Kami sering mendapat email dari pengunjung, yang bertanya tentang “Pernikahan Beda Agama.” Maka pada kesempatan ini kami ingin mengulas hal tersebut serta dampaknya. Sehingga bagi Anda yang ingin menikah, dapat mempertimbangkannya.
Pernikahan Beda Agama Menurut Islam
Islam memberi peraturan berbeda bagi pria dan wanita perihal menikah dengan yang tidak seiman. Wanita Muslim haram hukumnya menikahi pria non-Muslim. Al-Quran mengatakan, “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu, mereka mengajak ke neraka” (Qs 2:221).
Bagi wanita Muslim, menikahi budak pria Muslim jauh lebih baik, daripada pria non-Muslim. Sebab menikahi pria non-Muslim sama dengan berzinah.
Namun pria Muslim dapat mengambil wanita non-Muslim sebagai isterinya. Al-Quran menuliskan, “. . . orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu . . .” (Qs 5:5).
Hukum Islam: Wanita Kristen Halal Bagi Pria Muslim
Para Ulama Islam percaya agama Islam, Nasrani, dan Yahudi merupakan agama samawi. Sehingga mereka berpendapat, selain menikahi wanita Muslim, pria Muslim boleh menikahi wanita Kristen. Tapi wanita dari agama lain seperti Hindu, Budha, dll haram baginya.
Mengapa pria Muslim boleh menikahi non-Muslim? Alasanya, karena pria dianggap sebagai pemimpin rumah tangga. Dia berkuasa penuh atas isterinya.
Nabi Islam sendiri mempunyai beberapa isteri non-Islam. Bahkan isteri pertamanya Siti Khadijah, bukan seorang beragama Islam ketika mereka menikah. Di samping itu, beberapa sahabatnya juga menikahi wanita Kristen. Seperti Utsman bin Affan dan Talhah bin Ubaidillah menikahi wanita Nasrani. Sedangkan Hudzaifah menikahi wanita Yahudi.
Pernikahan Beda Agama Menurut Kristen
Menikah dengan orang yang tidak seiman, Kitab Suci Allah mengatakan dengan jelas, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
Kekristenan mengajarkan bahwa pernikahan merupakan salah satu cara untuk melakukan ibadah yang sejati kepada Tuhan. Maka, tujuan pernikahan hanya satu, yaitu memuliakan hati Tuhan. Jika pasangan tersebut berbeda iman, dapatkah mereka bekerja-sama untuk memuliakan Tuhan?
Dampak Menikah dengan Pasangan Tidak Seiman
Secara umum kita dapat melihat beberapa dampak yang terjadi akibat pernikahan tidak seiman. Pertama, hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan anak. Menantu dan mertua. Terlebih jika orangtua/mertua seorang yang taat beragama. Tentu bukan hal mudah baginya menerima bahwa anaknya menikahi orang yang tidak seiman dengannya.
Kedua, berkurangnya kualitas ibadah. Mempunyai pasangan yang tidak seiman membuat Anda harus lebih berkompromi dengan pasangan. Hal ini berkaitan dengan pola ibadah yang berbeda. Ketiga, anak-anak hasil pernikahan. Kerap kali anak-anak yang lahir dalam keluarga beda iman akan bingung. Apakah mengikuti iman ibu atau ayahnya.
Selain Allah tidak berkenan, pernikahan beda iman juga menimbulkan efek negatif. Bukan hanya bagi pasangan, tetapi juga anggota keluarga.
Isa Al-Masih Mengatasi Masalah Anda!
Apakah saat ini Anda sedang menjalin hubungan dengan orang yang tidak seiman dan berpikir untuk menikahinya? Atau, apakah Anda mempunyai pasangan, isteri/suami, yang tidak seiman?
Bila Anda berada dalam keadaan tersebut, dan Anda bingung harus bagaimana. Penuhilah undangan Isa Al-Masih berikut ini, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil, Rasul Besar Matius 11:28).
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, mengapa agama Islam memberi hukum yang berbeda bagi pria dan wanita dalam hal menikah dengan orang yang tidak seiman?
- Mengapa Muhammad dan Isa Al-Masih mempunyai ajaran yang berbeda soal pernikahan beda agama?
