Seorang pria Muslim menceraikan istri tanpa alasan yang jelas. Hal ini menjadi permulaan perjalanan rohani sang istri, yang membawanya pada Alkitab sebagai jawaban. Dia menjadi Kristen ketika menemukan kekudusan pernikahan dalam Alkitab. Inilah pengalaman nyata dari Bilquis Sheikh. Dia penulis buku “I Dared to Call Him Father” (Chosen Books of The Zondervan Publishing House, Grand Rapids, Michigan, 1978).
Al-Quran dan Perceraian
Salahkah bila suami menceraikan istri yang tidak dicintai lagi? Bukankah Allah dalam kitab-Nya memperbolehkan?
Bila pria Muslim yang melontarkan pertanyaan tersebut, Anda tidak salah. Karena Al-Quran berkata, “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya” (Qs 4:130). Lewat ayat ini, Allah dalam Al-Quran memperbolehkan perceraian.
Sepintas ayat tersebut terdengar sangat bijaksana. Tidak salah bila pria Muslim berlindung pada ayat tersebut tatkala dia memutuskan menceraikan isterinya. Namun faktanya, masalah yang timbul akibat perceraian bukan materi saja. Tapi juga psikologi isteri dan anak.
Bercerai = Berdusta pada Allah dan Jodoh
Sepasang pria dan wanita yang saling mencintai, di hari pernikahan mereka saling mengucapkan janji. Disaksikan oleh para saksi dan Allah tentunya. Berjanji akan saling mencintai, mengasihi, dan saling menerima dalam setiap situasi, senang maupun susah. Seumur hidup mereka. Sungguh janji yang indah, bukan?
Firman Allah dalam Kitab-Nya dengan jelas berkata “Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya” (Kitab Imamat 19:11)
Menceraikan istri berarti mengingkari janji pernikahan. Melanggar janji kepada Allah jelas mendukakan hati Allah. Upah apakah yang Anda dapatkan dari mendukakan hati Allah selain dosa? Oleh sebab itu, janganlah pernah melanggar perintah Allah yang berkata, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah (suami-isteri), tidak boleh diceraikan manusia” (Injil, Rasul Markus 10:9) Bila Anda melanggarnya, maka sama saja Anda berdusta!
Kunci Menolong Pria Muslim dan Kristen Menghindari Perceraian
Perceraian bukan hanya terjadi di kalangan keluarga Muslim. Pria Kristen pun banyak yang menceraikan isterinya. Seiring dengan berjalannya waktu, terkadang menimbulkan konflik. Sayangnya, konflik-konflik tersebut sering digunakan sebagai alasan untuk bercerai.
Hal yang tepat untuk dilakukan pada kondisi ini adalah meminta pertolongan dari Isa Al-Masih. Dengarkanlah perkataan-Nya, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Injil, Rasul Besar Matius 11:28). Apakah saat ini Anda sedang mengalami berbagai tekanan dalam pernikahan? Datanglah kepada Isa Al-Masih. Dia berkuasa memberi Anda jalan keluarnya!
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Bagaimana pandangan saudara tentang pria yang tega menceraikan isterinya?
- Mengapa saudara merasa perceraian merupakan hal yang mendukakan hati Allah?
- Bagaimana sebaiknya mengatasi konflik yang terjadi dalam pernikahan? Jelaskan!
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. Atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Di dalam Islam, perceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan dengan alasan dan sebab-sebab tertentu. Perceraian dapat dilakukan dengan cara talak, fasakh, dan khuluk atau tebus talak.
Dalam Islam sudah diatur tentang nikah bahkan percerain, sudah komplit. Tolong dipelajari lagi tentang hukum Islam, baik dari Al-Quran ataupun Hadits.
~
Sdr. Mujahid,
Terimakasih untuk pemaparan Anda mengenai akidah Islam tentang nikah dan cerai.
Jika Qs 5:46 membenarkan Taurat & Injil sebagai kitab Allah yang menjadi cahaya & petunjuk bagi orang bertakwa, maka secara tidak konsisten ajaran Al-Quran mengenai nikah & cerai sebagaimana Anda tuturkan di atas justru bertentangan dengan ajaran Taurat & Injil. Dalam kedua kitab ini, Allah menghendaki kesetiaan seorang suami & seorang istri sebagai pribadi-pribadi yang telah dipersatukan Allah, yang tak dapat diceraikan manusia dengan sekehendak hatinya (Taurat, Kitab Kejadian 2:24 dan Injil Markus 10:9).
