Agama Islam dan Kristen mempunyai ajaran yang berbeda dalam hal bagaimana sebaiknya memperlakukan isteri. Umat beragama, khususnya pria, perlu mengetahui apa kata Kitab Allah tentang hal tersebut. Dengan demikian, suami-suami dapat memperlakukan isterinya sesuai dengan perintah Allah.
Islam Mengajarkan, Memukul Isteri adalah Baik
Salah satu ajaran Al-Quran tentang bagaimana memperlakukan isteri, yaitu: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita . . . . pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka . . . ” (Qs 4:34).
Menurut pakar Islam, seorang suami boleh memukul isterinya setelah terlebih dahulu mengikuti tiga tahapan berikut: Tahap Pertama: Menasehati isteri baik-baik. Tahap Kedua: Pisah ranjang. Jika tahap pertama tidak berhasil, maka suami berhak melarang isterinya tidur seranjang dengannya. Tahap Ketiga: Memukul isteri dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan pada area-area tertentu saja.
Setiap Pukulan Meninggalkan Rasa Sakit!
Memang ada orang-orang tertentu yang tetap dapat mengontrol emosinya saat marah. Tapi tidak semua dapat melakukannya. Dengan kata lain, ketika seseorang marah dan memukul orang di sekitarnya, akan sulit baginya untuk menentukan: 1) Seberapa keras dia memukul orang tersebut agar tidak sakit. 2) Bagian mana yang harus dipukul agar tidak menyakiti orang tersebut.
Pakar Islam sering menjelaskan bagaimana suami memukul isterinya agar tidak sakit. Namun semua penjelasan tersebut hanya melihat dari segi fisik saja. Bagaimana dengan kejiwaanya? Sepertinya dampak pukulan suami terhadap isteri yang dapat mempengaruhi psikologi isteri, luput dari perhatian pakar Islam.
Ketika suami memukul isterinya, baik itu dengan keras maupun tidak, bukan saja hanya berdampak pada fisiknya. Apakah sakit atau tidak. Efek yang lebih berbahaya justru terdapat dalam psikologis isteri. Seperti: Sakit hati berkepanjangan, rasa benci terhadap suami, dan tidak menutup kemungkinan ada trauma akan KDRT.
Oleh sebab itu, apapun alasannya memukul isteri bukanlah perbuatan terpuji!
Memukul Isteri Dalam Islam Bertentangan Dengan Hadist
Namun sepertinya ajaran Al-Quran pada Qs 4:34 tentang memperbolehkan memukul isteri, tidak sejalan dengan beberapa hadist berikut:
“Rasulullah tidak pernah memukul perempuan dan pelayan dengan tangannya. Dan beliau tidak pernah memukul sesuatu selain berjihad di jalan Allah” (HR Muslim).
Diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abdullah bin Zam’ah, Rasulullah bersabda “Bagaimana pula seorang dari kamu tega memukul istrinya seperti memukul unta kemudian memeluknya (baca: Menggaulinya)”
Bukankah seharusnya umat Muslim meneladani nabinya, dengan tidak memukul isterinya?
Perlakukanlah Isterimu Dengan Kasih!
Memang benar seperti yang umat Islam sering lontarkan, bahwa Isa Al-Masih tidak pernah menikah. Namun inti dari ajaran Isa Al-Masih, cukup menjadi kunci bagaimana sebaiknya suami memperlakukan isterinya.
Isa berkata, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (Injil, Rasul Markus 12:31). Ketika seseorang dapat mengasihi orang lain seperti mengasihi dirinya sendiri, maka dia akan dapat mengasihi isterinya. Karena isteri adalah orang yang selalu berada di sampingnya.
Dan ketika suami dapat mengasihi isterinya layaknya mengasihi diri sendiri, maka dia tidak akan pernah memukul isterinya. Baik pukulan yang keras atau ringan sekalipun.
Isa Al-Masih Memberi Jalan Keluar!
Injil Allah memperingati umat-Nya agar, “. . . Jangan lagi ada perasaan benci atau perasaan lain semacam itu”(Injil, Surat Efesus 4:31). Hal ini juga berlaku dalam rumah tangga. Sebab rumah tangga bukan tempat untuk melakukan kekerasan fisik ataupun psikologis.
