Agama Islam mempunyai ajaran yang berbeda tentang pernikahan dari agama-agama lain. Pria Muslim diijinkan mempunyai maksimal empat orang isteri sekaligus (Qs 4:3). Muhammad, nabi umat Muslim, memiliki lebih dari sepuluh istri. Umat Muslim berkata, pernikahan tersebut mempunyai tujuan khusus. Diantaranya: Menolong para janda yang ditinggal mati oleh suami mereka akibat perang membela Islam. Menyatukan suku-suku yang berbeda. Memperkuat ikatan kekeluargaan di bawah ajaran Islam.
Sekilas motivasi ini terdengar mulia. Tetapi, apakah motivasi tersebut benar-benar murni demikian? Benarkah ajaran pernikahan tersebut adalah pernikahan teladan? Mari kita melihat bagaimana kisah pernikahan nabi Islam dengan Zainab dan Sauda berikut ini.
Muhammad Tidak Menyukai Sauda Karena Sudah Tua dan Tidak Menarik Lagi
Sauda bint Zamah adalah isteri kedua Muhammad setelah Khadijah. Dia sudah tua dan tidak menarik lagi. Ketika Sauda tahu bahwa Muhammad akan menceraikannya, ia memberikan “jatah” hari yang seharusnya digunakan bersama Muhammad kepada Aisha. “Diceritakan oleh Aisha bahwa Sauda bint Zam’ah menyerahkan jatah waktu miliknya kepada ‘Aisha, maka nabi memberikan Aisha waktu untuknya dan jatah milik Sauda”(Bukhari, Buku Nikah, Hadis No. 139).Muhammad menerima tawaran tersebut dan menghabiskan “jatah” Sauda bersama Aisha.
Muhammad Terpesona Dengan Kecantikan Zainab, Istri Dari Bekas Budaknya
Adalah Zaid, mantan budak Muhammad yang diangkat anak olehnya. Zaid mempunyai isteri bernama Zainab. Selain sebagai menantu, Zainab juga merupakan sepupu Muhammad. Suatu hari, Muhammad mendatangi rumah mereka untuk urusan bisnis. Zaid tidak ada di rumah. Zainab menemuinya untuk memberi salam. Saat itu, Zainab memakai pakaian yang menampakkan kecantikannya. Muhammad takjub dan berteriak, “Terpujilah Allah yang dapat mengubah hati seseorang!”
Zainab menceritakan hal ini kepada suaminya. Setelah menimbang-nimbang, Zaid memutuskan untuk menceraikan Zainab supaya Muhammad dapat menikahi menantunya itu. Qs 33:36 menyatakan, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. . . . ” Adakah pewahyuan ini dirancang untuk menyatakan persetujuan Allah terhadap pernikahan tersebut?
Benarkah Pernikahan Muhammad Seluruhnya Murni untuk Menolong?
Keinginan Muhammad untuk menikahi Zainab karena kecantikannya. Keinginan Muhammad untuk menceraikan Sauda karena sudah tua. Dari dua kisah pernikahan tersebut, patut untuk kita merenungkan. Benarkah pernikahan-pernikahan yang dilakukannya benar-benar murni untuk menolong, benarkah ini adalah pernikahan teladan? Atau, adakah motivasi lain dibalik itu? Seperti dorongan seksual dan bukan karena mengasihi mereka, misalnya?
Injil Mengajarkan Untuk Mengasihi Istri Seumur Hidup
Injil juga mengajarkan agar para suami mengasihi isterinya, seumur hidupnya, seperti mengasihi dirinya sendiri. Baik susah maupun senang. Baik ketika masih muda maupun tua. Karena demikianlah Kristus mengasihi umat-Nya dan mengorbankan diri-Nya. “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya … Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri” (Injil, Surat Efesus 5:25-28).
Isa Al-Masih rela mengorbankan diri-Nya untuk menebus jiwa seluruh umat manusia. Tujuan-Nya, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan. Karena hanya “di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa”(Injil, Surat Kolose 1:14). Isa adalah panutan bagi para suami teladan.
Ciri pernikahan teladan menurut Injil adalah suami yang tulus mengasihi isterinya, bahkan rela menyerahkan nyawanya bagi isterinya. Suami yang ideal tidak menikahi isterinya semata-mata karena cantik. Ia tidak menceraikannya karena tua dan kurang menarik.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana menurut Anda mengenai pernikahan Muhammad dengan Zainab?
- Bagaimana menurut Anda mengenai perlakukan Muhammad terhadap Sauda?