- Setujukah saudara bahwa pernikahan beda iman akan menimbulkan dampak negatif bagi anggota keluarga? Sebutkan alasan saudara!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Tidakkah komentar yang staff IDI lontarkan mengejek serta menjelekkan hukum yang ada dalam kitab agama orang?
~
Sdr. Hambaallah,
Mari cermati ulang halaman artikel ini. Silakan Anda tunjukkan komentar staff IDI manakah yang seperti Anda tuduhkan?
Jika Anda sungguh berniat mulia untuk berdiskusi, mari berfokus pada topik bahasan artikel. Pada bagian manakah Anda ingin mengklarifikasi, menyanggah, atau mengargumentasikannya? Dengan senang hati kami dapat menjadi rekan diskusi Anda selama topik bahasan tidak keluar dari isi artikel.
~
Yuli
~
Menurut Anda, mengapa ajaran Injil berbeda dengan nabi Muhammad SAW?
~
Sdr. Hambaallah,
Bukankah pertanyaan serupa juga sudah kami lontarkan pada pertanyaan fokus no.2? Justru kami menantikan jawaban Anda.
Namun tidak mengapa jika Anda belum mengerti jawabannya. Mudah-mudahan melalui penjelasan kami, wawasan Anda mulai terbuka:
Ajaran Muhammad tidak sama dengan ajaran Isa Al-Masih dalam Injil karena Muhammad tidak mendasarkannya pada wahyu Allah yang telah lebih dulu tertulis baik dalam Taurat, Zabur, kitab para nabi, dan kitab Injil.
Nah, pertanyaan penting yang lebih jauh harus dipikirkan adalah: saat bukan wahyu Allah yang diajarkan Muhammad, lalu wahyu siapakah yang ia ajarkan? Apakah di dunia ini ada “allah lain” selain Allah yang esa?
~
Yuli
~
Anda bodoh sekali mencari alasan. Siti Khodijah istri pertama nabi Muhammad bukanlah orang Kristen seperti yang Anda katakan. Siti Khodijah adalah orang yang hanif, orang suci dari penyembahan berhala. Siti Khodijah adalah penganut ajaran nabi Ibrahim As. yang mengesakan Allah. Dan ketika menikahi beliau, ajaran Islam nabi Muhammad belum dturunkan.
Maka, kalau membaca sejarah jangan setengah-setengah. Sungguh tiada ketenangan yang kalian dapatkan dengan kedustaan yang kalian sebarkan. Sungguh saya kecewa dengan pemukaIinjil seperti kalian yang pintar berdusta dan menyesatkan.
~
Sdr. Hambaallah,
Kualitas diri bisa tercermin dari kehati-hatian atau kecerobohan dalam menghadapi suatu fakta. Jika ceroboh, reaksinya tentu tidak tepat, bahkan menjerumuskan diri pada berbagai masalah lanjutan.
Mari simak ulang apa yang kami tulis pada artike: “Nabi Islam sendiri mempunyai beberapa isteri non-Islam. Bahkan isteri pertamanya Siti Khadijah, bukan seorang beragama Islam ketika mereka menikah”. Nah, adakah kami menuliskan Siti Khadijah beragama Kristen seperti yang Anda tuduhkan? Mari, tepis prasangka buruk untuk menangkap fakta dengan benar.
Inti dari artikel di atas mengungkapkan fakta bahwa ajaran Al-Quran serta teladan Muhammad menyatakan bahwa pria Muslim bisa menikahi wanita non-Muslim dengan alasan pria adalah pemimpin rumah tangga yang berkuasa penuh atas isterinya. Namun sebaliknya, wanita Muslim harus menikah dengan pria Muslim. Ajaran ini sangat ambigu. Justru berseberangan dengan ajaran Injil (tujuh abad sebelum Al-Quran), dimana Allah menghendaki pernikahan yang seiman (Injil, Surat 2 Korintus 6:14) yang juga sesuai dengan wahyu Allah dalam Taurat.
Dengan demikian, didasarkan pada wahyu siapakah ajaran Muhammad?
~
Yuli
~
Untuk Hambaallah,
Bukan hanya berbeda dengan Isa Al-Masih, tetapi bertolak belakang. Dari perbedaan yang ada dengan jelas dilihat dan dirasakan bahwa kabar baik yang diajarkan dan ditunjukkan oleh pribadi Isa Al-Masih sudah sempurna, tidak perlu lagi disempurnakan. Kita bisa buktikan kalau ajaran yang sempurna pasti tidak berkurang moralnya seiring perubahan zaman.