Apakah isteri Anda tidak mengindahkan perkataan Anda? Jangan lekas memukulnya! Datanglah kepada Isa Al-Masih, karena Dia dapat memberi jalan keluar. Isa berkata, Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil, Rasul Besar Matius 11:28).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Anda secara pribadi, apapun tujuan dan alasannya, apakah memukul isteri baik atau tidak? Sebutkan alasannya!
- Dalam hal memperlakukan isteri, apakah Qs 4:34 dapat dijadikan sebagai pedoman? Sebutkan alasannya!
- Menurut Anda, faktor apakah yang menjadi penyebab suami berani memukul isterinya?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus. Silakan mengirimkan pertanyaan Anda lewat SMS ke: 0812-8100-0718.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Memukul isteri dalam Islam adalah sekiranya seorang isteri terlampau sulit diatur sehingga dinasihati berkali-kali tetap tidak berubah, barulah dibenarkan memukul isteri dengan pukulan tidak menyakitkan. Memukul yang tidak menyakitkan maksudnya janganlah sampai lebam, patah, dan sebagainya. Cukup sekadarnya saja untuk memberi peringatan.
Memang sukar untuk menjaga kemarahan kita, harus banyak belajar. Marah itu perkara normal tetapi dapat dikendalikan. Manusia yang tidak punya rasa marah tidaklah normal.
Ibarat seorang pemimpin, dia dikatakan bijak bila dapat mengendalikan emosinya dalam menghadapi berbagai rakyatnya. Begitu juga seorang suami dan juga bapak. Dalam Islam, mereka ini ibarat seorang pemimpin.
~
Benar sekali apa yang Anda sampaikan, Sdr. Muslim! Seorang pemimpin yang bijak mampu mengendalikan emosinya. Ini semata untuk kebaikan semua pihak termasuk orang-orang yang dipimpinnya.
Benar pula bahwa dalam rumah tangga, suami adalah pemimpin yang bertanggungjawab bagi seluruh anggota keluarga. Untuk itulah suami dituntut berlaku bijak dalam mengendalikan istrinya. Berlaku bijak dengan menahan hasrat untuk memukul istri adalah bentuk pengendalian emosi yang baik. Karena pemukulan seringan apapun pasti meninggalkan trauma, terutama luka batin yang sulit sekali disembuhkan. Yang terjadi kemudian bukannya membawa istri bertobat, melainkan malah melipatgandakan kebencian istri terhadap suami. Bukankah Anda pun juga menyadari bila manusia sudah dibakar amarah, tentu sulit baginya memukul tanpa meninggalkan bekas fisik sedikitpun, bukan?
Tindakan bijak suami selaku pemimpin rumahtangga dalam mengendalikan istri dan anak-anaknya tidak bisa sekedar mengandalkan kekuatan diri sendiri dalam menjaga emosi. Sangat perlu campur tangan Allah Sang Sumber solusi. Karena Allah Maha Bijak, tidak mungkin bagi-Nya memberikan solusi pragmatis (memukul) yang malah menjauhkan keharmonisan suami-istri itu sendiri.
~
Yuli
~
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul isterinya karena semua isterinya mendengar kata-katanya. Itulah kehebatannya. Hanya dengan kata-kata saja semua orang tertunduk, tidak perlu menggunakan kekerasan. Itulah keindahan akhlak yang ditunjukkan baginda kepada pengikut-pengikutnya.
Terima kasih kerana menyanjungi akhlak rasulullah. Saya akui memang ada orang Islam yang tidak menuruti akhlak nabi Muhammad SAW. Karena mereka, keindahan dan kebenaran Islam terbenam. Jadi rujuklah Islam kepada mereka yang benar-benar mengamalkan Islam.
~
Sdr. Muslim,
Bukankah Al-Quran adalah rujukan utama bagi ajaran Islam? Sedangkan Hadits yang meriwayatkan kisah nabi Anda, yang ditulis oleh para sahabat Muhammad, setingkat di bawah Al-Quran itu sendiri, bukan?
Nah, ketika ajaran Hadits tentang tiada pernahnya nabi Anda memukul para istrinya terdengar lebih bijak daripada ajaran Al-Quran dalam Qs 4:34, tidakkah hal ini perlu dipertimbangkan lebih dalam? Mungkinkah Al-Quran yang disebut sebagai wahyu Allah, apalagi kitab penyempurna, tidak lebih luhur nilainya daripada Hadits buatan manusia? Tentu wahyu sejati dari Allah tidak mungkin kalah bijak dengan karya manusia, bukan?
