Anda pernah mengalami jatuh cinta? Tentu setiap orang pernah mengalaminya, bukan? Atau barangkali saat ini anda sedang jatuh cinta? Ketika seseorang jatuh cinta, seringkali mengabaikan banyak hal. Misalkan saja, latar belakang keluarga, suku, budaya bahkan sampai perbedaan agamapun tidak dihiraukan. Pernikahan beda agama saat ini sedang marak terjadi.
Ada banyak contoh-contoh yang ada di sekitar kita yang melakukan pernikahan beda agama, bukan? Sehingga, menurut kami tidak ada salahnya jika kita menyoroti pernikahan berbeda agama antara Islam dan Kristen.
Larangan Al-Quran
Al-Quran menuliskan “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Dan sungguh wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu“ (Qs 2:221).
Hal ini terlihat menarik. Sebab Al-Quran melarang seorang pria Muslim menikahi wanita musyrik. Islam memberikan syarat-syarat ketika menikahi seorang wanita. Setidaknya inilah yang dikatakan HR. Bukhari dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”
Jika Qs 2:221 melarang seorang pria Muslim menikahi wanita musyrik, lantas ada baiknya kita melihat dalam ayat Al-Quran lainnya. Dikatakan, “(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu. . . ” (Qs 5:5).
Dua hal berbeda yang disampaikan Al-Quran soal pernikahan beda agama. Di satu sisi dilarang, tetapi di sisi lain diperbolehkan. Bukankah ini sesuatu yang membingungkan?
Dampak Pernikahan Beda Iman
Dalam ajaran Nasrani, hal ini juga menjadi sesuatu yang perlu dipertimbangkan.Sebab sabda-Nya, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14).
Ayat di atas sudah menjadi sebuah ketetapan. Bahwa kita hendaknya jangan memilih pasangan yang tidak seiman. Dalam hal ini, yang tidak percaya kepada Isa Al-Masih. Tentu Allah sudah mengetahui dampak-dampak terburuk yang akan terjadi, jika menikah dengan pasangan yang tidak seiman.
Misalkan saja, dalam ajaran Isa Al-Masih suami haruslah mengasihi isterinya. Sementara dalam ajaran Islam, salah satu cara mengasihi isteri yaitu diperbolehkannya memukul untuk mendidik. Jelas hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Allah, bukan? Memukul tidak saja menyakiti fisik sang isteri, tetapi juga menyakiti hatinya.
Ajaran kasih yang diajarkan oleh Isa Al-Masih, dapat terealisasi dalam kehidupan berumah tangga. Isa Al-Masih pernah berkata “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu…” (Injil, Rasul Besar Yohanes 13:34).
Konflik Karena Ajaran dan Fondasi Agama
Selain contoh di atas, cara pandang tentang keselamatan juga dapat menimbulkan konflik dalam pernikahan beda agama. Kitab Suci Allah mengatakan, seseorang diselamatkan oleh karena anugerah saja, dengan percaya pada penyaliban Isa Al-Masih. “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita–oleh kasih karunia kamu diselamatkan” (Injil, Surat Efesus 2:4-5).
Sementara agama lain mengajarkan kunci keselamatan adalah mengerjakan syariat-syariat agama. Seperti: Memberi zakat atau naik haji. Sehingga mungkin suami ingin mengeluarkan dana jutaan rupiah untuk naik haji. Tetapi isteri ingin menghemat pendapatan keluarga untuk pendidikan anak.
Mungkinkah “satu kapal, dua nahkoda”? Jelas tidak, bukan? Demikian juga dalam rumah tangga. Penting bagi suami dan isteri untuk menetapkan Kitab Suci mana yang akan dijadikan sebagai “nahkoda.” Nahkoda yang benar, yang dapat dijadikan sebagai etika dan menjamin keselamatan jiwa keluarganya. Sebab kebahagiaan dua orang yang jatuh cinta ditentukan oleh etika pernikahan, serta kunci keselamatan jiwa yang mereka pegang. Dan yang terpenting ialah bagaimana mendapatkan keselamatan kekal.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana Menurut saudara tentang pernikahan beda agama yang sedang marak terjadi? Jelaskan!
