Secara singkat, perkawinan merupakan ikatan perjanjian hukum antara dua pribadi, pria dan wanita. Menyatunya dua orang yang mempunyai sifat berbeda, jelas tidak mudah. Sehingga biasanya dalam pernikahan timbul percekcokan. Sayangnya, tidak jarang percekcokan ini berakhir dengan kekerasan, yang mana Allah sangat membencinya. Kejadian ini merupakan faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, kasus KDRT di Indonesia terus mengalami peningkatan. Tahun 2012, terdapat 8,315 kasus. Tahun 2013, meningkat menjadi 11.719 kasus. Dan tahun 2014, Komnas Perempuan mencatat terdapat sebanyak 293,220 kasus kekerasaan terhadap perempuan. Dengan angka tersebut, maka rumah tangga menjadi ranah terbesar penyumbang munculnya kekerasaan terhadap wanita.
Sebuah media online “The Australian” menuliskan, di Iran seorang wanita akan dirajam karena berzinah. Di Arab Saudi, seorang presenter televisi dipukul sampai pingsan oleh suaminya karena percekcokan. Di Pakistan, 80% dari perempuan adalah korban KDRT, dan 40% di Turki.
Faktor Sosial Penunjang Terjadinya KDRT
Terdapat berbagai faktor menunjang terjadinya KDRT. Diantaranya, adanya rasa memiliki sepenuhnya yang ternama di jiwa kaum pria. Rasa memiliki sepenuhnya ini cenderung memicu pria lebih egois. Sehingga, ketika isteri tidak melakukan permintaannya, suami tidak segan-segan melakukan KDRT.
Menurut Komnas Perempuan, penyebab kekerasan dalam rumah tangga bukan saja kekerasan fisik. Tetapi juga kekerasan psikologis, kekerasan seksual, hingga penelantaran dalam rumah tangga.
Faktor Agama Penunjang Terjadinya KDRT
Selain faktor sosial, ternyata secara tidak langsung, ajaran agama pun dapat memicu terjadinya KDRT. Seperti, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita . . . . pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka . . . ” (Qs 4:34).
Memang mendidik isteri adalah kewajiban suami. Apakah tidak ada cara mendidik yang lebih kasih selain dengan cara memukul? Mungkin saja suami tidak memukul dengan keras, dan tidak menimbulkan luka. Tapi efek dari pemukulan tersebut, dapat melukai psikologis si isteri, bukan?
Isa Al-Masih Menentang Sikap Kasar Suami Terhadap Isteri
Sebagai umat beragama, selayaknya dapat mengasihi isterinya sebagai anugerah dari Allah. “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19). Suami beragama seharusnya bersikap baik serta lembah lembut kepada isterinya. Tidak panas hati, geram, kasar, atau bertindak menyakiti hati isteri.
Injil Allah menjelaskan, pengikut-Nya harus menghilangkan, “. . . segala perasaan sakit hati, dendam dan marah. Jangan lagi berteriak-teriak dan memaki-maki. Jangan lagi ada perasaan benci atau perasaan lain semacam itu” (Injil, Surat Efesus 4:31). Rumah tangga bukan tempat untuk melakukan kekerasan fisikal ataupun psikologis! Faktor-faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga sudah diketahui, sudah seharusnya KDRT dapat diminimalisir.
Isa Al-Masih Menginginkan Rasa Aman dan Kasih di Rumah Tangga
Rumah tangga (perkawinan) merupakan lembaga yang didirikan Allah. Maka selayaknya semua anggota keluarga harus merasa aman, dan terlindungi dari kekerasaan. Baik dari luar maupun dari dalam. Suami bertanggung-jawab menjamin rasa aman dalam rumah tangganya.
Bila Anda pernah melakukan KDRT, datanglah kepada Isa Al-Masih. Dia dapat memberi pengampunan dan hati baru bagi Anda. “Barangsiapa ada di dalam Al Masih, ia adalah ciptaan baru. Perkara-perkara yang lama sudah berlalu, dan semuanya telah menjadi baru” (Injil, Surat 2 Korintus 5:17, KSI).
Seseorang yang telah menerima terang kasih Allah dalam Isa Al-Masih, akan mempunyai kasih dalam dirinya. Dan dengan kasih tersebut, dia akan dapat memperlakukan pasangannya dengan penuh kasih.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, mengapa dalam Islam memukul isteri diperbolehkan?