~
Yuli
~
Sdr. Staf IDI,
Sekali lagi tersalah, faham yang dikatakan memukul isteri dalam Islam bukanlah satu perintah, tetapi hanya kebenaran. Sekiranya isteri mendengar nasihat tidak perlu dipukul. Hanya isteri yang degil saja, tetapi kebiasaannya wanita menurut kata suami. Terutama wanita-wanita asia mereka sangat sayang dan hormat suami mereka.
Memukul dalam Islam ini ibarat serang guru merotan anak muridnya yang malas belajar. Bukannya guru itu membenci anak muridnya, tetapi mahukan anak muridnya menjadi manusia yang berguna.
~
Sdr. Muslim,
Menurut kami, apa pun alasannya memukul bukan perbuatan baik. Isteri adalah orang yang Tuhan berikan sebagai teman hidup sdr dalam ikatan pernikahan. Dia bukan seorang murid yang perlu dirotan ketika sdr mengajarnya.
“Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19). Bukankah mengajar isteri dengan kasih lebih baik daripada merotannya?
Isteri adalah anak yang dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tuanya dengan kasih sayang. Bisa jadi orang tuanya pun tidak pernah memukulnya, sekalipun si isteri sangat nakal kala kecil. Lalu, apakah hak sdr memukul wanita tersebut? Apakah semata-mata karena sdr telah mengambilnya sebagai isteri?
Bagaiman perasaan sdr, bila kelak anak perempuan yang begitu sdr kasihi, setelah menjadi isteri seseorang, lalu suaminya merotan dia. Apakah sdr dapat membenarkan tindakan pria tersebut?
~
Saodah
~
“Memang benar seperti yang umat Islam sering lontarkan, bahwa Isa Al-Masih tidak pernah menikah.”
Respons: Secara implisit kalian menyatakan bahwa seharusnya Isa Al-Masih bisa menikah , yang menjadi bukti dia bukan Tuhan!
~
Maaf Sdr. Kebenaran, pada artikel di atas kita sedang membahas soal “Pemukulan Isteri Dalam Pernikahan.” Untuk itu, kiranya sdr hanya memberi tanggapan untuk salah satu dari tiga pertanyaan yang berhubungan dengan topik tersebut.
Berikut adalah tiga pertanyaan tersebut:
1. Menurut Anda secara pribadi, apapun tujuan dan alasannya, apakah memukul isteri baik atau tidak? Sebutkan alasannya!
2. Dalam hal memperlakukan isteri, apakah Qs 4:34 dapat dijadikan sebagai pedoman? Sebutkan alasannya!
3. Menurut Anda, faktor apakah yang menjadi penyebab suami berani memukul isterinya?
Jika sdr ingin mengetahui tentang ke-Tuhan-an Isa Al-Masih, silakan mengunjungi situs kami: http://www.isadanislam.org.
~
Saodah
~
Memukul istri dalam Islam hanya untuk istri yang sulit diatur, tapi ini hanya memukul bukan mengaiaya. Hanya untuk penegasan agar si istri benar-benar paham sikapnya sudah keterlaluan.
Contoh: Seorang isteri yang tidak bisa diajak berbicara baik-baik, yang kerjanya cuma main dan tidak mau mengurus anak. Apakah wajar bila dibiarkan?
Dengan memukul (bukan menganiaya) bisa membuat si isteri paham bahwa dia melampaui batas dalam sikap. Teguran berupa pukulan itu tahap yg ketiga.
Jadi itu tidak brlaku untuk isteri yang penurut karena hanya dengan ucapan sudah luluh.
~
Ketika Allah bertanya kepada Adam mengapa dia memakan buah yang Allah larang, Adam menyalahkan Hawa. Lalu, Hawa pun menyalahkan si ular. Itulah manusia, lebih sering mencari kambing hitam daripada menyadari kesalahannya.
Menurut Sdr. Apriyono, mungkinkah isteri melawan suaminya jika suami mengasihinya dan mempelakukan isteri dengan penuh kasih? Jika isteri membangkang, mengapa Al-Quran tidak memerintahkan agar suami introfeksi diri terlebih dahulu? Mengapa justru langsung memerintahkan untuk memukul?
Menurut kami, sedikit banyak prilaku isteri dipengaruhi oleh prilaku suaminya. Jadi, ketika isteri membangkang, bisa jadi hal tersebut terjadi karena suaminya bermasalah!