- Bagaimana menurut Anda mengenai pandangan Injil tentang pernikahan?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Benarkah Pernikahan Nabi Umat Muslim Adalah Pernikahan Teladan?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*****
Bagaimana menurut Anda mengenai pandangan Injil tentang pernikahan?
Membawa dan mengajak manusia untuk berzinah… karena tidak ada jalan lain tentang perceraian.
*****
Sdri. Kristin,
Terimakasih untuk jawaban Anda.
Jika dikisahkan bahwa Muhammad menikahi para janda untuk menyejahterakan mereka, apakah kesejahteraan batin Sauda dan Zainab seperti pada artikel diatas terpenuhi dengan pernikahan poligami?
Saudari, seberapa besar nilai sebuah kesetiaan bagi Anda? Bukankah perkawinan yang diinisiatifkan Allah bagi manusia mengandung janji kesetiaan, sebagaimana Allah setia kepada umat-Nya (Injil, Surat Efesus 5:25-28)? Simaklah Firman Tuhan berikut:
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Taurat, Kitab Kejadian 2:24)
Ketika dua telah menjadi satu, tidakkah masing-masing akan tersakiti bila pengkhianatan telah terselip di dalamnya?
~
Yuli
~
Staff Isa dan Islam:
Isa Al-Masih rela mengorbankan diri-Nya untuk menebus jiwa seluruh umat manusia. Tujuan-Nya, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan. Karena hanya “di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa”(Injil, Surat Kolose 1:14). Isa adalah panutan bagi para suami teladan.
Respons :Menggelikan, bagaimana Yesus bisa menjadi panutan bagi para suami, sementara Yesus sendiri tidak pernah menikah!
~
Sdr. Pengamat,
Terimakasih untuk argumentasi Anda.
Mari kita simak kelanjutan ayat Firman Tuhan sebagaimana tercantum dalam artikel:
“Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.” (Injil, Surat Efesus 5:28-30)
Sebagaimana Yesus sebagai kepala, dan umat/jemaat yang percaya kepada-Nya sebagai tubuh Yesus, maka Yesus yang telah menyelamatkan umat-Nya dari hukuman neraka juga mengasihi jemaatnya dengan penuh kesetiaan dan pemeliharaan selama perjuangan sisa hidup mereka di dunia ini. Nah, melalui teladan mulia dari Yesus sang Kepala Jemaat itulah, perkawinan antara suami dan istri seharusnya dilakukan. Suami sebagai kepala harus mengasihi dan memelihara istri sebagai anggota tubuhnya dengan penuh kesetiaan.
~
Yuli
~
Staff Isa dan Islam: Injil juga mengajarkan agar para suami mengasihi isterinya, seumur hidupnya, seperti mengasihi dirinya sendiri.
Respon :Ajaran anda ajaran Injil atau ajaran Yesus?
~
Sdr. Usil,
Terimakasih untuk pertanyaan Anda.
Injil adalah berita sukacita yang dibawa oleh Yesus bagi manusia. Dalam Injil berisi berita dari Allah bahwa telah tersedia jalan bagi pengampunan dosa dan keselamatan kekal melalui pengorbanan Yesus (Isa Al-Masih) di kayu salib. Hukuman salib dan kematian-Nya telah menjadi pengganti bagi kita yang seharusnya berada di bawah hukuman maut karena dosa.
Silahkan baca artikel berikut untuk penjelasan lebih lanjut: http://tinyurl.com/cklzmwt
~
Yuli
~
@ Pengamat:
Apakah untuk meneladani ibu Anda, Anda harus menjadi wanita (kalau anda Pria)?? Tujuan Yesus ke dunia bukan untuk menikah tapi untuk menyelamatkan saya, saudara, dan semua isi bumi ini. Tidak seperti Muhammad yang menyengsarakan wanita demi kepuasan nafsunya dengan membawa-bawa nama Allah.
~
Sdri. Nova,
Terimakasih untuk jawaban dan argumentasi Anda terhadap pernyataan Sdr. Pengamat.
Kiranya melalui apa yang Anda tuliskan, kita semua dapat belajar untuk semakin jeli dalam menelaah/menilai segala sesuatu, manakah kehendak Allah yang mulia, dan manakah pula nafsu kedagingan manusia yang berkedok ajaran Allah.