- Dalam pernikahan jelas percekcokan tidak dapat dihindari. Cekcok kecil maupun besar. Menurut saudara, apakah jalan keluar yang harus diambil untuk mengatasi percekcokan tersebut?
- Menurut saudara, pernikahan harmonis itu pernikahan yang bagaimana? Jelaslah!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda*****pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Faktor Sosial dan Agama Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
“… Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Qs 4:34).
Nusyuz adalah tindakan istri yang tidak lagi menghormati, mencintai, menjaga dan memuliakan suaminya (tidak berkomitmen pada ikatan suci pernikahan). Misalnya, istri selingkuh dengan pria lain.
Al-Quran memberikan tuntunan lewat tiga langkah:
1) Menasihati istri dengan sebaik-baiknya.
2) Pisah ranjang. Pada tahap ini, yang tidak boleh dilakukan suami pada istrinya adalah mengusirnya keluar rumah. Langkah ini berakhir saat istri sudah tobat dari nusyuz-nya dan minta maaf kepada suami. “Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Tidak halal bagi seorang muslim melakukan hajr (boikot dengan tidak mengajak bicara) lebih dari tiga hari” (HR. Bukhari no. 6076 dan Muslim no. 2558).
3) Memukul istri dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak menimbulkan bekas di anggota tubuh. Walaupun begitu, menahan diri untuk tidak memukul juga merupakan sunnah nabi karena Rasulullah tidak pernah memukul istri atau pembantu beliau.
Solusi yang ditawarkan oleh Islam untuk mendidik wanita yang durhaka kepada suami maupun kepada Allah adalah menjadkani wanita yang baik. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;” (Qs 66:6).
~
Sdr. Aldino,
Terimakasih untuk tanggapan Anda atas isi artikel di atas.
Untuk membahas KDRT, inti terpenting sudah dibahas pada artikel, namun Anda lewatkan. Tentu Anda setuju bahwa [u]”mencegah lebih baik daripada mengobati”[/u], bukan? Nah, mari kaji ulang kutipan artikel: “… faktor menunjang terjadinya KDRT … rasa memiliki sepenuhnya yang ternama di jiwa kaum pria. Rasa memiliki sepenuhnya ini cenderung memicu pria lebih egois. Sehingga, ketika isteri tidak melakukan permintaannya, suami tidak segan-segan melakukan KDRT…“. Jika faktor ini disadari dan dicegah, maka kasus KDRT dapat diminimalisir.
Tentang penjelasan Anda atas Qs 4:34, ada dua hal penting yang perlu direnungkan ulang:
1. ayat ini tidak melihat akar masalah. Mengapa istri berbuat nusyuz? Apa/siapa penyebabnya? Tentu tak ada suami/istri yang steril dari kesalahan, bukan? Sebelum suami menasihati, adakah introspeksi diri dari masing-masing pihak? Tidak adakah diskusi dari hati ke hati? Apakah nusyuz telah terbukti atau hanya persangkaan belaka? Tanpa mencabut akar masalah, langkah apapun tidak memberikan solusi yang tepat.
2. Dengan membandingkan antara Qs 4:34 dan riwayat nabi Anda yang tidak pernah memukul istri, seakan mengesankan sunnah nabi Anda lebih bijak daripada perintah Allah SWT, bukan? Bukankah tanpa memukul pun, Anda yakin bila nabi Anda berhasil mendidik para istrinya? Perlu pula diingat, dari hasil survai dan penelitian ilmiah, Komnas Perempuan juga menyatakan “…KDRT bukan saja kekerasan fisik. Tetapi juga kekerasan psikologis…”. Artinya, pukulan teringan yang tak membekaskan luka fisik pun tetap membekaskan luka psikis.
~
Yuli
~
“Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19).
Ayat ini tidak berhubungan dengan artikel KDRT dan sebab akibatnya. Sebaliknya, Al-Quran dengan benar menjelaskan tata cara hubungan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah, ataupun solusi bagi masalah rumah tangga.
Kasus seperti istri selingkuh, menjadi pelacur, tidak taat suami, apakah harus tetap menggunakan Injil, Surat Kolose 3:19 tanpa ada ajaran yang mendidik terhadap istri dan menyelamatkannya dari adzab Allah?