Bagaimana tanggapan Anda dengan pertentangan ini?
~
Setiap Muslim (dan ini sudah pasti) bahwa setiap pernikahan diharuskan menjalani secara Islam dan akad nikahpun harus diridhoi Allah SWT dengan mengucapkan syahadat sebagai ikatan suami istri yang sah. Tapi sungguh aneh, mengapa Allah SWT mengijinkan perceraian? Bukankah kedua mempelai telah bersumpah kepada-Nya?
Isa Al-Masih mengatakan, apa yang telah dipersatukan tidak seorangpun yang boleh memisahkan mereka. Begitu pula Isa Al-Masih sendiri tidak menghendaki adanya perceraian.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk argumentasi yang Anda berikan. Apa yang Anda sampaikan benar karena didasarkan pada Firman Tuhan di dalam Alkitab yang harusnya menjadi dasar bagi kehidupan setiap umat yang mengaku bertakwa kepada Allah, bukan mengabdi kepada ego manusia yang telah diliputi dosa.
~
Yuli
~
Untuk Mimie,
Seandai suami Anda seorang pemabuk, tukang zinah, tidak menafkahi Anda dan keluarga, dll, selalu melanggar perintah Tuhan, apa Anda mau diam saja?
~
Sdr. Mujahid,
Itulah sebabnya kita kita harus bersandar pada Firman Allah dalam memutuskan segala perkara, termasuk tentang pasangan hidup agar kita tidak salah pilih dengan akibat buruk di kemudian hari. Artikel berikut membantu kita: http://tinyurl.com/ppqqrhq.
Tapi, ada kalanya apa yang Anda sampaikan masih terjadi. Perceraian bukan solusi yang bijak. Bukankah Allah lebih menghendaki kesejahteraan kita daripada dampak buruk perceraian? Bukankah Allah setia pada umat-Nya sehingga menuntut kesetiaan hidup dari kita juga?
“Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu” (Injil, Surat 1 Rasul Petrus 3:1-2)
~
Yuli
~
Untuk Sdr. Mujahid,
Terimakasih atas respon Saudara.
Kasus yang Saudara paparkan sering terjadi. Sebagai mantan Muslimah, saya sangat prihatin jikalau ini menimpa pada wanita Muslim. Dalam hukum Islam, wanita juga berhak mengajukan talak jika merasa pasangannya tidak sanggup melakukan kewajiban sebagai seorang suami. Karena diridhoi agama, banyak wanita mencari dalil-dalil untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Disini mereka telah melanggar hukum agamanya yang menetapkan kewajiban seorang istri.
Puji syukur alhamdulilah kepada Isa Al-Masih yang mengajarkan untuk tetap menjaga kesucian dan berharap dalam penantian & doa kepada Allah sumber pengharapan, agar suami dapat insaf dan kembali. Ingatlah hai para Muslimah, dalam Al-Quran juga mengajarkan supaya kita tetap menjaga kesucian.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk jawaban Anda kepada Sdr. Mujahid.
Apa yang Anda sampaikan telah memperjelas maksud dari isi Surat 1 Rasul Petrus 3:1-2 sebagaimana kami tulis sebelumnya. Kiranya hal ini dapat menguatkan para istri dalam kesetiaan dan pengharapan penuh kepada Allah atas pergumulan rumah tangga yang sedang dihadapi.
“Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan” (Zabur Mazmur 130:7).
~
Yuli
~
“Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan” (Zabur Mazmur 130:7).
Kalau boleh tahu, Tuhannya yang mana, Allah, Yesus atau Roh Kudus?
~
Sdr. Mujahid,
Silakan pelajari kembali artikel berikut: http://tinyurl.com/q6z977d untuk mendapatkan jawabannya.
~
Yuli
~
Staff Isa Islam dan Kaum Wanita,
Bagaimana jika seorang pria Kristen diceraikan oleh istrinya yang Kristen juga? Apakah pria Kristen tersebut berdosa jika pria tersebut ingin menikah kembali dengan wanita Kristen lainnya?
Terimakasih.
Salam.