~
Saodah
~
Anda tadi juga berbicara tentang hadist. Saya jelaskan, bagaimana Nabi Muhammad bisa sampai memukul istrinya sedangkan istri Nabi Muhammad adalah para wanita yang solehah?
Coba Anda fikir, apakah orang yang baik pantas untuk mndapat pukulan? Tentu tidak? Makanya Nabi Muhammad tidak pernah memukul istrinya. Karena istrinya adalah wanita-wanita yang baik.
Jadi saya sarankan, Anda jika berbicara harus menggunakan ilmu dan perasaan, agar tau kebenarannya, Bukan dengan emosi atau kebencian.
~
Sdr. Apriyono,
Menurut kami di sinilah letak permasalahannya. Sdr dan teman-teman Muslim mengetahui bahwa isteri-isteri Muhammad adalah wanita-wanita solehah. Mengapa para suami Islam tidak mencontoh cara Muhammad memperlakukan isteri-isterinya, sehingga isteri-isteri Muslim menjadi wanita yang solehah juga?
Bukankah membina isteri menjadi wanita solehah jauh lebih baik daripada memukulnya?
~
Saodah
~
To All Muslim,
Coba fokus dan gunakan pikiran jernih tentang Surat An-Nisaa: 34. Bukankah itu perintah langsung dari Allah SWT, yang disampaikan melalui perantara Jibril?
Aluran mencatat Allah SWT tidak beristri. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri (Qs 1;101) Bukankah wahyu Allah adalah pedoman utama serta teladan yang melebihi segalanya?
Masalahnya jika itu perkataan Muhammad sendiri yang punya pengalaman bersama puluhan istrinya, saya acungkan jempol. Jadi kaitan ada dan tidak dalam hal ini pembelaan kalian keliru.
~
Sdr. Mimie,
Terimakasih untuk komentar yang sudah sdr berikan. Untuk kedepannya, kiranya tanggapan yang sdr berikan tidak keluar dari topik diskusi yang sedang kita bahas.
Jika sdr ingin mengetahui lebih jauh tentang Isa Al-Masih atau hal-hal yang di luar topik tersebut, sdr dapat mengunjungi situs kami http://www.isadanislam.org di sana ada begitu banyak topik artikel berbeda yang dibahas.
Demikian, kiranya kita dapat diskusi tetap pada topik artikel.
~
Saodah
~
Saya telah membaca beberapa artikel yang ditulis. Kalau menurut saya, tidak adil kalau dikatakan seperti itu. Al-Quran hanya boleh ditafsirkan oleh ulama yang perkataannya itu ditafsiran membutuhkan sholat kurang lebih 200 rakaat. Di sini Anda menerjemahkan sesuka pikiran Anda.
Walaupun IQ Anda setinggi Albert Einstain tidak berhak untuk menafsirkan Al-Quran.
Jadi kalau Anda mau menulis artikel, Anda butuh seorang ulama juga buat diskusi, baru Anda menulis. Terimakasih!
~
Maaf Sdr. Ryo Schap, pada artikel-artikel yang kami tulis, kami tidak pernah menafsirkan Al-Quran menurut pengetahuan kami. Demikian juga dapat mengutip ayat Al-Quran, kami selalu mengutip sesuai dengan apa yang terdapat dalam terjemahan Al-Quran bahasa Indonesia.
Namun, jika ada penjelasan dalam artikel di atas yang salah, silakan sdr memberitahu kami dimana letak kesalahannya. Dengan demikian, kami akan dapat memperbaikinya. Terimakasih!
~
Saodah
~
Ryo Schap menulis: “Al-Quran hanya boleh ditafsirkan oleh ulama yang perkataannya itu ditafsiran membutuhkan sholat kurang lebih 200 rakaat. Di sini Anda menerjemahkan sesuka pikiran Anda.”
Apakah penafsiran itu mencakup dengan fatwa? Fatwa di Aceh oleh sebagian ulama dianggap kontraversi, apakah peraturan itu sudah sesuai dan yakin betul berasal dari Allah swt. Wassalam!
~
Kepada Sdr. Mimie dan Sdr. Muslim,
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, kiranya sdr berdua tidak keberatan untuk memberi tanggapan atau berdiskusi sesuai dengan topik diskusi kita pada artikel di atas.
Kami tidak keberatan jika sdr mengajukan pertanyaan di luar topik lewat email ke: . Demikian, kiranya sdr berdua dapat memakluminya!