~
Sdr. Aldino,
Justru ayat dalam Injil, Surat Kolose 3:19 menjawab akar permasalahan sekaligus solusi dalam berumah tangga (pencegah segaligus obat mujarab).
Mari perhatikan ulang bunyinya: “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19).
Jika sejak awal suami-istri hidup dalam kasih, maka kasus-kasus yang Anda kemukakan tidak akan terjadi. Dari hasil survai, pikirkan ulang mengapa istri berselingkuh, melacurkan diri, atau tidak taat pada suami? Apakah suami tidak punya peran negatif di sana?
Nah, saat hal itu terjadi, tentu akarnya tidak ada kasih dalam rumah tangga, bukan? Maka suami-istri perlu sama-sama bertobat di hadapan Allah, memohon ampun kepada-Nya, saling meminta dan memberi maaf pada pasangan, dan menerapkan hubungan kasih antar suami-istri, bukannya saling menghukum. Ini pertobatan yang sejati. Bukankah mereka berdua sama-sama bersalah? Jika menghukum dengan dalil mendidik, maka mereka harus saling menghukum, bukan? Lalu, sampai kapankah selesai?
Mencabut akar masalah adalah solusi yang paling tepat. Ini dibuktikan oleh ayat Injil, Surat Kolose 3:19.
~
Yuli
~
Sdr Yuli,
Bagaimana jika saya memakai ayat ini, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (Qs 66:6). Ruang lingkup mana yang lebih besar maknanya demi menjaga rumah tangga yang bahagia dunia dan akhirat dengan ayat yang ibu pakai, “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19)?
Jika berakal sehat, Anda paham dan menggunakan dasar ayat Al-Quran tsb sebagai pedoman. Tidak hanya menjaga di dunia, tapi menjaga dan melindungi dari adzab api neraka. Apakah hanya istri? Tidak, melainkan keluarga yaitu anak dan istri serta sanak famili yang lain. Paham?
~
Sdr. Aldino,
Menanggapi pertanyaan Anda, mari simak analogi sederhana ini:
[u]Perintah #1:[/u] “Sejahterakanlah rumahtanggamu!”
Perintah #2: “Bekerjalah dengan halal untuk menyejahterakan rumahtanggamu!”
Kasus: Perekonomian keluarga Panji kurang baik karena Panji seorang pengangguran yang pemalas. Maka saat istrinya merengek minta uang belanj, tanpa pikir panjang Panji mencuri uang tetangga kampung sebelah. Ia berpikir tindakannya memenuhi [u]Perintah #1[/u]. Bukankah mencukupi kebutuhan keluarga termasuk menyejahterakan rumahtangga? Sayangnya, Panji lupa bahwa ia melanggar [u]Perintah #2[/u].
Menurut Anda, dari analogi dua perintah di atas, perintah manakah yang lebih jelas dan tepat sasaran?
[u]Perintah #2[/u] menganalogikan Injil, Surat Kolose 3:19. Surat Injil ini tepat sasaran, pencegah, sekaligus obat mujarab bagi kesejahteraan rumahtangga. Kasih sejati menjadi kunci keberhasilannya.
~
Yuli
~
Saudara Aldino,
Dengan memakai surat Qs 66:6 pun tetap tidak menyelesaikan masalah karena jika Saudara mengamalkan surat Qs 4:34, maka seorang Muslim yang suka menggunakan kekerasan pun akan dikatakan beriman dan memelihara diri.
~
Anda benar, Saudara Boas. Analogi yang kami gunakan untuk mejelaskan kepada Sdr. Aldino di atas merincikan apa yang Anda maksud.
Dengan bersembunyi dalam naungan perintah Qs 66:6, seseorang dapat membenarkan tindak kekerasannya kepada istri sesuai dengan perintah Qs 4:34 dengan dalil mendidik istri. Padahal, ayat ini bertentangan dengan “Hukum Kasih Isa Al-Masih”.
Sebaliknyam kunci sebenarnya dari kesejahteraan rumahtangga bukanlah memukul dan memisahkan istri (Qs 4:34), melainkan penerapan kasih sejati sejak dini yang penuh kasih sayang, kelembutan, dan penghormatan pada setiap anggota keluarga. Dengan nyata hal ini justru tertulis dalam Injil, Surat Kolose 3:19.