~
Sdr. Kurnianto,
Pada prinsipnya, firman Allah dalam Injil Matius 19:6 adalah: “… apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia …”. Perkawinan selalu melibatkan janji kesetiaan diantara 2 insan di hadapan Allah. Jika perceraian terjadi, [u]keduanya berdosa[/u] karena melanggar janji. Pada kasus yang Anda tanyakan, ada 1 pertanyaan penting yang perlu Anda jawab: [u]hal apakah yang menyebabkan perceraian itu terjadi?[/u]
Isa Al-Masih berfirman, “… Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (Injil, Rasul Besar Matius 19:8-9).
Anda dapat menuliskan jawaban via email () agar lebih leluasa. Melaluinya, kita akan mendiskusikannya agar solusi terbaik dapat ditemukan. Terimakasih.
~
Yuli
*****
Staf Isa dan Islam menulis:
2. Mengapa saudara merasa perceraian merupakan hal yang mendukakan hati Allah?
Jawab: Karena saya beriman kepada Allah Yang Esa dan percaya bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah, maka saya yakin kepada sabda Rasulullah yang mengatakan, “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian”. Ini menunjukkan di satu sisi bahwa terkadang perceraian itu tidak bisa dihindari hingga jika ada satu pasangan yang memang tidak ada kecocokan masih dipaksakan untuk terus, itu akan merugikan semua pihak. Maka diperbolehkan perceraian, tetapi diingatkan bahwa perceraian itu halal tapi paling dibenci Allah. Seseorang yang hanya mengharapkan ridho Allah SWT akan sangat memahami makna ‘hal yang halal tetapi sangat dibenci’.
Salam.
*****
Sdr. Jeannette,
Terimakasih untuk partisipasi Anda dalam menjawab salah satu pertanyaan artikel.
Menanggapi jawaban Anda yang berprinsip pada iman kepada Allah yang esa serta Muhammad yang Anda yakini sebagai rasulullah, ada satu pertanyaan penting yang perlu direnungkan: Mengapa sabda nabi Anda bertentangan dengan sabda Allah yang esa, yang 7 abad sebelumnya telah berfirman: “… apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia …” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6)? Dengan demikian, ungkapan: “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian” adalah pemikiran Allah sendiri, atau keinginan ego manusia yang cenderung melanggar kesetiaan dengan mengatasnamakan “ketidakcocokan”?
~
Yuli
~
Jeannette menulis:
Karena saya beriman kepada Allah Yang Esa dan percaya bahwa nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah, maka saya yakin kepada sabda Rasulullah yang mengatakan “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian”.
Respon:
Sangat sukar dipahami karena sabda ini tidak langsung dari Allah. Isa Al-Masih tak pernah berkata demikian.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk tanggapan Anda kepada Sdr. Jeannette.
Apa yang Anda sampaikan benar. Sabda siapakah yang lebih kita taati, Firman Allah atau perkataan manusia yang justru bertentangan dengan Firman Allah?
Isa Al-Masih mengajarkan: “Demikianlah mereka [u]bukan lagi dua, melainkan satu[/u]. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6).
Pengajaran Isa Al-Masih di atas sejalan dengan firman Allah di dalam Taurat: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga [u]keduanya menjadi satu daging[/u]” (Taurat, Kitab Kejadian 2:24).
~
Yuli
~
Perceraian dalam Islam saya kira sudah sangat jelas.
Menanggapi balasan dan pertanyaan anda terhadap balasan Sdr. Mujahid:
“…tidak konsisten ajaran Al-Quran mengenai nikah & cerai …”
Islam datang berupa penyempurnaan terhadap apa yang sudah diturunkan terlebih dahulu kepada rasul dan nabi sebelum nabi Muhammad. Oleh karena itu, kitab Allah Al-Quran berlaku sepanjang zaman apapun kondisi perubahan zaman. Tidak ada satu hal pun yang bertentangan. Silakan Anda cari pertentangan dalam kehidupan ini yang terdapat dalam Al-Quran. Niscaya Anda tidak akan menjumpainya kecuali Anda adalah seorang pendusta.
~
Sdr. Teuku,
Tentu Anda setuju bahwa penyempurnaan selalu bertujuan memperbaiki keadaan, bukan? Nah, saat Al-Quran sebagai kitab penyempurna menyetujui perceraian, mengapa perceraian banyak menjadi pangkal masalah yang lebih besar bagi generasi dari produk keluarga “broken home”? Bukankah kitab penyempurna seharusnya menawarkan solusi yang lebih baik?