~
Tepat sekali apa yang Anda sampaikan, Sdr. Boas!
Isa Al-Masih adalah Allah Sang Firman (Injil Yohanes 1:1,14) sehingga apapun yang diajarkan dan diteladankan-Nya sempurna, memiliki standard moral tertingi, karena Ia adalah Allah Sumber Kebenaran itu sendiri (Injil Yohanes 14:6).
~
Yuli
*
Menanggapi pertanyaan no.1:
Dalam Islam, laki-laki & perempuan memang berbeda. Maka hukum yang diturunkan pun akan berbeda. Allah lebih mengetahui kualitas atau apapun mengenai ciptaannya. Sebagai contoh, mengapa Allah tidak mengutus/mengangkat nabi dari kaum perempuan?
*
Sdr. Donnie,
Terimakasih untuk kesediaan Anda menjawab pertanyaan fokus artikel.
Jika Anda berpendapat Allah mengetahui kualitas pria dan wanita berbeda sehingga dalam hal perkawinan, pria diberikan kebebasan memilih jodohnya walau tidak seagama, apakah Anda menyimpulkan bila pria diciptakan lebih superior daripada wanita? Padahal, Taurat yang juga diakui Muslim sebagai firman Allah (Qs 5:46) justru menuliskan pria dan wanita diciptakan sederajat/sepadan, tidak ada yang lebih superior karena keduanya diciptakan “segambar dengan Allah” (Taurat, Kitab kejadian 1:27 dan 2:18). Lebih rinci silakan pelajari: http://tinyurl.com/mx8rw76.
Benarkah nabi-nabi Allah hanya pria saja? Silakan pelajari kitab Taurat. Miryam, saudari Musa dan Harun adalah seorang nabiah (Taurat, Kitab Keluaran 15:20) Demikian juga silakan pelajari nama-nama perempuan Allah lainnya dalam Kitab Hakim-hakim 4:4, Kitab 2 Raja-raja 22:14, dan Injil Lukas 2:36.
~
Yuli
*
Menanggapi pertanyaan no.2:
Karena Muhammad & Isa berada pada zaman yang berbeda dengan kondisi umat yang berbeda. Muhammad diutus untuk menyempurnakan ahlak dan tatanan umat melalui agama Islam yang diwahyukan kepadanya. Umat Islam mengimani Isa Al-Masih sebagai salah satu rasul utusan Allah untuk zamannya. Muhammad sebagai rasul terakhir hingga akhir zaman.
Umat Kristiani tidak akan pernah bisa membanding-bandingkan keduanya karena mereka tidak mengimani Muhammad.
*
Sdr. Donnie,
Untuk menelaah apakah Isa dan Muhammad sama-sama utusan Allah, tentu perlu dilihat konsistensi ajaran keduanya, bukan? Mungkinkah ajaran yang saling bertolak belakang berasal dari Allah yang sama, yakni Allah Yang Mahabenar? Jika bertolak belakang, tentu Allah bukan lagi Mahabenar, bukan?
Ajaran Isa tentang memilih jodoh baik bagi pria maupun wanita sejalan dengan ajaran Taurat, yakni harus seiman kepada Allah sejati agar mereka dan keturunannya berbahagia, menjadi cerminan kemuliaan Allah. Nah, menjadi aneh bukan, ketika tujuh abad setelahnya, Muhammad memberikan kelonggaran kepada pria Muslim untuk menikah dengan pasangan yang tidak seiman? Dengan segala efek negatif yang ditimbulkannya, mungkinkah Allah menghendaki kesengsaraan, bukan kebahagiaan rumah tangga umat-Nya?
~
Yuli
*
Menanggapi pertanyaan no.3:
Yang seiman saja terkadang masih terjadi perselisihan. Yang terbaik tentunya sesuai tuntunan keimanan masing-masing orang. Itu yang sebaiknya dijalani. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia. Tergantung manusianya mau menurut atau tidak, mengimani agamanya dengan sempurna atau hanya maunya sendiri saja.