“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (Injil, Surat 1 Tesalonika 5:21)
~
Yuli
~
Dari semula pernikahan Zainab dan Zaid tidak harmonis dikarenakan sikap Zainab yang kurang menghargai Zaid yang bekas budak dan miskin. Sedang Zainab adalah wanita bangsawan. Bahkan tadinya Zainab dan keluarganya menolak ketika Rasul melamar Zainab untuk Zaid. Zaid sudah sering mengadu kepada nabi tapi nabi menyuruhnya bertahan. Nabi bukan tidak tahu Zainab cantik, tapi mengapa nabi tidak dari semula melamar Zainab untuk dirinya sendiri? Kenapa menunggu janda?Segala perbuatan nabi telah diatur untuk tujuan tertentu. Orang seringkali memutar balikan fakta untuk memojokan Islam.
~
Sdri. Rahayu,
Terimakasih untuk penjelasan Anda mengenai kisah Zainab.
Jika sejak semula Muhammad telah mengetahui bahwa Zainab memiliki sikap yang tidak baik terhadap suaminya, mengapa Muhammad justru menikahinya? Bukankah Al-Quran justru menganjurkan
Jika Muhammad adalah orang tua yang bijak bagi Zaid dan menantunya, bukankah seharusnya sebagai nabi yang memiliki otoritas, ia berhak untuk menegur atau memediasi keduanya agar keharmonisan keluarga Zaid dan Zainab terbangun kembali? Sebaliknya, mengapa justru menghendaki perceraian dan bahkan celakanya malah menikahi mantan menantunya sendiri?
~
Yuli
~
Dengan menikahi Saudah, Nabi mengambil tanggung jawab menafkahi Saudah yang sudah tua dan anak -anaknya. Ketika itu tidak ada dari sahabat yg mau menikahi Saudah sepeninggal suaminya. Tidak ada data akurat tentang usia Sauda ketika menikah dengan Nabi. Tapi yang pasti hampir usia senja. Untuk wanita setua Saudah, wajar jika tidak lagi bisa melayani kebutuhan suami. Saudah memberikan jatahnya untuk menyenangkan hati Nabi seperti kebanyakan wanita yang ingin menyenangkan suaminya. Jadi tidak ada yang salah karena mereka ridha satu sama lain. Untuk hak Saudah yang lain tetap diterimanya termasuk mendampingi Nabi jika bepergian. Para istri Nabi juga tercukupi kebutuhan hidupnya walaupun Nabi telah lebih dulu wafat. Mereka mendapat tempat terhormat dimasyarakat karena mereka disebut “ibunya orang Muslim”.
~
Sdri. Rahayu,
Apakah menikah hanya satu-satunya solusi untuk menolong seorang janda?
Mari perhatikan ayat Firman Tuhan berikut:
“Apabila engkau mengumpulkan hasil kebun anggurmu, janganlah engkau mengadakan pemetikan sekali lagi; itulah bagian orang asing, anak yatim dan janda” (Taurat, Kitab Ulangan 24:21)
Inti ayat di atas adalah bahwa Allah menghendaki kita bermurah hati seperti diri-Nya, yakni dengan cara menyisihkan sebagian penghasilan kita bagi orang lain yang membutuhkan, termasuk janda-janda miskin. Allah sama sekali tidak memerintahkan kita (apalagi yang telah beristri) untuk menikahi mereka. Ketetapan Allah sejak semula adalah mulia, bahwa pernikahan dilakukan oleh 1 orang suami dan 1 orang istri (lihat Taurat, Kitab Kejadian 2:24).
~
Yuli
*****
– Menurut saya pernikahan Muhammad dilakukan hanya karena keindahan Zainab
– Perlakuan Muhammad terhadap Sauda adalah semata-mata karena sudah bosan
– Karna pernikahan itu berarti menggabungkan 2 orang dalam rumah tangga, oleh sebab itulah seorang suami harus bisa mengasihi istrinya seperti dia mengasihi dirinya sendiri.
Trimakasih.
*****
Sdr. Karlos,
Terimakasih atas partisipasi Anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai artikel di atas.
Apa yang Anda sampaikan benar, bahwa perkawinan antara suami dan istri harus dilandasi oleh kasih Isa Al-Masih. Isa Al-Masih telah secara nyata meneladankan kasih kepada jemaat yang ditebus dan diselamatkan-Nya melalui kematian-Nya di kayu salib. Ini adalah cermin kesetiaan dan pengorbanan Allah bagi manusia demi kesejahteraan. Setiap orang yang benar-benar menerima dan mengalami anugerah Isa Al-Masih ini dengan lebih mudah dapat menerapkan kasih dalam bentuk kesetiaan dan pengorbanan di dalam kehidupan perkawinannya.