Hal kedua yang perlu direnungkan:
Jika Allah memakai modus “kitab penyempurna” untuk merevisi firman-Nya (Taurat & Injil) di masa lalu, maka kelak sangat dimungkinkan muncul kitab lain setelah Al-Quran. Hal ini nyata karena perceraian yang ditawarkannya tidak sempurna menyelesaikan masalah rumah tangga. Bukankah demikian?
Tapi, tentu saja logika di atas tak masuk akal. Ini bertentangan dengan sifat Allah yang Mahabenar (tak pernah salah, tak perlu merevisi) dan Mahakuasa yang perkasa menjaga keabadian firman-Nya.
~
Yuli
~
Mimie Menulis:
“…Sangat sukar dipahami karena sabda ini tidak lansung dari Allah. Isa Al-Masih tak pernah berkata demikian…”
Jawab: Jelas Anda tidak dapat memahami karena Anda tidak beriman kepada Allah SWT dan tidak percaya Rasulullah adalah utusan-Nya.
Salam.
~
Sdr. Jeannette,
Tentu Anda setuju bahwa seorang utusan harus memberitakan pesan sesuai dengan maksud Sang Pengutusnya, bukan?
Nah, Jika Allah Sang Pengutus pada 1100 tahun sebelum Al-Quran telah berfirman: “Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN …” (Kitab Nabi Maleakhi 2:16), dan 400 tahun setelahnya disusul dengan firman-Nya: “… apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia …” (Injil, Rasul Besar Matius 19:6), mungkinkah 7 abad setelah Injil ditulis, sang utusan tiba-tiba bersabda: “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian”? Dari manakah istilah “halal” disimpulkan? Bukankah apa yang dengan jelas Allah benci & larang, lebih dimaksudkan “haram”, bukan?
~
Yuli
~
Respon kepada Jeannette:
Kita perhatikan lagi kalimat ini: “Sesuatu yang halal tetapi paling dibenci Allah adalah perceraian”.
Sebagai Rasul, Muhammad seharusnya menjadi teladan yang baik. Dalam hal ini dia telah melanggar hakikat ajaran Allah. Jika sesuatu dibenci Allah, seharusnya kita juga menghindarinya. Silakan direnungan.
Wassalam.
~
Sdri. Mimie,
Sebelumnya kami mohon maaf karena argumentasi yang Anda angkat terpaksa kami hapus agar diskusi kita tidak meluas keluar dari topik artikel. Namun, pada dasarnya apa yang Anda sampaikan kepada Sdr. Jeannette perlu menjadi pertimbangan bagi kita semua. Seorang utusan Allah harus mengajarkan dan memberikan suri teladan yang sama dengan apa yang Allah utuskan.
Firman Allah telah mengingatkan kepada kita: “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?” (Injil, Rasul Besar Matius 7:16).
Sangat perlu bagi setiap kita menguji manakah ajaran Allah sejati, salah satunya melalui teladan yang dihasilkan.
~
Yuli
~
Untuk Mimie,
Tolong diperhatikan 2 komentar saya sebelumnya, adakah yang menjelekkan Nasrani seperti Anda menjelekkan Rasulullah? Seharusnya diskusi ini dengan hati bersih, bukan memburuk-burukkan yang tidak seiman dengan kita.
Salam.
~
Sdr. Jeannette,
Apa yang Anda sampaikan sangat baik bahwa dalam forum ini, marilah kita kedepankan diskusi yang sehat berdasarkan fakta serta kejernihan logika. Dengan demikian akan melatih kearifan sikap dalam menelaah & menerima kebenaran.
Sejalan dengan hal itu, mohon maaf bila sebagian argumentasi Anda untuk menjawab komentar Sdri. Mimie (demikian juga dengan komentar Sdri. Mimie sendiri) kami hapus agar diskusi kita tidak melebar keluar dari topik artikel.
Kembali kepada artikel, bagaimana Anda menanggapi pertanyaan nomor 3? Berikut kami kutipkan: “Bagaimana sebaiknya mengatasi konflik yang terjadi dalam pernikahan? Jelaskan!”
Meneruskan pertanyaan tersebut, dapat pula ditambahkan: “Menurut Anda, apakah perceraian adalah solusi yang baik bagi konflik rumah tangga?”