- Dampak-dampak apa sajakah yang terjadi dalam pernikahan beda agama? Sebutkan!
- Mengapa Al-Quran tidak konsisten dalam memberikan ketetapan antara Qs 2:221 dan Qs 5:5? Sebutkan alasannya?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda*****pada komentar-komentar yang kami merasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Perkawinan beda agama memang tidak dapat dibenarkan karena alasan apapun. Karena akan membawa dampak negatif terhadap perkawinan itu sendiri. Dimana di Indonesia, salah satu pasangan harus berpindah agama atau pura-pura berpindah agama demi terlaksananya sebuah perkawinan. (Dalam hal pasangan itu Kristen dan Islam).
~
Saudara Aog,
Kami sependapat dengan Sdr. Aog bahwa perkawinan beda agama tidak dapat dibenarkan. Karena baik ajaran Islam maupun Kristen melarang hal itu.
Sdr. Aog, perkawinan bukanlah semudah membalikkan telapan tangan. Jadi ketika perkawinan dilandasi kepura-puraan hanya untuk melegalkankan perkawinan kami kira adalah tindakan yang salah. Karena hal inipun akan berdampak negatif dalam perkawinan, betul tidak?
Mungkinkah “satu kapal, dua nahkoda”? Jelas tidak, bukan? Demikian juga dalam rumah tangga. Penting bagi suami dan isteri untuk menetapkan Kitab Suci mana yang akan dijadikan sebagai “nahkoda.” Nahkoda yang benar, yang dapat dijadikan sebagai etika dan menjamin keselamatan jiwa keluarganya.
~
Daniar
~
“Dua hal berbeda yang disampaikan Al-Quran soal pernikahan beda agama. Di satu sisi dilarang, tetapi di sisi lain diperbolehkan. Bukankah ini sesuatu yang membingungkan?”
Kata siapa di satu sisi dilarang di satu sisi dibolehkan? Larangan itu ada untuk wanita Muslim yang akan dinikahi orang munafik seperti kalian ini. Namun boleh lelaki Muslim untuk menikahi wanita non Muslim, dengan diharapkan akan memberi pencerahan kepada wanita tersebut. Di dalam Islam, suami itu lebih tinggi derajatnya bagi istri. karena itu wanita Muslim diwajibkan untuk mengikuti perintah suaminya, kecuali yang buruk. Namun kalau suaminya sesat, apakah akan keluar perintah yang baik?
~
Sdr. Abdulloh,
Mengutip tulisan Anda sbb:
“…Namun boleh lelaki Muslim untuk menikahi wanita non Muslim, dengan diharapkan akan memberi pencerahan kepada wanita tersebut…”
Nah, bukankah Anda sendiri telah memberikan argumentasi yang menjawab pernyataan kami pada artikel di atas? Bahwa dalam Al-Quran ada larangan sekaligus pembenaran untuk menikah beda agama.
Selanjutnya kembali kami kutipkan tulisan Anda:
“…Di dalam Islam, suami itu lebih tinggi derajatnya bagi istri. karena itu wanita Muslim diwajibkan untuk mengikuti perintah suaminya, kecuali yang buruk…”
Jika suami memiliki derajat yang lebih tinggi daripada istri, dihalalkankah perintah suami atas dasar paksaan agar istrinya memeluk Islam? Jika ya, apakah makna inti dari beragama Islam itu sendiri? Sekedar status di KTP, ataukah kehidupan rohaniah yang bersumber dari hati?
Allah di dalam Alkitab justru mengajarkan kesepadanan derajat antara suami dan istri:
“TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” (Taurat, Kitab Kejadian 2:18)
Karena istri adalah penolong yang sepadan bagi suami, Isa Al-Masih mengajaran perkawinan satu iman agar sinergis sehingga menjadi keluarga yang memuliakan Allah:
“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (Injil, Surat 2 Korintus 6:14)
~
Yuli
~
Kristen Klasik itu tak pernah menghargai wanita!