~
Yuli
~
Bung Boas yang dibayar oleh situs ini,
Simaklah ulang Qs 66:6. Tolong dipahami bahwa orang-orang beriman disuruh memelihara diri dan keluarganya. Memelihara adalah salah satu sifat kasih sayang yang lebih merujuk kepada kata melindungi, menjaga, mendidik, menghormati.
Ayat tersebut memerintahkan melindungi dari api neraka. Sampai seperti itulah Al-Quran mengajarkan kita, indah sekali. Bukan hanya penderitaan di dunia, Islam juga mengajarkan penderitaan yang lebih pedih di neraka.
~
Sdr. Aldino,
Mari berucap dengan bijak. Sama seperti Anda, Sdr. Boas rindu berpartisipasi dalam dialog yang bertujuan bagi penyampaian kebenaran. Bukankah Anda pun juga tidak mendapatkan keuntungan material (uang) di sini? Maka, sebagai sesama partisipan, marilah saling menghormati.
Jika “memelihara diri dan keluarga” merujuk pada sifat kasih sayang yang berwujud melindungi, menjaga, mendidik, dan menghormati, bagaimana Qs 4:34 yang tersurat memerintahkan “memukul dan memisahkan istri” dianggap tindakan kasih sayang? Bukankah tindak kekerasan fisik dan psikis yang dialami istri justru tidak memberikan rasa aman dan penghormatan atas dirinya? Bagaimana tanggapan Anda?
~
Yuli
~
Saudara Aldino,
Apakah Anda tidak setuju bahwa dengan mematuhi Qs 4:34, berarti seorang Muslim telah melakukan salah satu kriteria tuntutan Qs 66:6?
~
Sdr. Boas,
Pertanyaan yang Anda lemparkan cukup baik untuk memberikan umpan balik lebih lanjut kepada kita semua.
Jika rekan Muslim setuju bahwa perintah memukul dan memisahan istri untuk dalil mendidik (Qs 4:34) termasuk memenuhi perintah untuk “memelihara” diri dan keluarga dari api neraka (Qs 66:6), tidakkah hal ini janggal ketika “memelihara” diartikan sebagai melindungi, menjaga, mendidik, menghormati? Bukankah memukul dan memisahkan istri identik dengan kekerasan fisik dan psikis yang berlawanan dengan kasih sayang, perlindungan, pendidikan, dan penghormatan terhadap masing-masing anggota keluarga?
~
Yuli
~
Saya mohon kepada pengelola website ini supaya tidak membandingkan Al-Quran dan Injil. Semoga Tuhan membukakan pintu hidayah kepada kita semua.
~
Sdr. Jo,
Terimakasih untuk himbauan Anda.
Saudaraku, jika kebenaran dari Allah adalah hal terpenting dalam hidup kita, maka kita perlu lebih kritis menelaah segala sesuatu. Ketika kita menonaktifkan daya telaah kita, maka kita menjadikan diri sebagai robot yang sekedar menjalankan perintah tanpa tahu makna dan tujuannya. Padahal, tidak semua perintah berasal dari Allah, bukan? Hanya kebenaran sejati dari Allah-lah yang membawa kesejahteraan dunia akhirat. Jadi, mari bersungguh-sungguh belajar dari kitab suci, sudahkah kita berada di jalan Allah?
“dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:32).
~
Yuli
~
Bung Boas,
Tolong dijelaskan ulang petanyaan Anda:
“Apakah Anda tidak setuju bahwa dengan mematuhi Qs 4:34, berarti seorang Muslim telah melakukan salah satu kriteria tuntutan Qs 66:6?”
Saya tidak paham maksud dari pertanyaan anda.
~
Sdr. Aldino,
Untuk membantu Anda memahami maksud pertanyaan Sdr. Boas, silakan baca penjelasan kami di atas (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-07-27 11:46).
~
Yuli
~
Saudara Aldino,
Begitu gampangnya memahami kedua surat itu tanpa perlu ditafsirkan lagi, tetapi saudara tidak mengerti.
Atau barangkali menurut Saudara, Qs 4:34 diturunkan dalam situasi seperti sepasang pemuda yang sedang kasmaran, lalu melakukan “pukul-pukul sayang” kepada pacarnya? Kalau situasinya seperti itu, tidak perlu Allah mewahyukannya.