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Injil, Surat Efesus 5:25)
~
Yuli
~
Blog ini berwajah Islam tapi berhati Kristen.
Sayangnya, setiap user yang membalikkan fakta kitab Injil dari Perjanjian Lama, Admin tidak bisa menjawab.
Catatan dari Admin: Maaf, komentar Anda kami edit karena bahasa Indonesia yang Anda gunakan tidak memenuhi kaidah dan pedoman pemberian komentar seperti yang telah kami tuliskan di atas.
~
Sdr. Aban,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Dapatkah Anda tunjukkan, pertanyaan manakah yang tidak dapat kami tanggapi? Kiranya Anda dapat menuliskannya kembali.
~
Yuli
~
Bagaiamana Yesus Kristus memerintahkan agar mengasihi istri?? Sedangkan Dia tidak beristri. Bagaimana Paus Uskup, dan Pastor memerintahkan mengasihi istri, tapi lebih menyukai perzinahan dari pada pernikahan? Pernyataan kalian mengenai Nabi Besar Muhammad SAW adalah bohong dan fitnah yang nyata.
~
Sdr. Nofpili,
Masih ingat ayat Al-Quran dari surah Ar Ruum ayat 21? Ayat ini biasanya dituliskan pada undangan pernikahan umat Muslim. Demikian bunyinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Qs 30:21)
Nah pertanyaannya, apakah Allah yang menciptakan lembaga perkawinan harusnya menikah dahulu supaya dapat berfirman seperti di atas? Tentu saja tidak, bukan?
Demikian pula Yesus. Ia adalah Allah, sebagaimana umat Muslim pun mengamini bahwa Allah tidak beranak dan diperanakkan (Qs 112:3). Karena Yesus adalah Allah, Ia tidak perlu menikah dan berketurunan agar dapat memberikan nasihat perkawinan.
Mengenai tokoh agama seperti Anda maksudkan, apakah mereka hidup seperti ajaran Isa Al-Masih?
Jika artikel mengenai perkawinan Muhammad di atas adalah fitnah dan bohong, dapatkah Anda membuktikan kebohongannya melalui dalil-dalil dalam kitab Anda?
~
Yuli
~
Bagaimana seorang Yesus Kristus bisa menjadi Tuhan sementara untuk menyelamatkan diri-Nya saja dari salib tidak bisa? Kalau alasannya adalah mengorbankan diri, memangnya tidak ada jalan lain selain harus mati disalib? Kalau Dia Tuhan, kan dia bisa memilih mati secara terhormat daripada disalib?
Catatan dari Admin: Maaf, tulisan Anda kami edit demi etika kesopanan. Kiranya kita semua dapat menghargai diri sendiri melalui tulisan yang lebih etis.
~
Sdr. Nofpili,
Terimakasih untuk pertanyaan yang Anda ajukan. Namum karena topik yang Anda angkat berbeda dengan topik bahasan pada artikel di atas, dengan senang hati kami bersedia menanggapinya bila Anda menuliskan komentar tersebut pada artikel yang sesuai melalui link berikut: http://tinyurl.com/8xz6g59
~
Yuli
~
@Nofpili: Sebenarnya kalau Anda jeli, pertanyaan Anda sama dengan pertanyaan saudara Pengamat dan sudah dijawab oleh staf admin.
Menurut saya, Anda sudah menunjukkan kepada kami disini mengapa admin menghapus pertanyaan Anda karena keluar dari topik pembahasan, seperti pertanyaan terakhir Anda. Ada baiknya Anda betul-betul fokus pada topik bahasan.
~
Sdr. Maruli,
Terimakasih untuk bantuan Anda.
Kiranya rekan-rekan yang lainpun dapat memperhatikan dan mematuhi pedoman penulisan komentar seperti yang telah kami berikan di bagian bawah artikel.
~
Yuli
~
Bacalah kitab Al-Quran dan artinya dengan jelas. Nabi Muhammad tidak pernah meninggalkan Saudah, bahkan Nabi sangat menyayanginya karena ia juga orang yang rajin bersedekah. Aisyah sendiri selalu memuji Saudah.
Nabi menikahi banyak istri bukan untuk menuruti hawa nafsu. Janda-janda tua juga ada, tapi untuk menjaga fitnah wanita tersebut dari hal-hal yang tidak baik.