Buka injil lagi dan baca Zaman Renaisense!
~
Sdr. Al Qaéda,
Terimakasih untuk komentar Anda.
Namun karena bahasan yang Anda angkat tidak sesuai dengan topik artikel di atas, kami sarankan Anda mengomentarinya pada artikel berikut: http://tinyurl.com/9fyrnge
~
Yuli
~
Saya menikah dengan pasangan yang seiman, namun pernikahan saya berantakan & bercerai. Sekarang saya berhubungan dengan seorang Muslim yang sangat tidak percaya Yesus Kristus adalah Tuhan. Bagaimana caranya membuat dia percaya? Saya sudah memberikan penjelasan kepada dia namun dia tetap tidak percaya. Dia ingin menikahi saya dalam waktu dekat namun dengan mengikuti ajaran Muslim.
Tolong sarannya. Terima kasih.
~
Sdri. Rosalia,
Terimakasih atas kesediaan Anda berbagi pergumulan bersama kami. Agar komunikasi dan diskusi mengenai pergumulan hidup Anda dapat terlayani dengan baik, kami persilahkan Anda untuk mengirimkan email kepada kami ke alamat sbb:
Kami tunggu email Anda. Terimakasih.
~
Yuli
~
Saudara-saudari,
Bila Anda memiliki pergumulan mengenai teman hidup atau masalah pernikahan dan ingin mendiskusikannya bersama kami, silahkan layangkan email ke: untuk mendapatkan pelayanan yang lebih intensif.
Terimakasih.
~
Yuli
~
Ada perbedaan antara Qs 2:221 dengan Qs 5:5.
QS2:221 adalah jelas orang musyrik termasuk Kristen saat ini levelnya sama dengan musyrik malahan lebih parah, karena sebodoh-bodohnya musyrik tidak sampai hati mengatakan Putra Tuhan lahir dari perawan.
Sedangkan QS5:5 adalah Ahlul Kitab yang masih banyak berkeliaran dimasa itu atau lebih tepat disebut Kristen Unitarian. Mereka bukan Kristen Musyrik seperti Saudara sekarang.
~
Sdr. Penonton,
Terimakasih untuk pemaparan Anda mengenai perbedaan makna antara Qs 2:221 dan Qs 5:5.
Namun mohon dipikirkan ulang mengenai kesahihan isi argumentasi Anda karena kaum Unitarian yang menolak keilahian Isa Al-Masih baru muncul di Eropa pada abad 16 Masehi seiring dengan berkembangnya paham rasionalisme. Sedangkan Al-Quran ditulis pada abad 7 Masehi, jauh sebelum sekte Unitarian muncul.
Perlu kita semua ingat, penguasaan yang baik terhadap fakta sejarah akan memperkuat argumentasi, demikian pula sebaliknya.
~
Yuli
~
“…kaum Unitarian yang menolak keilahian Isa Al-Masih baru muncul di Eropa pada abad 16 Masehi seiring dengan berkembangnya paham rasionalisme…”
Jawab: ya, seperti sekte Yehovah. Tapi Saudara jangan lupa, benih itu sudah lama walaupun muncul lagi di abad 16. Jadi hakikat unitarian justru dari Yesus sendiri yang menyuruh menyembah Allah, bukan menyembah dirinya.
Hal ini sama seperti faham Arius. Saudara melupakan sejarah di abad ke-3 M, pertarungan paham antara Arius dan Antanasius serta pengikut-pengikutnya?
~
Sdr. Penonton,
Seperti telah kami sampaikan sebelumnya, penguasaan fakta sejarah yang baik akan memperkuat argumentasi, namun agaknya hal ini kurang Anda perhatikan.
4 kitab Injil di dalam Alkitab ditulis antara tahun 30-an hingga 60-an Masehi (abad 1), hanya terpaut sekian puluh tahun dari peristiwa kelahiran, kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke sorga. Injil ini ditulis oleh para murid Yesus sendiri.