Tetapi hal itu dianjurkan untuk maksud membuat jera atau tahu-rasa. Anehnya, mengapa yang punya wahyu tidak memikirkan efek yang lain? Karena disangkanya, jika fisiknya dihajar, maka permasalahan selesai. Saya rasa tidak perlu terlalu rumit menjelaskannya karena Anda bukan anak kecil lagi.
~
Sdr. Boas,
Semoga dengan penjelasan tambahan Anda, dilengkapi dengan penjelasan kami (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-07-27 11:46) mempermudah pemahaman Sdr. Aldino untuk menangkap maksud pertanyaan Anda. Dan kiranya hal iini dapat segera Sdr. Aldino tanggapi.
~
Yuli
~
Kalau Anda belum mengerti ajaran Islam, jangan asal bicara saja.
Tentang Al Qur’an surat An-Nisâ’ ayat 34 (anda tulis Qs 4:34), maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya, haruslah mula-mula diberi nasihat. Bila nasihat tidak bermanfaat, barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka. Bila tidak bermanfaat juga, barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya, janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Demikian sekali lagi jangan asal bicara kalau tidak mengerti.
Menurut Islam, pernikahan harmonis yaitu pernikahan yang memahami makna dan tujuan dari pernikahan. Adalah penting untuk menanamkan niatan yang benar bahwa pembentukan keluarga dalam bentuk pernikahan yang syah dan benar baik dalam agama maupun aturan negara ialah rumah tangga yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah, bukan semata-mata atas dasar cinta.
~
Sdr. Mochammad Solichin,
Penjelasan Anda senada dengan Sdr. Aldino di bagian atas (# aldino 2015-07-15 19:20). Sayangnya, tiga langkah tsb tidak menyentuh akar masalah sehingga tidak memberikan solusi bagi kesejahteraan rumahtangga.
Seperti yang ditanyakan Sdr. Boas, apakah dengan tindakan akhir memukul istri, masalah menjadi selesai? Sebaliknya, yang ada hanyalah saling menyakiti yang tak berkesudahan, sedangkan masalah utama tidak diketahui.
Injil, Surat Kolose 3:19 justru memberikan solusi yang tepat. Kunci kesejahteraan rumahtangga adalah “kasih” antar pasangan. Tanpa kasih, sampai kapanpun, tindakan pembangkangan dalam berbagai bentuk yang didasari sakit hati tidak akan pernah sembuh.
Jika Anda mengartikan “cinta” sebagai nafsu jasmaniah, ia bukanlah “kasih” karena firman Allah mendefinisikan kasih sbb: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cembur … tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran … sabar menanggung segala sesuatu” (Injil, Surat Korintus 13:4-7). Maka kasih harus menjadi landasan awal dalam berumah tangga.
~
Yuli
~
Saudara Mochammad,
Nabi Anda juga pernah memukul dada Aisyah sehingga kesakitan. Abu Bakar pun pernah memukul dada Aisyah gara-gara Aisyah dirasa cengeng kehilangan kalung. Abu Bakar memukul Aisyah di leher, langsung disaksikan Muhammad. Umar juga memukul Hafsah di leher, langsung disaksikan Muhammad.
Tentu anda bisa merasakan apa yang dirasakan oleh kaum hawa karena diskriminasi yang dilakukan di atas. Ajaran Al-Quran dan Sunnah yang diterapkan oleh negara-negara Islam membuat kaum hawa tidak berkuti. Perempuan akan dianggap selalu menjadi sumber masalah, tetapi laki-laki akan selalu benar.
~
Sdr. Boas,
Kiranya apa yang Anda sampaikan dapat menjadi perenungan bersama, benarkah ajaran “mendidik istri” seperti pada Qs 4:34 dan ajaran-ajaran sunnah sungguh-sungguh berasal dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Adil bagi segenap umat-Nya?
~
Yuli
~
Al-Quran memang banyak ayat-ayat yang manis, tapi tidak menghapus lemahnya harkat dan derajat wanita. Para Muslim lupa, wanita hanya dihargai setengah dari pria dalam segala hal. Nah, disinilah kesalahan yang menjadikan wanita Muslim mudah tergelincir walaupun dengan ancaman atau azab yang keras.