Islam membolehkan perceraian tetapi sangat membenci perceraian. Maka disebut dalam Al-Quran, silahkan nikahi 2, 3, atau 4 istri. Tapi jika itu tidak bisa berlaku adil maka nikahilah satu saja. dan boleh hanya 4 istri (bukan termasuk yang meninggal).
~
Sdr. Muslim,
Kami sangat menghargai bila Anda dapat menunjukkan alamat surah dalam Al-Quran yang Anda maksudkan mengenai sikap Muhammad dan Aisyah terhadap Saudah ini. Berkait dengan hal tersebut, manakah yang lebih Anda percayai, perkataan seseorang, atau perbuatan yang ditunjukkannya? Jika kekasih Anda berkata, “Aku mencintaimu”, tapi ia juga mencintai orang lain, tidakkah Anda sakit hati? Bukankah jika seseorang mencintai kita, tidakkah ia peduli dengan perasaan kita, apa yang menyenangkan atau mengecewakan kita?
Kembali kepada ketetapan Allah seperti kami bahas sebelumnya, Allah menghendaki perkawinan satu orang pria (suami) dan satu orang wanita (istri) saja (Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Nah, apakah menikahi banyak janda dapat digunakan sebagai dalil pembenaran? Tentu Anda pun dapat berlogika. Jika bukan karena nafsu birahi, tentu ada nafsu lain ketika menikahi janda tua namun kaya, bukan?
Mengutip tulisan Anda: “…dan boleh hanya 4 istri (bukan termasuk yang meninggal)…”. Nah, dari literatur-literatur Islam yang sahih, sudahkah Anda hitung berapa jumlah istri nabi Anda?
~
Yuli
~
Makin lama Admin dengan pengikut-pengikut bodohnya makin nyata bodohnya. Berlagak paham Al-Quran tapi mengamalkan ajaran Injil yang palsu.
Injil yang palsu mengatakan sangat menghargai perkawinan. Ingat, bukan pernikahan sehingga pastor-pastor, pendeta-pendeta, dan paus-paus termasuk Yesus tidak menikah. Tapi, siapa yang menjamin mereka tidak kawin? Karena bersetubuh di kalangan agama kalian hal itu sangat lumrah.
~
Sdr. Nofpili,
Kami para Admin tidak pernah memiliki pengikut. Mereka yang mata hatinya telah diterangi Allah adalah para pengikut Isa Al-Masih, sama seperti kami.
Karena Anda lebih pandai dan memahami Al-Quran, mohon kiranya Anda sanggah kebodohan kami dengan argumentasi berdasarkan ayat-ayat Kitab Suci Anda mengenai topik artikel di atas. Pada komentar sebelumnya kami telah memintanya namun Anda belum memberikan jawaban.
Mengenai Injil palsu, dapatkah Anda tunjukkan kepada kami Injil yang asli? Saran kami, agar tidak kebingungan mencari jawaban, silahkan baca artikel berikut: http://tinyurl.com/lbr3qew
Sudahkah Anda membaca isi Injil? Jika belum, sangat tidak bijak bila menyimpulkan perzinahan diajarkan oleh agama yang bersumber pada Injil hanya dengan melihat segelintir orang yang berlaku menyimpang dari kebenaran.
“baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” (Kitab Amsal Sulaiman 1:5)
~
Yuli
~
Pandangan Alkitab Injil tentang pernikahan? Ini merupakan pertanyaan yang sulit untuk dijawab karena Alkitab tidak secara jelas menyatakan kapan Allah menganggap pasangan itu sebagai sudah menikah.
Ada tiga pandangan yang umum:
1) Allah memandang pasangan menikah hanya kalau mereka menikah secara resmi.
2) Pasangan menikah di mata Allah pada waktu mereka telah menyelesaikan semacam upacara pernikahan secara resmi.
3) Allah memandang pasangan sebagai menikah pada saat pernikahan dinyatakan dengan hubungan seks.
~
Sdr. NW,
Mari simak ayat Alkitab berikut:
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Taurat, Kitab Kejadian 1:27-28)
Pernikahan terjadi manakala seorang pria dan seorang wanita datang kepada Allah, dan Allah memberkati penyatuan keduanya dalam ikatan yang kudus untuk menjalankan amanat Allah dalam mengelola kehidupan.
Nah, bagaimana pernikahan dalam agama Anda? Bukankah yang saling berikrar hanyalah mempelai pria dan ayah/wali dari mempelai wanita? Lalu, di manakah peran mempelai wanita pada saat itu? Apakah cukup diwakilkan kepada ayah/wali? Jika demikian, kepada siapakah berkat Allah atas pernikahan diberikan?