Lalu, bagaimana dengan pertikaian antara Arius dan Alexader? (Koreksi untuk Anda, kubu Arius pertama kali berselisih dengan kubu Alexander. Athanasius adalah patriarkh penerus Alexander). Agaknya Anda keliru menyebutkan abad perselisihan diantara mereka. Konsili Nicea yang mempertemukan kedua kubu tsb terjadi pada tahun 325 M, itu artinya abad ke-4 Masehi, bukan abad 3.
Ajaran kubu Alexander bersumber dari ajaran Alkitab sendiri (abad 1), yaitu ajaran rasuli, para rasul Yesus yang menjadi saksi mata dari kehidupan dan ajaran Yesus sendiri. Sedangkan ajaran Arius diwarnai filsafat-filsafat dunia yang tidak bersumber dari Alkitab.
Nah, kaum Unitarian baru muncul abad 16, sedangkan Saksi Yehovah baru pada abad 19. Kini, dapatkah Anda pertimbangkan kembali, manakah ajaran yang asli? Siapa menyesatkan siapa?
~
Yuli
~
325 M saya sebut abad ketiga, dan sejarah pertikaian itu sudah sangat mashur. Katakanlah Anda sebut abad ke-4, ya tidak ada masalah cara memahami arti 1 abad.
Mengenai Unitarian yang lahir abad ke-16, sampai sekarang muncul Yohavah. Apakah menurut Saudara Yohavah itu bukan Unitarian? Arius bukan Unitarian?
Jika Yesus bukan Unitarian, mengapa Yesus tidak pernah berkata dirinya Tuhan? Apakah Saudara punya bukti Yesus pencipta bulan bintang? Mengapa Yesus tidak pernah menyuruh menyembah dirinya, malahan menyuruh menyembah Allah? Siapa yang menyesatkan?
~
Sdr. Penonton,
Itulah gunanya memiliki pengetahuan umum yang memadai dan membaca serta memahami sejarah secara benar dari sumber yang tepat. Ketika salah menangkap, apalagi memaknai fakta, maka argumentasi yang diungkapkan selanjutnya menjadi lemah.
Berkait dengan fakta sejarah, salah penyebutan abad dapat berdampak serius karena 1 abad mewakili 100 tahun, masa yang panjang. Tahun 1 hingga 100 disebut abad 1, sedangkan abad 2 dimulai tahun 101 hingga 200. Jadi tahun 325 M sudah masuk pada abad 4. Ini adalah pengetahuan yang universal. Mengenai Konsili Nicea, Anda perlu membaca ulang sejarahnya agar tidak mengalami kerancuan pemaknaan. Wajib Anda telusuri dari akar ajaran manakah Alexander dan Arius berpijak.
Yesus bukan Unitarian seperti asumsi Anda. Bacalah seluruh Alkitab, atau setidaknya 4 Injil dalam Perjanjian Baru. Diperlukan ketajaman kemampuan membaca yang baik untuk menemukan jawabannya.
Berikut sebagian kecil contoh ayat-ayat Alkitab:
Ketuhanan Yesus: silahkan baca Injil Matius 8:2-3, 9:2-7, Injil Yohanes 10:30, 13:13
Yesus Sang Pencipta semesta: Injil Yohanes 1:1-3,14, Taurat Kitab Kejadian 1:14-19
Jika Anda ingin meneruskan diskusi diatas, silahkan mengirimkan email ke: atau menuliskan di kolom komentar pada artikel yang lebih sesuai topiknya: http://tinyurl.com/mbtlyy5.
~
Yuli
~
Saya sangat faham syahadat Nicea.
Tentang pemahaman abad, Saudari benar dan saya pun disini tidak sedang mendikte kalimat abad. Namun saya pun sangat memahami perasaan Saudari atas kegagalan jawabannya, sehingga Saudari mencoba mendikte kalimat yang tidak perlu.