~
Saodah
~
Kalau dirasa memukul itu bukan perkara baik tinggalkan saja, tidak berdosa dalam Islam. Nabi Muhammad pun tidak pernah memukul isterinya.
~
Sdr. Muslim,
Kami setuju dengan sdr, bahwa memukul isteri bukan perkara baik. Dan kami setuju dengan tindakan nabi sdr terhadap isteri-isterinya, yang tidak pernah memukul mereka.
Jika nabi sdr pun tahu memukul bukan perkara baik, lalu mengapa Allah Al-Quran tidak mengetahuinya, sehingga dia memberi ajaran yang memperbolehkan suami memukul isterinya?
Bandingkanlah dengan ajaran Isa berikut ini, “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19).
Bukankah mengasihi isteri jauh lebih mulia daripada memukulnya?
~
Saodah
~
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Qs 4:34).
~
Sdr. Hamba Allah,
Terimakasih untuk kutipan ayat dari Qs 4:34 di atas. Satu pertanyaan kami dan kiranya sdr tidak keberatan untuk menjawab:
Menurut sdr, dalam memperlakukan isteri, lebih baik berpedoman pada apa yang tertulis dalam Qs 4:34
di atas, atau perintah Isa berikut ini: “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19)?
~
Saodah
~
Benar sekali dan setuju! Kalau aku pribadi lebih senang kalau Isa Al-Masih itu diganti jadi Tuhan Yesus Kristus. Dia tidak pernah mengajarkan kebencian. Aku bangga punya Tuhan Yesus yang hebat.
~
Ini untuk menyempurnakan jawaban yang sudah ada, bahwa memukul ini bukan memukul keras melainkan hanya memberi sedikit senggolan tanpa ada rasa sakit. Inilah jawaban yang sebenarnya.
~
Memang ada orang-orang tertentu yang tetap dapat mengontrol emosinya saat marah. Tapi tidak semua dapat melakukannya. Dengan kata lain, ketika seseorang marah dan memukul orang di sekitarnya, akan sulit baginya untuk menentukan: 1) Seberapa keras dia memukul orang tersebut agar tidak sakit. 2) Bagian mana yang harus dipukul agar tidak menyakiti orang tersebut.
Dan lagi, mengasihi isteri dan menjauhkan kekerasan adalah lebih baik daripada menganut paham yang memperbolehkan memukul isteri. Terlepas apakah pukulan itu keras, pelan, bahkan sekedar senggolan sekalipun. Karena ketika suami memukul isterinya, mungkin fisiknya tidak terluka, tapi hatinya pasti terluka.
“Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19). Bukankah mengasihi isteri jauh lebih mulia daripada berlaku kasar?
~
Saodah
~
Dalam ayat tsb disebutkan tentang seorang istri yang nusyuz yaitu seorang istri yang selingkuh atau istri yang memasukkan laki-laki ke dalam rumah saat suami tidak di rumah. Jelas istri tsb harus dinasehati atau bila perlu dipukul agar dia insaf dan tidak melakukannya lagi.
Tetapi dalam Alkitab malah istri tsb harus dibunuh!
“Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu” (Imamat 20:10).
Si penulis termasuk orang yang mencoba menggali kelemahan dalam Al-Quran tapi dia sendiri tidak pernah membaca Alkitab yang ditentengnya sehari-hari.
~
Sdr. Lobster,
Ayat dalam Kitab Imamat 20:10 merupakan hukum Taurat yang disampaikan lewat nabi Musa kepada bangsa Israel sebagai bangsa yang Allah pilih dimana daripadanya lahir seorang Mesias (Al-Masih) yang akan menyelamatkan umat manusia dari kebinasaan kekal akibat dosa. Maka, sebagai bangsa pilihan yang harus menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain, dengan sangat tegas Allah menunjukkan betapa kudusnya sebuah ikatan perkawinan yang tidak boleh dinodai oleh ketidaksetiaan. Jadi hukum yang diberlakukan saat itu pun sangat tegas agar sungguh ditaati oleh bangsa Israel demi menghormati kesucian Allah.