~
Yuli
~
Untuk Sdr. Mujahid,
Dengan memperhatikan kembali pedoman memasukkan komentar seperti yang telah tertulis di bagian bawah setiap artikel, dengan ini kami mohon maaf telah menghapus 3 kolom komentar Anda yang tidak berkaitan dengan isi artikel di atas. Namun Anda tidak perlu khawatir. Dengan senang hati kami dapat melayani diskusi tentang topik yang Anda angkat tersebut jika Anda berkenan menulis komentar Anda pada wall artikel yang sesuai (http://tinyurl.com/q6z977d).
Bila Anda menginginkan diskusi dengan komunikasi yang lebih leluasa (tidak terbatas dengan jumlah karakter komentar pada wall artikel), kami persilakan Anda mengirimkan email kepada kami:
Terimakasih.
~
Yuli
~
Untuk Sdr. Aku, Sdri. Mimie, Sdr. Muslim, dan Sdr. Islam Adalah Kasih,
Agar diskusi kita tidak semakin melebar keluar dari topik artikel yang dibahas, maka dengan terpaksa kami menghapus komentar Anda. Untuk itu kami mohon maaf.
Dengan senang hati kami persilakan Anda menanggapi salah satu dari 3 fokus pertanyaan artikel di atas agar diskusi kita lebih tepat sasaran:
1. Bagaimana pandangan saudara tentang pria yang tega menceraikan isterinya?
2. Mengapa saudara merasa perceraian merupakan hal yang mendukakan hati Allah?
3. Bagaimana sebaiknya mengatasi konflik yang terjadi dalam pernikahan? Jelaskan!
Terimakasih.
~
Yuli
~
Jeannette menulis: “…Tolong diperhatikan 2 komentar saya sebelumnya, adakah yang menjelekkan Nasrani seperti Anda menjelekkan Rasulullah? Seharusnya diskusi ini dengan hati bersih, bukan memburuk-burukkan yang tidak seiman dengan kita…”
Respon:
Saua hanya menanggapi, tidak ada maksud menjelekan, Mari kita kembali pada topik yang dipertanyakan dan ulasan Mbak Yuli sudah sangat jelas. Terima kasih Mbak Yuli atas peringatannya.
Jawaban saya untuk #1 dan #2:
Jika ini terjadi dalam keluarga Kristen, mereka, baik pria maupun wanita telah melanggar perintah Isa Al-Masih.
Jawaban #3:
Jika seseorang yang setia mengikuti Isa Al-Masih, tidak ada yang mustahil dalam menyesaikan segala perkara.
Salam untuk semua.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk pengertian serta partisipasi Anda dalam menjawab 3 fokus pertanyaan artikel, kami sangat menghargainya.
Menanggapi 3 jawaban yang Anda berikan, Anda telah memegang prinsip yang benar dari Firman Tuhan. Allah menghendaki kesetiaan perkawinan, bukan perceraian.
Mari belajar bertanggung jawab dengan ikrar kesetiaan perkawinan yang telah kita ucapkan di hadapan Allah.
~
Yuli
~
Kepada Admin,
Sebelum kita membahas lebih dalam masalah yang diangkat, baiknya kita mempelajari diri kita sendiri.
Perceraian banyak penyebabnya, dan tidak selalu perceraian identik dengan kejahatan pria. Di sisi kitapun perceraian dimungkinkan. Baca Matius 5:31 “Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya”. Unsur-unsur apa yang diperbolehkan dapat dibaca di ayat-ayat selanjutnya.
Perceraian dimungkinkan bila salah satu pasangan melanggar larangan agama. Janganlah kita selalu berprasangka bahwa kita yang paling benar. Dalami dahulu makna Alkitab dengan sebenar-benarnya, jangan menguliti keyakinan lain yang akhirnya malah mengotori keyakinan kita. Jangan memperlihatkan kebodohan.
Terima kasih,
AST
~
Sdr. Sigit Tjahjono,
Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan.
Artikel di atas mengemukakan [u]prinsip dasar Firman Allah untuk pernikahan[/u]. Saat menikah, ikrar diucapkan mempelai di hadapan Allah & para saksi, apapun prosesi nikah agama yang berlangsung. Tentu Anda yakin bahwa Allah setia, bukan? Nah, janji setia yang diucapkan mempelai sangat Allah hargai. Karenanya, mempelai harus bertanggung jawab atas janji yang diucapkannya, sebab Firman Allah mengingatkan: “… janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya” (Kitab Imamat 19:11). Jadi, bila memutuskan bercerai, mempelai tsb ingkar janji sekaligus melanggar ketetapan Allah, yakni dusta.