*
Kami setuju dengan pendapat Anda, Sdr. Donnie!
Yang menikah dengan pasangan seiman pun masih menemukan banyak kendala karena perbedaan individual masing-masing orang. Apalagi bila keduanya berbeda iman, tentu sangat sulit dalam kesehariannya. Itulah sebabnya mengapa sejak 2000-an tahun yang lampau, Isa Al-Masih sudah mengingatkan hal tsb. Bahwa “terang tidak mungkin bersatu dengan gelap”. Tujuan perkawinan adalah memuliakan Allah yang tentu berdampak kebahagiaan bagi setiap anggota keluarga.
Nah, dari sini dapat ditelaah, benarkah ajaran yang membolehkan pria Mukmin menikah dengan wanita tidak seiman (Qs 5:5) sungguh ajaran Allah?
~
Yuli
~
Wanita Muslim boleh menikahi pria non-Muslim, tetapi tidak disarankan karena sukar baginya untuk membimbing. Berbeda dengan pria, mereka diberi kelebihan oleh Allah swt sifat kepimpinan, maka mudah baginya membimbing.
~
Sdr. Muslim,
Dari apa yang kami pelajari, dalam ajaran Islam tidak pernah dikatakan wanita Muslim boleh menikahi pria non-Muslim. Tapi sebaliknya, pria boleh menikahi wanita non-Muslim.
Jika alasannya karena pria dilebihkan dengan sifat kepemimpinan, menurut kami alasan tersebut kurang tepat. Karena faktanya, justru banyak wanita-wanita yang lebih dominan daripada pria. Banyak pria yang tidak dapat memimpin, termasuk dalam rumah tangganya.
Dan lagi, menurut kami banyak dampak negatif yang timbul dalam pernikahan beda agama. Itulah sebabnya Isa Al-Masih mengajarkan, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya . . . ” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
~
Saodah
*****
Untuk menjawab pertanyaan pertama, sebelumnya harus diluruskan dalam Islam baik pria atau wanita haram menikah dengan yang tidak seiman. Anda jangan setengah-setengah dalam mengutip ayat karena bisa menyesatkan. Untuk ayat yang membolehkan menikahi ahli kitab, Anda harus ingat ahli kitab ini bukan semua wanita Kristen. Tapi wanita yang benar-benar mendalami, paham dan menjalankan isi Injil.
Injil dulu masih murni, berbeda dengan sekarang isinya sudah bnyak berubah atau ditambahkan. Injil yang masih murni dibawa Nabi Isa, mengesakan Allah Swt sehingga dianggap seiman seperti Islam, dan itu pada masa awal-awal Islam ada.
Lalu tentunya ahli kitab yang dimaksud sekarang sudah tidak ada. Anda lebih tahu dengan ahli kitab Injil jaman sekarang. Pertanyaan pertama tidak bisa dijawab karena dari awal yang ditanyakan tidak benar.
*****
Sdr. Hanz,
Mari kita fokus pada satu persoalan. Tentang apakah Injil yang sekarang masih murni atau tidak, mari kita kesampingkan dulu. Supaya pokok pembahasannya jelas.
Artikel di atas bicara soal pernikahan beda iman. Dimana menurut Qs 2:221, wanita Muslim lebih baik menikah dengan budak daripada dengan pria non-Muslim. Sebaliknya, Qs 5:5 mengatakan halal bagi pria Muslim menikah dengan orang Kristen (orang yang diberi Alkitab/Injil).
Terlepas apakah wanita itu adalah wanita yang benar-benar mendalami, paham, dan menjalankan isi Injil atau tidak, wanita tersebut tetaplah orang Kristen. Bukankah begitu?
Jadi pertanyaan kami, mengapa agama Islam memberi hukum yang berbeda bagi pria dan wanita dalam hal menikah dengan orang yang tidak seiman?
~
Saodah
*****
Pertanyaan kedua:
Yang menggangap berbeda adalah Anda. Seperti pada pertanyaan pertama saya luruskan, dalam Islam baik pria atau wanita haram nikah yang tidak seiman, jadi pertanyaan tidak bisa dijawab.