Masa setelah Isa Sang Mesias datang adalah “masa anugerah” dimana kita seluruh umat manusia diajarkan menaati perintah Allah bukan atas dasar takut terhadap murka-Nya, melainkan karena kita mengasihi dan menghormati kesucian-Nya. Untuk itu, dalam kehidupan rumah tangga pun, Isa Al-Masih mengingatkan kembali esens ipernikahan yaitu [u]kasih[/u] (Injil Markus 12:31). Maka, memukul istri karena ia berselingkuh bukan solusi yang membawa pada perbaikan karena unsur kasih telah ditingalkan. Bukankah lebih baik bagi suami-istri tsb berbicara dari hati ke hati agar dapat ditemukan akar masalah sebenarnya sehingga diperoleh resolusi baru untuk memperbaiki hubungan rumahtangga keduanya?
~
Yuli
~
Yth mbak Yuli & Oda,
Sebenarnya, pertanyaan saya judul “Wanita Muslim … dst, sepele sekali, yakni: tipe istri seperti apakah yang diharapkan oleh Alkitab? Atau lebih fokus, yang memenuhi kriteria sebagaimana nasehat oleh Paulus pada Efesus 5:22-24 yang intinya “istri harus tunduk kepada suami dalam segala sesuatu, seperti tunduk kepada Tuhan, sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus”.
Di sisi lain Anda memimpikan bahwa suami harus sabar, sabar, dan melayani istrinya dalam segala kondisi dengan bersandar pada Efesus 5:25 dan ayat-ayat ekuivalen yang sangat umum dan multipersepsi itu.
Terimakasih.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Pada artikel-artikel lain kita (saya dan Anda) telah banyak berdiskusi topik yang sama dengan dasar ayat Alkitab dalam Surat Efesus 5:22-33. Di sana telah kami jelaskan bahwa baik suami maupun istri harus saling mengasihi sebagaimana Kristus sebagai Kepala Jemaat mengasihi dan rela berkorban bagi jemaat-Nya. Maka ketundukan istri terhadap suami juga dibarengi dengan ketundukan suami terhadap hukum Kristus karena baik suami maupun istri yang menjadikan Kristus sebagai Juruselamatnya adalah anggota jemaat Kristus.
Nah Saudaraku, jika Anda hanya menganggap ayat-ayat dalam Surat Efesus 5:22-33 hanyalah karangan Paulus semata dan bukan berisi pengajaran Allah, mengapa isinya jauh lebih luhur daripada ajaran Al-Quran tentang hidup berumahtangga? Padahal Anda meyakini bila Al-Quran firman Allah, bukan? Akal sehat manapun pasti menyatakan bila hikmat Allah lebih luhur daripada hikmat manusia.
~
Yuli
~
Yth mbak Yuli dkk,
Pertama, ijinkan saya mengucapkan terimakasih kepada mas/mbak Hamba Allah yang telah dengan sukarela mengunggah (Qs 4:34) secara lengkap. Ternyata “jauh panggang dari api” jika disandingkan dengan kutipan dan ulasan pada artikel di atas.
Kedua, terimakasih pula kepada mas/mbak Lobster yang telah memberikan penjelasan yang gamblang tentang “nusyuz”. Selain zinah, nusyuz juga bisa dikategorikan perbuatan yang sangat tercela dalam sebuah rumahtangga.
Ketiga, bolehkah saya tertarik dan jatuh minat pada tanggapan Anda kepada Sdr. Lobster pada 27-06-016? Bolehkah saya ikut berkomentar?
Terimakasih.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Diskusi ini terbuka bagi siapapun untuk berpartisipasi membahas topik bahasan artikel. Maka dengan tangan terbuka, Andapun kami persilakan untuk memberikan tanggapan balik atas komenar kami.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh, ada pertanyaan kami di kolom sebelumnya yang belum Anda tanggapi. Berikut kami kutipkan:
“Nah Saudaraku, jika Anda hanya menganggap ayat-ayat dalam Surat Efesus 5:22-33 hanyalah karangan Paulus semata dan bukan berisi pengajaran Allah, mengapa isinya jauh lebih luhur daripada ajaran Al-Quran tentang hidup berumahtangga? Padahal Anda meyakini bila Al-Quran firman Allah, bukan? Akal sehat manapun pasti menyatakan bila hikmat Allah lebih luhur daripada hikmat manusia”..
Kami tunggu tanggapan Anda atas pertanyaan kami di atas.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Yth. mbak Yuli,
Rasanya saya belum lupa. Terimakasih diingatkan.
1) Bagaimana bisa ditanggapi secara adil? Bukankah penulis artikel belum menyajikan kutipan terjemahan Qs 4:34 secara utuh? Lazimnya, kutipan itu disalin utuh. Bila ulasannya sumbang/negatif, silakan.