Injil dari semula sudah menyatakan suami, istri bukan lagi sepasang, tetapi tegas menyatakan menjadi satu. Wanita-wanita pengikut Isa Al-Masih sudah diberi kemuliaan. Dengan penghargaan ini, sangat minim melanggar hal aib.
Nah, ada artikel baru, kawin Mut’ah alias kontrak. Serendahkah wanita diridhoi hanya untuk kepuasan birahi pria?
~
Apa yang Anda sampaikan sangat berdasar, Sdri. Mimie. Biarlah ini dapat menjadi bahan kajian rekan-rekan Muslim terhadap ksejatian ajaran islam, benarkah berasal dari Allah yang Maha Kasih dan Maha Adil terhadap seluruh umat-Nya?
Artikel nikah Mut’ah yang Sdri. Mimie maksudkan bisa dibaca lewat tautan ini: http://tinyurl.com/poulhl7.
~
Yuli
~
Situs ini milik Kristen. Jangan sok tahu kalau cuma mengutip, wahai Admin. Cara Anda mengutip dan menyalahkan Islam terlihat Anda sangat membenci Islam. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.
~
Sdr. Yohanes,
Silakan Anda klarifikasikan bagian mana dari tulisan artikel atau komentar kami yang Anda anggap sok tahu. Kemukakan dengan dalil dari sumber yang sahih.
Saudaraku, berburuk sangka itu merusak diri sendiri. Kami tidak sedang membenci Anda ataupun Islam. Justru karena kami mengasihi Anda dan ingin agar mata hati Anda terbuka terhadap kebenaran sejati, kami dorong Anda untuk mempelajari sungguh-sungguh ajaran Islam melalui Al-Quran dan hadits. Sudahkah ajaran yang Anda yakini mencerminkan karakter Allah yang Maha Adil dan Penyayang bagi setiap insan? Artikel di atas adalah salah satu batu ujiannya.
~
Yuli
~
Kepada Yohanes,
Saya melihat tidak ada unsur pelecehan apalagi membenci kepada Muslim. Semua topik yang ditampilkan cukup sebanding dan tidak menyimpang dari kitab masing-masing.
Jika Saudara merasa ada yang bertentangan, silakan kemukakan dalilnya. Situs ini sangat bermanfaat, dikontrol Admin secara ketat. Intinya, kita dapat saling berbagi, belajar agar tercipta masyarakat yang harmonis, bertoleransi. Jika kita tak mengerti seluk-beluk sebuah ajaran, malah akan timbul prasangka buruk. Jika kita tahu orang mabuk, niscaya kita tak perlu serius memusingkannya, bukan?
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk komentar Anda yang sangat netral dan berimbang. Benar apa yang Anda sampaikan, itulah tujuan mulia dari maksud terbangunnya situs ini, agar kita semua semakin peka terhadap kebenaran sejati dari Allah. Hanya kebenaran Allah sejatilah yang dapat menyejahterakan keharmonisan kehidupan, baik di dunia, terlebih di akhirat kelak.
~
Yuli
~
“Dari mu’awiyah Al-Qusrayiri,ia berkata:”saya pernah datang kepada Rasulullah saw.’ Ia berkata lagi:’saya lalu bertanya: “Ya Rasulullah,apa saja yang engkau perintahkan (untuk kami perbuat) terhadap istri-istri kami?’Beliau bersabda:’…janganlah kalian memukul dan janganlah kalian menjelek-jelekan mereka” (HR Abu Dawud no. 1832)
Rasulullah SAW melarang para suami menjelekkan atau merendahkan martabat istri. Suami dilarang menggunakan kata yang bernada merendahkan dan menghina martabat istri baik di hadapannya maupun di hadapan orang lain.
Dalam Islam, penghargaan suami terhadap peran istri menjadi tolok ukur keimanan seorang Muslim sebagaimana yang disabdakan oleh Rasullullah SAW dalam salah satu hadistnya,dari Abul Hasan Al-Fira, dari Muhammad bin Ghalib Al-Baghdadi, dari Al-Hasan bin Ali, dari Al-Fadhl bin Sahl, dari Ibnu Atikah, dari Anas bin Malik RA , ia berkata : “Rasulullah SAW ditanya, siapakah orang mukmin yang paling sempurna imannya?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya kepada keluarganya”.
Lalu siapa contoh yang dapat ditiru dalam hal hubungan suami istri yang paling baik kalau bukan Rasullullah Muhammad SAW?