Nabi Muhammad dan Nabi Isa sama mengajarkan keesaan Allah swt, tapi entah kenapa sekarang jadi berbeda. Misalnya menjadi Trinitas, dan kenapa isi Injil bisa berubah-ubah tiap tahun. Tiap negara punya versi masing-masing. Kenapa pula ada Perjanjian Lama dan sebagainya. Itulah yang membuat kita berbeda.
*****
Silakan sdr membaca jawaban kami pada pertanyaan pertama. Menurut kami, pertanyaan tersebut dapat dijawab. Tapi sayangnya, sdr enggan untuk menjawabnya.
Maaf, pertanyaan kedua yang kami tanyakan adalah: Mengapa Muhammad dan Isa Al-Masih mempunyai ajaran yang berbeda soal pernikahan beda agama? Kiranya Sdr. Hanz tidak keberatan untuk menjawabnya.
Di sini kita tidak sedang membahas Trinitas atau Injil. Tapi pernikahan beda agama. Jika sdr ingin mengetahui tentang Injil, sdr dapat bergabung di artikel ini: http://www.isadanislam.org/alkitab/
Jadi, kami harap dalam memberi jawaban, sdr hanya fokus pada topik artikel yang sedang dibahas.
~
Saodah
*
Pertanyaan ketiga:
Saya sangat setuju adanya dampak buruk dari nikah beda agama, karena itulah dalam Islam haram menikah beda agama dan Islam sangat menjaga hal itu.
Terimakasih artikel Anda membuat bertambah iman saya kepada Islam.
~
Benar yang sdr katakan. Pernikahan beda agama jelas memberi dampak buruk. Agama Islam memang melarang wanita Muslim menikah dengan pria non-Muslim.
Tapi sayangnya, perintah tersebut tidak berlaku bagi pria Muslim. Sebab menurut Al-Quran, “. . . orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu . . .” (Qs 5:5).
Berbeda dengan apa yang tertulis secara jelas dalam Kitab Suci Allah, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
~
Saodah
~
Sekilas Info Qs 13:5, Qs 40:73-75, Qs 9:68, Qs 5:9(5:8), Qs29:46, Qs10:27, Qs2:62, Qs23:101-103, Injil Matius 13:49-50, Injil Matius 12:36
~
Sdr. Njlajahweb,
Pesan apakah yang ingin Anda sampaikan dari daftar ayat-ayat Al-Quran dan Injil di atas? Adakah hubungangannya dengan topik artikel yang kami terbitkan? Mohon penjelasannya.
~
Yuli
~
“Kekristenan mengajarkan bahwa pernikahan merupakan salah satu cara untuk melakukan ibadah yang sejati kepada Tuhan”. Untuk Kristen, pernikahan itu bukan untuk melakukan ibadah sejati. Ibadah sejati bisa saja dilakukan sendiri, melainkan dari Kitab Kejadian 1:28 “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan …”.
~
Sdr. Pemberitahu,
Terimakasih untuk masukan yang Anda berikan. Benar bahwa firman Allah dalam Taurat, Kitab Kejadian 1:28 menjadi salah satu dasar pernikahan Kristen. Namun dalam kaitannya dengan topik artikel di atas, tidak keliru bila pernikahan disebut sebagai “… salah satu cara …” beribadah yang sejati karena kalimat ini mengandung pengertian yang luas. Bukankah Surat Roma 12:1 menyatakan ibadah yang sejati adalah persembahan hidup yang kudus dan berkenan kepada Allah? Dan bukankah Surat Kolose 3:23 juga menyatakan: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan …”? Dengan demikian, perbuatan apapun termasuk pernikahan juga harus memuliakan Tuhan, yakni dengan tidak memilih pasangan yang tidak seiman. Ini menjadi salah satu praktik nyata ibadah yang sejati kepada-Nya.
~
Yuli
~
Mohon maaf, saya orang awam. Tapi ingin sekedar ikut mencoba menjawab. Karena Admin atau penulis topik lebih memahami mengenai kitab dan arti tersirat nya, sebelum saya menjawab, mohon bantuan untuk menyamakan persepsi terlebih dahulu. Dalam Al-Quran disebutkan dua istilah yang berbeda,ahli kitab dan orang musyrik. Lantas mana yang menunjukkan Non-Muslim? Kemudian dalam Injil disebutkan jangan merupakan pasangan yang tidak seimbang. Apakah pasangan yang dimksud pasti untuk pernikahan? Bagaimana dengan pasangan diskusi seperti dalam forum tanya jawab ini? Seimbang apakah selalu dalam iman? Bagaimna dengan ilmu? Saya kuatir, saya menjadi pasangan diskusi yang tidak seimbang. Terimakasih.