2. Terkait dengan memukul isteri, Qs 4:34 menyatakan bahwa menasihati, memisahkan dari tempat tidur, dan memukul istri adalah hukuman terhadap “nusyuz” (kedurhakaan dalam rumahtangga). Nusyuz mencakup aspek ketidakjujuran, teledor mengemban tanggungjawab, ketidaksetiaan, perbuatan tercela, seks, dsb.
Agar pertanyaan Anda bisa dijawab dengan baik, saya yakin Anda akan selalu membantu untuk menemukan bahwa Alkitab juga mendeteksi adanya “nusyuz”. Bukankah begitu, mbak Yuli?
Salam.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Kami sungguh mengapresiasi keterbukaan pola pikir Anda. Ini sangat membantu memperlancar diskusi. Berharap rekan-rekan lain juga memiliki keterbukaan pola pikir seperti Anda.
Berikut tanggapan kami:
1) Usulan Anda untuk menyalin utuh kutipan ayat sangat baik. Tapi, agar isi artikel bisa dipahami semua kalangan, panjang artikel dibuat seefekif mungkin. Maka kami sediakan ruang diskusi pada setiap artikel untuk membahas isinya lebih lanjut. Bagaimanapun, para pembaca tidak perlu khawatir karena dalam pengutipan ayat Al-Quran maupun Alkitab, kami sangat hati-hati dengan mengutip kalimat fokus bahasan tanpa mengurangi / mengubah makna keseluruhan ayat.
2) Qs 4:34 menuliskan “… Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nuzyusnya …”. Jika kata “khawatirkan” ini tidak muncul, maka nuzyus yang dimaksud adalah fakta. Sebaliknya, kata “khawatirkan” mengandung asumsi, belum tentu fakta. Apakah bijak menjatuhkan hukuman berdasarkan asumsi, bukan fakta? Kalaupun asumsinya benar, apakah memukul istri adalah bentuk pendisiplinan yang efektif mencegah ataupun menghindari nuzyus berulang?
Banyak kasus dimana istri nuzyus disebabkan karena suami nuzyus. Jika hukuman dalam Qs 4:34 diterapkan, apakah menyelesaikan masalah? Justru sakit hati bertambah yang menghasilkan aksi saling balas dendam. Akibatnya rumahtangga hancur.
Berbeda dengan hikmat manusia yang cenderung menunjuk kesalahan pihak lain dan menghakiminya, hikmat Allah di dalam Alkitab justru memberikan solusi yang menyejahterakan. “Kasih” adalah jawabannya. Jika suami mengasihi istrinya, tentu ia mengajaknya duduk bersama dengan sikap hati saling terbuka untuk mencari akar masalah dan menemukan resolusi bersama untuk bertobat, memperbarui janji kesetiaan masing-masing pihak.
Nuzyus adalah salah satu produk dosa. Bentuk dosa apapun tidak berkenan di hadapan Allah. Silakan Anda baca 10 Hukum Allah dalam Taurat, Kitab Keluaran 20: 1-17.
~
Yuli
~
Yth mbak Yuli dan mbak Oda,
Ok. Selain “nusyuz”, apakah Alkitab juga mengenal “ganjaran dan hukuman”? Barangkali dua hal itu bisa untuk mengawali diskusi kita menuju pertanyaan Anda.
Terimakasih.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Melampaui kitab hukum dunia yang bersifat legalis, Alkitab yang adalah firman Allah, yakni isi hati-Nya, bukan sekedar rentetan peraturan yang berujung pada “ganjaran dan hukuman”.
Alkitab menyatakan bahwa manusia dicipta dalam kemuliaan. Tapi manusia lebih memilih berdosa atas bujuk rayu iblis. Dosa merusak kemuliaan. 10 Hukum Allah (Taurat, Kitab Keuaran 20:1-17) diberikan untuk menyatakan keberdosaan manusia. Gagal mematuhi satu saja, gagal semua (Surat Yakobus 2:10) dan membawa kita pada hukuman kekal dosa (neraka). Nyatanya, tidak satupun manusia lulus dari hukum ini.
Berita baiknya, Allah Maha Kasih. Ia menyelamatkan kita lewat karya kematian Isa Al-Masih yang menggantikan hukuman kekal kita. Dan lewat kebangkitan-Nya dari kematian, Isa menang atas kuasa dosa sehingga kita pun dimampukan menang atas dosa, sanggup menaati 10 Hukum-Nya yang teringkas dalam Dua Hukum Kasih yang Isa Al-Masih ajarkan. Tujuan dari penerapan Dua Hukum Kasih adalah wujud nyata dari pulihnya fitrah kemuliaan manusia seperti saat semula Allah menciptakannya.
