anak cucu dan generasi mereka selanjutnya dimulai.
Namun, perjanjian kekal Allah dengan Abraham, Ishak, dan Yakub (ketiganya moyang Israel) untuk mendatangkan berkat keselamatan bagi dunia melalui mereka (Kitab Kejadian 12:1-3), tidak dapat dibatalkan oleh dosa dan kesalahan mereka. Allah tetap berdaulat menggenapi rencana-Nya. Itu sebabnya, sekalipun mereka melakukan kesalahan berpoligami dengan dampak negatif berkepanjangan, Isa Al-Masih tetap hadir lewat keturunan mereka untuk menyelesaikan dosa manusia.
Jadi, bagaimana menurut Anda? Bijakkah kita menganggap poligami sebagai perintah Allah hanya karena praktik tsb tercatat dalam Alkitab?
~
Yuli
~
1. Anda tahu bahwa ada beberapa hal yang berubah dalam Injil dibandingkan pendahulunya yaitu Taurat sebagai contoh yaitu mengenai Hukum Seremonial. Namun anda bersikukuh menentang adanya perbedaan Al-Quran dari pendahulunya?
2. Benar Taurat dan Injil adalah petunjuk. Namun lihatlah keseluruhan QS 5:46 yang menceritakan masa lalu, bukan saat ini
3. Perasaan tidak mempengaruhi hukum. Hukum Zakat tak akan batal hanya karena orang tersebut pelit. Sebaiknya pertanyakan kemampuan si suami yang membuat keluarga itu gagal, bukannya membatalkan hukum poligami.
Mohon kesediaannya untuk membagikan ayat yang secara jelas menyatakan bahwa pelaku poligami yang dikisahkan dalam Alkitab dinyatakan berdosa
~
Saudara Gane,
Mengenai pernikahan dalam Injil, Isa Al-Masih menegaskan kembali ajaran dalam Taurat. “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: “Sebab itu laki-laki akan . . . bersatu dengan [seorang] istrinya” (Injil, Rasul Besar Matius 19:5-6).
Jelas ketetapan Allah dari mulanya ialah monogami dan tidak berubah. Seorang suami menikahi seorang isteri. Jadi, ketika seorang suami menikah dengan dua atau tiga dan seterusnya, jelas itu telah melanggar ketetapan Allah, bukan? Sedangkan melanggar ketetapan Allah artinya berdosa, bukan?
Bagaimana menurut saudara, mengapa monogami adalah solusi terbaik pernikahan?
~
Daniar
~
Saudara Daniar,
Mengenai Hukum Seremonial, saudara akan mengikuti Injil atau Taurat? Begitupula pilihan Islam jika ada yg berubah, maka Islam akan mengikut AlQuran
Jika saudara tetap bersikeras menekankan ayat dari agama yg saudara anut, sebaiknya pembahasan ini untuk internal seagama saudara saja. Tidak perlu menghubungkan Islam ke dalamnya.
Dawud hidup di masa sebelum Isa, maka akan sangat mungkin disinggung dan disebutkan bahwa ia salah telah poligami. Sebab itu saya tanyakan apakah ada ayat tegas yang jelas menyebutkan nama dan perkara dosa telah poligami (siapapun itu). Bahkan Muhammad saja ditegur karena bermuka masam pada suatu majelis.
~
Saudara Gane,
Mengenai pernikahan ketetapan Allah dari mulanya ialah monogami. Seorang suami menikahi seorang isteri. Itu tidak berubah dan berlaku untuk selamanya. Untuk itu silakan baca kembali komentar kami sebelumnya di atas.
Terimakasih kiranya saudara paham akan hal ini.
~
Daniar