~
Sdr. Nass,
Terimakasih untuk kunjungan Anda. Kami senang dengan kesediaan Anda bergabung dalam forum diskusi ini. Berkait dengan kutipan ayat Alkitab dari Surat 2 Korintus 6:14, buanglah kekuatiran Anda jauh-jauh, sebab ayat ini tidak membicarakan “pasangan diskusi”. Makna kata “pasangan” dalam bahasa asli naskah ayat tsb serta konteks pembicaraan yang disampaikan kepada jemaat saat itu, dimaksudkan untuk “pernikahan”.
Nah Saudaraku, bagaimana pendapat Anda dengan pernikahan yang tidak seiman? Apakah Anda menyetujui atau sebaliknya? Mengapa? Kiranya kita bersama dapat mendiskusikan hal ini lebih jauh.
~
Yuli
~
Maaf dari semua pertanyaannya apakah kalian pemuka Kristen atau dan pernah merasakan pernikahan beda agama? Apakah kalian yakin atau ada dampak buruk yang kalian menikah beda agama? Ini hanya pemikiran dari kalian tentang hal-hal yang akan terjadi jika beda agama.
Di Islam jelas melarang, pilihlah pasangan dikarenakan 4 perkara (keturunannya, hartanya, kepribadiannya, dan agamanya). Pilihlah agamanya jika ada budak yang baik agamanya. Islam hanya meridhoi yang seiman tapi Islam tidak melarang menikahi dari bukan yang seiman jika dia ahli kitab apakah ahli kitab itu masih ada? Di jaman sekarang tidak mungkin ada karena kitabnyapun sudah banyak berbeda, sudah diubah isi Alkitab di setiap abadnya.
~
Saudara Comsa,
Memang kami tidak merasakan pernikahan beda agama. Karena Kitab Suci Allah mengatakan dengan jelas, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14). Tapi dampak yang dipaparkan secara umum begitu. Demikian kami menyaksikan sendiri dari beberapa pasangan yang tidak seiman, dan dampak yang tragis lagi adalah KDRT dan perceraian.
Pernyataan saudara membingungkan. “Di Islam jelas melarang, … Islam hanya meridhoi yang seiman tapi Islam tidak melarang menikahi dari bukan yang seiman”. Yang benar diperbolehkan atau dilarang? Boleh bila ahli kitab, apakah wanita yang dinikahi nabi saudara dan sahabatnya yang bukan Islam itu adalah ahli kitab? Silakah dijelaskan!
~
Daniar
~
“Segambar dengan Allah? Apakah artinya laki-laki dan perempuan itu sama dengan Allah? Dalam Islam kami tahu bahwa salah satu sifat Allah itu “berbeda dengan makhluk”. Apakah bisa diartikan juga kalau manusia itu menuhankan diri mereka sendiri? Dan anda penganut Injil, bisakah anda menjawab?
Kalau memang anda benar-benar mengikuti perintah dalam Alkitab, bukankah di Alkitab ada yang isinya “Apa yang dipersatukan Allah tidak bisa dipisahkan oleh manusia”. Lalu kenapa banyaknya kasus perceraian dalam Kristen yang didasarkan atas keinginan manusia itu sendiri? Apakah Anda bisa menjawab dengan logis?
~
Saudara Mujahid,
Terimakasih atas komentar saudara di atas. Segambar dengan Allah artinya menyerupai Allah tapi bukan Allah. Keserupaan itu menunjuk pada bagian non-material dari manusia yaitu dalam hal mental, moral dan sosial.
Secara mental, manusia diciptakan sebagai makhluk yang rasional dan berkehendak, dapat menggunakan pikirannya dan dapat memilih. Ini adalah refleksi dari akal budi dan kebebasan Tuhan. Secara moral, manusia diciptakan dalam kebenaran dan kepolosan yang sempurna, suatu refleksi dari kesucian Tuhan. Secara sosial, manusia diciptakan untuk bersekutu. Hal ini mencerminkan ketritunggalan Allah dan kasihNya. Jadi bukan menuhankan diri sendiri. Kiranya dengan penjelasan ini saudara memiliki pemahaman tentang manusia segambar dengan Allah.
