Allah menciptakan semua orang dengan kebutuhan yang sama. Misalnya, kita semua butuh makanan, keamanan, relasi, percaya diri, dll. Tapi, Allah menciptakan pria dan wanita dengan keinginan berbeda. Mukmin kasihilah isterimu, dan isteri hormati suami.
Misalnya, ketika isteri menjelaskan masalahnya kepada suami, si isteri hanya ingin suami mendengar dan merasa empati. Tapi, saat suami mendengar masalah, suami cenderung langsung memperbaikinya. Demikian juga ketika suami menjelaskan masalahnya kepada isterinya. Suami ingin isterinya menasehati.
Sering ada masalah dalam pernikahan. Umumnya didasari pada perbedaan antara suami dan isteri. Bagaimana kita dapat mengurangi masalah pernikahan?
Suami Butuh Hormat dan Isteri Butuh Kasih
Secara umum, Allah menciptakan suami butuh hormat dan isteri butuh kasih. Firman Allah menuliskan, “. . . kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya” (Injil, Surat Efesus 5:33).
Para isteri butuh kasih dan para suami butuh hormat, layaknya manusia butuh oksigen. Jika suaminya tidak menunjukkan kasih kepada isteri, atau isteri tidak hormati suaminya, hubungannya akan mati karena tidak ada oksigen.
Sering ada masalah waktu suami merasa tidak dihormati dan isteri merasa tidak dikasihi. Ketika suami mengucapkan kata-kata yang merendahkan atau tidak manis, isteri akan merespon tanpa hormat. Sebaliknya, jika isteri mengucapkan kata-kata yang kurang hormat, suami akan merespon tanpa kasih.
Skenario ini bisa menjadi siklus tak terbatas. Seperti berikut:
Mungkin Anda sudah hidup dalam siklus ini selama beberapa bulan atau tahun. Allah ingin semua pernikahan bebas dari masalah apa saja. Bagaimana Anda bisa bebas dari siklus ini?
Solusi: Kasih dan Hormat
Solusi untuk mengurangi masalah pernikahan adalah kasih dan hormat, bukan memukul. Limpahan kasih dan hormat bisa menghidupkan pernikahan. Mengapa? Karena suami butuh hormat dan isteri butuh kasih.
Ketika merasa dihormati, suami lebih mungkin akan merespon dengan kasih. Ketika merasa dikasihi, isteri lebih mungkin akan merespon dengan hormat.
Hasil dalam pernikahan: kedekatan, pemahaman, perdamaian, kesetiaan, penghargaan, dll.
Contoh: Suatu hari suami pulang kerja. isterinya berterima-kasih atas usaha keras suaminya. Besok, si suami membalas dengan menolong isterinya bersihkan rumah.
Lalu si isteri memasak makanan kesukaan suaminya. Hari berikutnya, si suami membalas lagi dengan merawat anak-anak karena ada pertemuan ibu-ibu pada malam hari.
Kami percaya ajaran ini benar dan paling efektif mengurangi masalah pernikahan karena Firman Allah mengajarkan ini. Memang selalu mengasihi dan menghormati pasangan tidak muda. Tapi kita mampu jika percaya kepada Isa Al-Masih.
Isa adalah sumber kasih dan punya kuasa ajaib. Kasih Isa sempurna. Bahkan Ia mengasihi orang yang membunuh-Nya. Jika ingin hubungan lebih kuat, suami lebih sering mengasihi isteri dan isteri lebih sering menghormati suami.
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana Saudara coba kurangi masalah pernikahan? Biasanya, bagaimana hasilnya?
- Apakah Saudara sedang dalam siklus pertama di atas? Apakah Saudara ingin masuk siklus kedua? Bagaimana?
- Apakah Saudara sudah siap coba kasih dan hormat agar bisa bebas dari siklus pertama? Apakah Saudara rela coba kasih atau hormat walaupun jodoh mungkin belum siap?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Hai Mukmin Kasihilah Isterimu. Isteri, Hormatilah Suaminya!”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Begini staff, secara logika tidak usah panjang lebar. Suami adalah kepala rumahtangga, dan isteri adalah ibu rumahtangga. Dalam hidup berumahtangga haruslah saling menghormati. Sebab jika tidak, suami tidak tahu kedudukan seorang isteri. Sebelum dinikahi, calon isteri sudah diberi mahar alias mas kawin. Itu adalah bentuk penghormatan bagi calon isteri. Bahkan calon istri boleh meminta satu persyaratan sebagai bentuk pengangkatan derajat sang calon isteri.
Yang disebut mahar artinya dibeli. Yaitu suatu syarat laki-laki yang berani menghargai derajat seorang perempuan sebagai penghormatan. Semoga dapat dipahami.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Terimakasih atas kunjungan Anda pada artikel ini. Apa yang Anda sampaikan perlu kita cermati lebih lanjut.
Sebagaimana isi artikel di atas, prinsip “menghormati” pasangan mutlak dibutuhkan. Maka, prinsip “saling menghormati” yang Anda sampaikan benar. Namun apakah “menghormati” saja cukup? Jika cukup, tentu tidak ada bedanya dengan organisasi lainnya, bukan? Bayangkan jika perkawinan dibangun bukan atas dasar kasih/cinta. Tentu rawan retak karena mudah disusupi ketidakpuasan bahkan bisa berujung ketidaksetiaan, bukan? Sebab kasih/cinta adalah pengikat yang mempersatukan suami-isteri. Jadi bagaimana Saudaraku, tidakkah prinsip “mengasihi” juga menjadi elemen penting dalam perkawinan?
Tentang “mahar/mas kawin”, bukankah Anda sendiri mengatakan bila artinya “dibeli”? Jika seseorang telah “membeli” sesuatu, otomatis menjadi miliknya, bukan? Maka ia bebas memperlakukan hak miliknya sekehendak hati, entah dikasihi, atau sebaliknya dibiarkan, disakiti, atau bahkan dibuang jika bosan. Jika demikian, benarkah mahar/mas kawin membuktikan penghormatan terhadap isteri? Atau jika seorang pria oleh karena ketidakmampuan finansialnya tidak mampu memberikan mahar/mas kawin kepada calon isteri yang dikasihinya, apakah artinya ia tidak menghormati pasangannya?
~
Yuli
~
Staff yang saya hormati,
Saya lanjutkan agar sama-sama memhami. Seorang laki-laki berhak memilih calon istterinya, dan isteri uga punya hak menerima atau menolak calon suaminya.
Tujuan mahar katakanlah membayar atau membeli. Kata sunting artinya telah mengikrarkan bahwasanya laki-laki akan mengabulkan permitaan calon isterinya sebagai rasa hormat dan kesungguhannya terhadap calon istrinya. Sehingga ia rela mengeluarkan harta bendanya untuk wanita yang dicintai dan dihargainya. Ini menjadi hak dan kewajiban untuk menuntunnya menuju keridhoan Tuhan.
~
Sdr. Fakir Ilmu Mualaf,
Meneruskan apa yang kami tuliskan pada kolom komentar sebelumnya, kami bukan hendak menentang praktik mahar dalam perkawinan. Bukankah mahar hanyalah simbol dan itupun terjadi hanya di awal prosesi perkawinan, bukan dalam keseharian hidup berumahtangga? Manakah yang terpenting: “simbol”, atau “praktik nyata mengasihi dan menghormati” dalam hidup berumahtangga? Manakah diantara keduanya (“simbol”, atau “praktik nyata”) yang memberikan solusi efektif bagi masalah perkawinan?
~
Yuli