Dalam Taurat, Kitab Ulangan 32:35, Allah bersabda bahwa “Hak-Kulah dendam dan pembalasan …”. Dengan menghormati firman Allah ini, kita diajar untuk tidak lagi “mengangkat diri” sebagai “hakim” atas sesama kita, melainkan dengan landasan kasih, mengupayakan solusi kesejahteraan bersama, termasuk dalam kehidupan rumahtangga.
~
Yuli
~
Yth mbak Yuli dan rekan,
Terimakasih atas tanggapan Anda pada tangga 9 Agustus 2016. Sangat panjang lebar.
Namun, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Anda & tim sebagai pengelola forum ini, saya harapkan Anda tidak mengubah-ubah “kata” ataupun “istilah” pada tulisan saya, selama tidak menabrak rambu forum ini.
Maaf, contoh pengubahan yang baru saja terjadi adalah: “ … menasihati, … merupakan “penyelesaian” …” bukan “hukuman”. “Hukuman” sangat berbeda dengan “penyelesaian”. Demikian pula “reward and punishment” tidak sama-sebangun dengan “ganjaran dan hukuman”.
Terimakasih.
Salam.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Pelayanan situs ini ditujukan bagi para pembaca berbahasa Indonesia / Melayu. Dengan itikad membantu dan menghargai semua pihak dari berbagai latar pendidikan dan usia, bahasa yang digunakan perlu disesuaikan agar mudah dipahami semua kalangan. Menjadi tugas kami para pengelola situs untuk mengalihbahasakan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia yang lebih mudah dimengerti.
Saudaraku, silakan Anda ingat ulang. Pada komentar tanggal 8 Agustus 2016, Anda tidak menggunakan istilah “penyelesaian”, tapi “punishment” sehingga kami mengalihbahasakan dengan “hukuman”. Jika Anda memaknai “punishment” sebagai “penyelesaian”, tentu keduanya berbeda arti.
Pada kesempatan ini kami juga mohon maaf atas kekurangtepatan kami mengalihbahasakan “reward and punishment” dengan “ganjaran dan hukuman”. Meskipun “reward” juga bisa diartikan “ganjaran”, namun maknanya kurang fokus karena “ganjaran” ada dua bentuk, yaitu “ganjaran positif” atau “ganjaran negatif”. Sedangkan “reward” adalah “ganjaran positif” yang setara dengan “penghargaan”. Maka, pengalihbahasaan yang lebih tepat untuk “reward and punishment” adalah “penghargaan dan hukuman”.
Demikian klarifikasi dari kami.
~
Yuli
~
Yth mbak Yuli,
Terimakasih. Maaf, dalam arsip offline, tertulis pada point #2. “Terkait … bahwa menasihati, memisahkan dari tempat tidur, dan memukul istri merupakan “penyelesaian” terhadap nusyuz …”.
1. Jika kata “penyelesaian” diubah menjadi “hukuman”, bukankah sangat janggal jika “menasihati” dikategorikan sebagai hukuman? Namun saya menyadari posisi saya dan siapakah Anda.
2. Saya ragu, apakah saya bisa berusaha sekuat asa untuk percaya bahwa para pembaca tidak paham dengan istilah “reward and punishment”
3. Terimakasih, bahwa idiom “cooling down” yang saya tulis beberapa hari sebelumnya (pada judul berbeda) sudah masuk dalam kosa kata bahasa Indonesia tim ini, dan Anda lay out dengan font italy.
Terimakasih.
~
Sdr. Merry Mariyah,
Terimakasih untuk koreksi yang Anda berikan kepada kami bagi perbaikan pengeditan komentar di waktu ke depan. Kami sangat menghargai dan memperhatikannya.
Berkait dengan istilah “reward and punishment” yang Anda gunakan, istilah Indonesia apakah yang menurut Anda lebih tepat untuk terjemahannya? Apakah “penghargaan dan hukuman” tidak dapat mewakilinya? Apakah terjemahan tsb secara prinsipil mengubah makna argumentasi yang Anda sampaikan? Sejauh mana perubahannya?
Mohon klarifikasinya.
~
Yuli