~
Yuli
~
Tapi Anda sudah melanggar SARA
~
Sdr. Kumahadia,
Mohon maaf, kalimat yang Anda gunakan sudah kami edit karena tidak memenuhi kriteria kesantunan dalam berpendapat.
Saudara, manakah yang terpenting dalam hidup Anda? Sekedar menjalankan ritual dan aturan agama, ataukah mencari kebenaran yang berkenan kepada Allah?
Jika ritual agama tidak berkorelasi dengan kebenaran yang datang dari Allah sendiri, hendak dibawa ke mana hidup kita kelak di akhirat? Bukankah setiap manusia mencari ridho Allah?
Jadi, benarkah perkawinan nabi Anda dengan Zainab yang adalah mantan menantunya (diceraikan Zaid, anak angkat Muhammad) benar-benar ridho Allah? Sedangkan Allah sendiri berfirman:
“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6)
~
Yuli
~
Saya ingin para Muslimah merespon dengan jujur, apakah Saudari mau dan rela suami Anda menduakan Anda? Apakah Saudari tidak akan merasa malu jika suami Anda dikatakan memiliki istri muda, atau Saudari sendiri menjadi istri kedua?
Untuk kaum Muslim, apa tujuan Anda menikah lagi jika bukan karena nafsu birahi?
~
Kiranya pertanyaan Sdr. Mimie dapat menjadi bahan perenungan bagi kita semua, bukan hanya bagi kaum Muslim dan Muslimah, melainkan bagi setiap kita yang mengaku sebagai umat yang beriman kepada Allah.
Kami himbau agar setiap pendapat atau argumentasi yang disampaikan nantinya tetap memperhatikan pedoman penulisan komentar seperti tertera pada bagian bawah artikel.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Saya setuju dengan Saudara Mimie. Siapapun wanita di dunia ini tidak akan terima jika diduakan. Sesungguhnya poligami itu adalah perzinahan.
~
Sdr. Pandi,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Apa yang Anda sampaikan benar. Semoga hal ini juga diinsyafi oleh setiap orang yang mengaku sebagai orang yang bertakwa kepada Allah.
~
Yuli
~
Memang sulit berbicara dengan orang Islam. Hatinya sudah diselimuti / tertutup oleh kabut hitam.
~
Sdr. GT.M,
Terimakasih telah berpartisipasi dengan menyampaikan komentar Anda.
Ya, Anda benar. Setidaknya melalui fakta kebenaran dari isi artikel di atas, didukung oleh argumentasi yang tepat serta hal terpenting adalah dukungan doa dari kita semua yang lebih dahulu telah mengalami kebenaran Allah, rekan-rekan lain yang masih hidup dalam kegelapan dapat tercerahkan oleh kebenaran Firman Allah yang mendatangkan keselamatan & pembebasan atas kuasa dosa.
“dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:32).
~
Yuli
~
Untuk umat Nasrani,
Perkawinan (termasuk poligami) adalah ibadah dan itu dikodratkan Tuhan agar manusia mencapai kesempurnaan hidup. Oleh sebab itulah Tuhan menciptakan makhluknya hidup berpasang pasangan (hakikat diciptakannya Adam dan Hawa).
~
Sdr. Netral,
Mari kita gunakan akal sehat kita. Bukankah tindakan ibadah adalah tindakan yang memuliakan Allah dan menyejahterakan sesama?
Poligami jelas melanggar hukum Allah yang menghendaki kesetiaan perkawinan monogami Taurat, Kitab Kejadian 2:24). Para istri korban poligami pun bukan makin sejahtera, sebaliknya makin menderita oleh ketidaksetiaan suami.
Silakan pertimbangkan ulang pernyataan Anda.
~
Yuli
~
Kaum Nasrani tidak akan bisa menjawab pertanyaan sdr. Netral karena “ilusi” bahwa Yesus itu Tuhan.
~
Sdr. Usil,
Pertanyaan Sdr. Netral sudah kami jawab, silakan Anda simak komentar di atas.
Ohya, ada baiknya Anda mulai belajar membaca dan mempelajari Alkitab agar tidak hidup dalam ilusi pengajaran sesat dari tokoh yang mengatasnamakan utusan Tuhan namun ajarannya selalu melanggar perintah Tuhan. Contoh konkrit: poligami sebagaimana dibahas dalam artikel di atas.
~
Yuli