Kembali sebagaimana inti dari pertanyaan saya, terimakasih atas jawaban saudari. Ternyata ayat yang Saudari ajukan sama sekali tidak ada ayat secara eksplisit membuktikan ketuhanan Yesus yang berkata: Aku adalah Tuhan, Aku adalah Allah, Aku pencipta bulan bintang. Sebaliknya Yesus yang Unitarian sebagaimana Arius menganggapnya bahwa Yesus itu ternyata hanya seorang utusan Tuhan sebagaimana Yesus katakan secara eksplisit dalam banyak ayat Alkitab.
~
Sdr. Penonton,
Sebagaimana telah kami sarankan sebelumnya, mengingat bahwa pembahasan yang Anda angkat sudah jauh dari topik artikel di atas, kami sarankan kembali untuk membahasnya via email atau pada link artikel yang telah kami sarankan.
Sebagai bahan pengingat bagi kita semua, mengajukan pertanyaan dan menyimak makna jawaban dari pertanyaan adalah 2 kemampuan yang berbeda. Jika keduanya tidak dimiliki secara seimbang, maka dialog 2 arah tidak akan membawa manfaat. Untuk itu, mari terus belajar ke arah yang lebih baik.
“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal Sulaiman 9:10)
~
Yuli
~
Saudari Yuli,
Saya sudah hadir dan telah mendiskusikannya di tinyurl.com/mbtlyy5. Ternyata disana Admin all Kristen telah gagal membuktikan ketuhananya Yesus. Jika Saudari penasaran, silahkan Saudari jenguk kembali pada artikel tersebut.
Barangkali Saudari punya rekomendasi situs lain yang bisa membuktikan ketuhanan Yesus? Bagaimana?
~
Sdr. Penonton,
Terimakasih telah mendiskusikannya lewat artikel dengan topik yang lebih tepat.
Kami persilahkan Anda merenungkan kembali tanggapan kami mengenai “bahan pengingat” sebagaimana tertulis diatas.
~
Yuli
~
Saudara Admin,
Kami sangat prihatin dengan keadaan Kristen saat ini. Tidak seperti Yahudi yang menggunakan Taurat, masih pantas disebut Ahlul Kitab. Kristen sangat tepat disebut musyrik Jahiliyyah modern karena Kristen telah menyekutukan Tuhan dengan menyatakan Putra Tuhan lahir dari perawan, Sementara seburuk-buruknya musyrik jahiliyah, belum pernah menyatakan putri Tuhan lahir dari perawan.
Kesimpulan: sesungguhnya (Qs 2:221) sangat cocok disebut wabil-khusus buat Kristen musyrik modern adalah pengganti musyrik Jahiliyah kuno.
“Maha benar atas segala Firman-Nya”
~
Sdr. Sumin,
Terimakasih untuk tanggapan Anda mengenai Kristen adalah musyrik modern.
Namun karena bahasan yang Anda angkat tidak sesuai dengan topik artikel, silahkan menanggapinya pada artikel berikut: http://tinyurl.com/cv9lkk9
~
Yuli
~
Saya sudah berumahtangga 25 tahun. Setelah menikah secara Islam, sekarang saya sadari bahwa saya harus setia pada Yesus. Istri dan anak-anak saya Muslim. Bagaimana saya harus bersikap, ya Min? Terimakasih.
~
Sdr. Jonrekday Sir,
Tuhan Yesus yang memanggil Anda menjadi milik-Nya telah menunjukkan kemurahan-Nya melalui Roh-Nya yang terus mendorong Anda kembali kepada Sang Sumber Hidup dan Kebenaran. Karenanya segeralah datang secara pribadi dalam doa pada-Nya untuk mengakui segala dosa Anda, memohon pengampunan-Nya, serta menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadi. Berkomitmenlah setia pada Tuhan Yesus untuk selamanya.
Agar iman Anda terus bertumbuh, Anda perlu menggabungkan diri dengan gereja setempat atau persekutuan orang-orang percaya lainnya agar Anda mendapatkan bimbingan lebih lanjut & tetap kuat menjalani tantangan hidup.