Benar, Allah tidak mengijinkan perceraian. Tapi seperti yang saudara utarakan bercerai atas keinginannya sendiri. Artinya orang yang bercerai lebih memilih untuk tidak menaati Allah.
~
Daniar
~
Berkenaan dengan pertanyaan no.1. Jika ada seoarang wanita Muslim menikah dengan pria Nasrani dan dari hasil pernikahan mereka telah mempunyai seorang putra yang mengikuti ibunya sebagai seorang Muslim dan sejauh ini bisa berjalan baik. Sementara di jalan agama tahu konsekuensi yang benar adalah seiman atau bercerai. Adakah solusi lain? Dan apa konsekuensinya?
~
Saudara Eddy,
Seperti yang dipaparkan dalam artikel di atas. Kitab suci Allah dengan jelas memberitahukan bahwa Allah tidak berkenan dengan pasangan yang tidak seiman. “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14). Dan juga memiliki dampak yang negatif. Demikian juga Allah tidak berkenan dengan perceraian.
Nah, bila dalam keadaan mempunyai pasangan, isteri/suami, yang tidak seiman ini solusinya. Penuhilah undangan Isa Al-Masih berikut ini, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil, Rasul Besar Yohanes 11:28). Datang, serahkan persoalan saudara dalam doa dan permohonan kepada Isa Al-Masih.
~
Daniar
~
Jika kita mengimani Allah yang sama kenapa tidak bisa bersatu?
~
Saudara AL,
Terimakasih komentarnya. Memang, Allah Pencipta langit dan bumi beserta isinya hanya satu. Dan seharusnya kita mengimani Allah yang satu itu. Tapi perhatikan dalam artikel di atas, masakkah Allah yang sama mengajarkan hal yang berbeda tentang pernikahan?
Dalam Kitab Suci Allah mengatakan dengan jelas, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
Sedangkan dalam Al-Quran, pria Muslim dapat mengambil wanita non-Muslim sebagai isterinya. “. . . orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu . . .” (Qs 5:5).
Jelas itu pengajaran yang berbeda, bukan? Bagaimana menurut saudara?
~
Daniar
~
Jadi Allah kita berbeda?
~
Saudara Al,
Terimakasih masih menyediakan waktu untuk menanggapi. Jika melihat dari ketetapan Allah tersebut, jelas Allah yang kita sembah berbeda, bukan?
Silakan saudara membaca dalam Taurat, Kitab Nabi-nabi, Mazmur, dan Injil. Di sana Allah tidak menghendaki pernikahan campuran (orang percaya/menyembah Allah Abraham dengan orang asing/tidak menyembah Allah Abraham/penyembah berhala). “Jangan sekali-kali kamu serahkan anak-anak perempuanmu kepada anak-anak lelaki mereka, atau mengambil anak-anak perempuan mereka sebagai isteri untuk anak-anak lelakimu atau untuk dirimu sendiri!” (Kitab, Nabi Nehemia 13:25).
Dalam Injil juga menegaskan Allah tidak berkenan dengan pasangan yang tidak seiman. “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
Bagaimana menurut saudara, apakah Allah yang sama mengajarkan hal yang berbeda tentang pernikahan? Silakan direnungkan dan dipelajari! kiranya memberikan pemahaman baru bagi saudara.
~
Daniar
~
Bukannya yang maha esa itu cuman 1? Jika memang lebih dari 1, kenapa harus memiliki 1 nenek moyang yang sama? Dan tujuan dari menyembah itu cuman 1 tidak lebih, hanya pandangan dan pemahamannya saja yang berbeda, yang terpenting hati/niatnya untuk apa diciptakan apa yang ada di bumi kalau untuk jadi penghalang? Dan semua yang dipersatukan karena izinnya
~
Saudara Saya,
Kalau boleh tahu, siapakah yang maha esa yang saudara maksud? Apa tujuan saudara menyembah?
Apakah saudara sudah membaca artikel di atas, bagaimana menurut saudara dengan paparan di atas?
Terimakasih, kami tunggu penjelasan saudara.
~
Daniar