Perlakuan oknum (perbuatan segolongan manusia) tidak boleh diklaim untuk dijadikan tolok ukur sebagai tindakan umat beragama yang seharusnya bersikap, Manusia tetaplah manusia yang bisa salah dalam berbuat. Islam tidak membenarkan kekerasan. Silakan hujat perbuatannya, bukan manusianya apalagi agamanya. Karena pembahasan ini tidak relevan dan mubazir, kurang bermutu.
~
Sdr. Tauhid,
Terimakasih untuk ayat-ayat Hadits yang Anda bagikan.
Pertanyaan sederhana yang perlu kita renungkan lebih dalam, mengapa kisah-kisah teladan mulia sikap Muhammad terhadap wanita dalam hadits-hadits tersebut justru berseberangan dengan perintah pada ayat-ayat Al-Quran sendiri (Qs 4:34, Qs 2:223, Qs 2:282, Qs 4:3, Qs 4:11)? Apakah Muhammad lebih bijak daripada Allah SWT yang diyakini memfirmankan Al-Quran? Lalu, siapakah yang menjadi panutan Muslim, Allah SWT ataukah Muhammad yang meskipun dianggap nabi, tapi tetap manusia biasa yang juga berdosa, bukan?
Berbeda dengan Alkitab, karena isinya adalah kebenaran firman Allah, maka tidak ada hal lain pun yang sanggup menentang kebenaran serta konsistensinya.
~
Yuli
~
Untuk menarik hati manusia haruslah dengan cara yang baik agar manusia ada keinginan untuk mencari tahu apa yang akan diajarkan.
Dari acuan masalah saja sudah kelihatan ujung-ujungnya yaitu harus percaya jalan Yesus yang dirahmati Allah. Hal ini aneh, orang-orang terlalu gigih tapi tidak pandai.
Awal pembuka diperlihatkan negara-negara Islam yang bejat moral dalam KDRT. Ini aneh bagi yang berpikir positif. Semua manusia di dunia adalah sama, ada sisi jahat dan sisi baik. Semoga diberkati.
~
Sdr. Kosong,
Silakan baca ulang artikel di atas. Paragraf kedua menampilkan data KDRT di Indonesia. Meski berpenduduk mayoritas Islam, apakah NKRI negara Islam? Tidak, bukan? Maka fakta yang kami sajikan, baik dari Indonesia maupun negara Islam seperti Iran, Arab Saudi, dan Pakistan cukup berimbang.
Artikel ini mengupas akar masalah KDRT.“Rasa memiliki sepenuhnya yang ternama di jiwa kaum pria … cenderung memicu pria lebih egois”, berikut cuplikan isi artikel. Lebih lanjut, sikap egois pria ini dilegalkan oleh ajaran agama: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita … pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka … ” (Qs 4:34). Masalahnya, benarkah ajaran ini berasal dari Allah? Bukankah ajaran Allah selalu mendatangkan damai sejahtera bagi segenap umat-Nya?
Nah, itulah mengapa artikel ini kembali meluruskan, bahwa Isa Al-Masih, Sang Jalan sekaligus Sumber Kebenaran dan Kehidupan (Injil Yohanes 14:6), jelas menentang konsep Al-Quran tsb. Sebaliknya, Allah menghendaki “Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Injil, Surat Kolose 3:19). Maka, tanpa mempercayai Isa Al-Masih dan menaati perintah-Nya, selamanya pula keegoisan manusia bertahta untuk menindas sesamanya. Jadi, jalan mana yang Anda pilih?
~
Yuli
~
Kisah dialog di atas mirip dengan kehidupan pribadi saya. Saya mantan Muslimah yang masuk Kristen lima tahun lalu bersama paman dan kedua putri saya. Namun bukannya bisa menerima kami, justru suami saya dan keluarga lainnya malah menghindari kami. Sangat jauh berbeda dengan yang pernah diucapkan selama kami menikah. Namun saya yakin Tuhan Yesus akan membuka mata suami saya lagi.
~
Sdri. Yulia,
Terimakasih banyak atas kesaksian hidup yang Anda bagikan.
Ya saudariku, selalu ada resiko bila meninggalkan kehidupan lama kita demi Isa Al-Masih karena Isa telah bersabda: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku [Isa Al-Masih] kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Injil, Rasul Besar Matius 5:10-11).