Saudara, kami kirimkan sebuah email bagi Anda agar kita dapat berkomunikasi lebih leluasa. Silakan tengok inbox email Anda. Terimakasih.
~
Yuli
~
Lalu, bagaimana dengan pernikahan antara penganut Kristen dengan Katholik, Min? Apakah diperbolehkan karena keduanya menggunakan kitab suci yang sama? Terimakasih.
~
Sdr. Follower,
Terimakasih untuk pertanyaan Anda.
Untuk dicatat sebagai perkawinan yang sah di hadapan hukum negara RI, harus didahului dengan perkawinan di hadapan pemuka agama. Maka untuk perkawinan antara seorang Kristen & seorang Katholik, harus mendapatkan pemberkatan perkawinan dari salah satu pemuka agama, yakni Pendeta (Kristen) atau Pastor/Romo (Katholik). Penentuan mana yang akan dipilih didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.
Untuk kehidupan selanjutnya, baik suami maupun istri harus tetap mendasarkan kehidupan pribadinya masing-masing maupun rumah tangganya pada satu dasar yang sama, yaitu Isa Al-Masih yang adalah Tuhan, Juruselamat, dan Kepala seluruh jemaat-Nya.
~
Yuli
*
1. Hanya orang yang tidak tahu agama yang berani menikah beda agama dan karena sahwat dan dunia.
2. Sudah jelas hukumnya zinah
3. Qs 5:5 dijelaskan wanita yang diberikan Alkitab sedang ia menerima hukum Allah, tapi jika ia kembali kafir tidaklah diperkenankan bahkan diceraikan. Jadi jangan di tabrak-tabrakkan ayat Al-Quran jika tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat.
*
Sdr. Agus,
Terimakasih untuk kesediaan Anda berpartisipasi menjawab tiga pertanyaan fokus artikel. Berikut tanggapan kami:
#2) Apa keterkaitan antara pertanyaan mengenai dampak perkawinan beda agama dengan jawaban Anda: “hukumnya zinah”? Bukankah “dampak” mengacu pada “akibat lanjutan”, dan bukan “hukum halal-haram”? Bagaimana selaku Muslim Anda bisa mengatakan perkawinan beda agama hukumnya zinah sedangkan dalam Qs 5:5 sendiri menghalalkan seorang pria Muslim menikah dengan seorang wanita yang mempercayai Alkitab? Bukankah mereka menikah secara resmi bukan untuk berzinah? “…(Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan, di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka, dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina, …” (Qs 5:5)?
#3) Tentang Qs 5:5, bagaimana mungkin seorang pemercaya Alkitab sekaligus bisa menerima syariat Islam sedangkan keduanya bertolak belakang? Dan lagi, bunyi ayat yang bertuliskan tanda kurung: “…(tidak menerima hukum-hukum Islam) …” ternyata hanya ada pada Al-Quran terjemahan bahasa Indonesia. Sedangkan naskah dalam bahasa Arab maupun Inggris (Shahih International) tidak ada. Dengan demikian, bukankah Qs 5:5 sendiri menghalalkan perkawinan beda agama dan hal ini bertentangan dengan bunyi hadits sebagaimana termuat dalam artikel di atas?
~
Yuli
~
Ini belum memasuki pernikahan, masih dalam dunia pacaran. Jadi menurut kepribadian saya, tidaklah salah apabila seorang lelaki bisa membimbing dia dan menjadikan calon istri di kelak kemudian hari, mengajarkan menurut sariat Islam dengan pengetahuan yang sederhana ini.
Jujur sudah berapa kali saya tanyakan dengan pacar saya, mengapa dia mau masuk Islam, bukankah kita beda agama? Dia pun menjawab saya akan berubah dengan apa yang ada pada sariat Islam. Begitu tutur katanya.
Tolong bagi yang tahu, sarankan saya lagi dan apabila ini yang terbaik, apakah akan bisa jadi sesuatu yang berkah di kelak kemudian hari?