Biarlah sabda Isa Al-Masih di atas menjadi penghiburan dan kekuatan bagi kita semua untuk setia hingga akhir, sebab di ujung sana, mahkota kemuliaan dari Allah tersedia bagi kita.
~
Yuli
~
Mengapa dalam ajaran Islam hanya istri yang dijadikan sebagai bahan kena azab jika menentang suami?
Lalu, mengapa hanya suami yang berhak menikah lebih dari satu istri? Bukankah artinya justru suami telah mempermainkan istri dengan menikah lagi? Mengapa suami tsb tidak terkena azab?
Dan jika sudah mendapatkan istri yang taat dengan Tuhan, tapi sang istri malah justru mendapat suami yang tidak taat kepada Tuhan, apakah sang istri harus menanggung dosa sang suami?
Mengapa ajaran Islam selalu menyalahkan wanita hingga suami boleh memukulnya?
~
Pertanyaan-pertanyaan yang sangat baik untuk kita semua renungkan, Sdr. Tanya.
Suatu ajaran selalu mencerminkan sifat siapa sang pengajarnya. Ajaran sejati dari Allah yang Maha Adil lagi Maha Penyayang selalu mencerminkan keadilan dan kasih-Nya. Nah, melalui pertanyaan-pertanyaan kritis Anda, ajaran Islam sedang diuji kesahihannya, benarkah berasal dari Allah yang Maha Adil dan Maha Penyayang?
Jika kita sungguh rindu hidup dalam kebenaran sejati dari Allah, maka keputusan mengikuti ajaran siapa menjadi titik tolak yang menentukan nasib kita, baik di dunia ini, lebih-lebih di akhirat kelak.
~
Yuli
~
Saya bagi pengetahuan ini bagi teman-teman di web ini mengenai tujuan Tuhan menjadi “manusia”. Dia yang menyuruh diri-Nya untuk mengutus diri-Nya agar diri-Nya yang diutus itu harus mengikuti perintah diri-Nya sehingga diri-Nya yang diutus bisa memberitakan tentang diri-Nya kepada selain diri-Nya agar jelas siapa diri-Nya melalui diri-Nya yang diutus.
~
Sdr. Manusia Biasa,
Untuk membagikan informasi kepada orang lain, hal penting yang harus dipertimbangkan lebih dahulu adalah apakah informasi tersebut benar dan diambil dari sumber yang benar? Mau tidak mau, hal ini juga menyangkut kredibilitas si penyebar informasi yang dalam hal ini adalah Anda. Nah, silakan Anda tunjukkan dari sumber manakah informasi tersebut Anda ambil, lengkap dengan alamat ayatnya.
Untuk mengetahui tujuan Tuhan menjelma menjadi manusia dalam diri Isa Al-Masih berdasarkan sumber yang benar, silakan kunjungi artikel berikut: http://tinyurl.com/7wb7ehu.
~
Yuli
~
Begini staff IDI, kalian telah menyelewengkan tafsir Al-Quran dan asal comot saja. Mengapa tidak memakai kitab kalian saja sebagai rujukan?
Masalah tujuan Tuhan menjadi manusia tidak pernah terjadi pada nabi-nabi terdahulu. Nabi Isa sendiri tidak pernah menyatakan bahwa dia adalah jelmaan Tuhan. Mana dalilnya? Bahkan dia mengaku sebagai utusan Tuhan.
~
Sdr. Manusia Biasa,
Mari cermati isi artikel di atas. Bukankah di sana kami jelas menyertakan ayat-ayat Alkitab sebagai rujukan standard kebenaran karena otoritasnya sebagai firman Allah yang mendidik dan mengajar kita dalam kebenaran yang menyejahterakan? Di sisi lain, ayat Al-Quran yang tertera justru menjadi salah satu pembenaran praktik KDRT dengan dalih “mendidik istri” tanpa melihat akar masalah dengan tepat. Maka kita harus kembali pada standard tertinggi yaitu firman Allah di dalam Alkitab yang memberikan solusi secara bijak.
Mengenai pernyataan ketuhanan Isa Al-Masih, bagaimana dengan sabda Isa dalam Injil berikut? “Aku dan Bapa adalah satu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 10:30).
~
Yuli