~
Sdr. Hendra Andi Saputra,
Bagaimana Anda bisa sedemikian yakin dengan janji yang diberikan oleh pasangan Anda? Apa yang menjadi garansinya? Bukankah pada praktiknya, begitu banyak janji yang teringkari?
Bila Anda bersedia mendiskusikannya lebih lanjut dengan kami, Anda dapat menghubungi kami via email lewat alamat kami sbb: .
~
Yuli
~
Lelaki Muslim halal menikahi wanita ahlu kitab/Kristen/Yahudi, halal sampai kiamat. Namun wanita Muslimah haram dinikahi lelaki ahlu kitab selamanya.
~
Sdr. Abdurrohim,
Menurut Anda, apa alasan munculnya aturan tsb? Apakah benar aturan tsb berasal dari Allah? Seandainya ya, mengapa Muslimah haram dinikahi pria Yahudi/Israel atau Kristen yang juga sama seperti Muslim, mengimani Taurat dan Injil sebagai kitab Allah? Mengapa ada pembedaan antara Muslim dan Muslimah? Apakah status dan kedudukan mereka berbeda dalam keyakinan Anda? Sungguhkah Allah Yang Maha Adil membeda-bedakan kedudukan pria dan wanita yang notabene sama-sama ciptaan-Nya?
~
Yuli
~
Apa hukumnya dan apa yang harus dilakukan kalau sudah menikah dan sudah punya anak, tapi sang suami masuk ke agama Kristen?
~
Sdr. Hendri,
Setiap pribadi, apapun statusnya, entah ia lajang atau berumahtangga, bertanggungjawab penuh atas pilihan hidupnya, khususnya yang menyangkut masa depan akhiratnya. Akankah ia menghabiskannya dalam penderitaan kekal, atau kebahagiaan kekal? Bila suami yang Anda ceritakan di atas memilih menjadi Kristen karena dalam Isa Al-Masih ia menerima pengampunan Allah, pemulihan hati dan hidup, serta jaminan keselamatan kekal, sesungguhnya ia telah memutuskan yang terbaik dalam hidupnya.
Nah, bagaikana dengan kita, sudahkah masa depan akhirat menjadi prioritas penting dalam hidup? Akankah kita abaikan nasib kekekalan yang pasti akan kita jalani tanpa pernah bisa berakhir? Jika berada dalam kesengsaraan abadi, bukankah penyesalan tiada guna? Keputusan hidup yang kita buat di dunia ini menentukan ke mana kita akan menghidupi kekekalan. Isa Al-Masih adalah kunci nasib kebahagiaan kekal kita. Mari pelajari lebih dalam siapa Isa Al-Masih lewat artikel berikut: https://tinyurl.com/y5ea965w.
~
Wanita musyrik dengan wanita ahli kitab ini berbeda saudaraku. Al Quran itu bukan bertentangan, namun orang yang mengatakan dan menganggap bertentangan itu yang belum cukup ilmu untuk mengetahuinya, apalagi memahaminya.
Orang (wanita) ahli kitab itu, adalah orang-orang (wanita) yang sama-sama mengetahui bahwa Allah itu maha esa, namun telah dibengkokkan (dirombak) ajarannya seperti Yahudi dan Kristen. Sedangkan orang-orang (wanita) musyrik itu sama sekali tidak mengenal Allah seperti wanita Budha, Hindu, Shinto, dsb.
~
Muslim Sejati,
Memang itu seolah-olah tidak bertentangan. Tetapi jika kita mendalaminya, maka itu menjadi bertentangan. Bukankah Islam dan ahli kitab berbeda agama?
Jika ini berbeda agama, maka ayat tersebut menjadi bertentangan. Kitab suci Injil lebih konsisten dalam menjelaskan hal ini, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya…”
Ini menjelaskan menikah beda agama membawa mudharat, bukan manfaat. Dan hanya Isa Al-Masih yang dapat memberikan kebahagiaan karena Isa Al-Masih yang dapat menolong manusia diterima Allah. Bagaimana perasaan Anda mengetahui ini?
~
Solihin