Prinsip dasar kedua dari Firman Allah adalah “… apa yang telah dipersatukan Allah (suami-isteri), tidak boleh diceraikan manusia” (Injil, Rasul Markus 10:9). Ayat ini menopang prinsip dasar pertama.
Apa yang Anda sampaikan hanyalah [u]fenomena[/u] dalam perkembangan masyarakat, [u]bukan prinsip dasar pernikahan menurut Firman Allah[/u]. Injil Matius 5:31 yang Anda angkat harus dipahami dengan melibatkan ayat 32. Barulah akan Anda temukan kesesuaian makna kedua ayat tersebut dengan prinsip dasar Firman Allah di atas (Injil Markus 10:9).
~
Yuli
~
Wah, komentar saya dihapus.
~
Blog ini tidak sehat. Komentar yang memberikan pencerahan terhadap persoalan namun tidak menguntung pihaknya segera dihapus, sedangkan komentar yang menambah rumit masalah bahkan melecehkan pihak lain dipertahankan.
~
Sdr. Aku dan Sdr. Muslim,
Tentu Anda setuju dengan ungkapan “Marilah kita mawas diri”, bukan? Nah, komentar Anda dan beberapa rekan lain (baik Islam maupun Kristen) beberapa hari terakhir banyak berdatangan pada wall artikel ini. Kami sangat senang menerima respon Anda sekalian. Namun, karena argumentasi yang dikemukakan sudah keluar dari topik artikel, maka demi kenyamanan bersama, komentar-komentar tersebut kami hapus agar diskusi kita tetap berfokus pada topik artikel. Hal ini juga telah kami beritahukan sebelumnya sebagai bentuk penghargaan kami kepada Anda (lihat komentar kami: # Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-03-16 14:58).
Ke depan, mari kita hargai peraturan pedoman pemberian komentar sebagaimana tertulis pada bagian bawah artikel. Terimakasih.
~
Yuli
~
Sebaiknya blog ini ditutup karena lebih banyak mudharat daripada manfaat. Melihat sesuatu persoalan jangan memakai kacamata kuda. Lihatlah dengan pandangan yang jernih, lalu tanyakan pada nurani.
~
Sdr. Muslim,
Ya, kami sangat sependapat dengan apa yang Anda sampaikan bahwa kita harus melihat persoalan dengan pandangan yang jernih dan menayakannya pada hati nurani.
Ketika prinsip dasar kebenaran Firman Allah telah menegur pemikiran kita yang selama ini keliru, seringkali hanya mengikuti ego dan nafsu pribadi, bagaimanakah kita bersikap? Tunduk dan taat terhadap kedaulatan Allah, atau sebaliknya membentuk argumentasi pertahanan diri? Pilihan ada pada masing-masing pribadi.
“Siapa memperhatikan firman akan mendapat kebaikan, dan berbahagialah orang yang percaya kepada TUHAN” (Kitab Amsal Sulaiman 16:20).
~
Yuli
~
“(ayat 31)Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya. (ayat 32) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah” (Injil, Rasul Besar Matius 5:31-32)
Pemahaman saya:
Ayat 31: “Telah difirmankan …” Ini menurut hukum Taurat.
Ayat 32: “Tetapi Aku berkata kepadamu …” Ini sabda Isa Al-Masih.
Dan diperkuat Injil Matius 19:6 adalah: “… apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia …”.
Untuk pengikut setia Isa Al-Masih, ingatlah bahwa Allah tak menghendaki perceraian dan dalam Isa Al-Masih pasti ada solusi.
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih atas penjelasan singkat Anda mengenai Injil Matius 5:31-32. Berikut kami tambahkan:
Sesuai isi ayat 17, Isa Al-Masih datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan menggenapinya. Ayat 31-32 adalah salah satu sabda Isa Al-Masih yang meluruskan makna sejati dari hukum Taurat yang selama ini dipahami secara sepotong, bahkan disalahartikan oleh orang Israel (dan mungkin juga oleh sebagian manusia modern).
Pada penjelasan sebelumnya (# Staff Isa Islam dan Kaum Wanita 2015-03-18 10:31), prinsip dasar Firman Allah untuk pernikahan adalah: “Tidakkah kamu baca … Ia yang menciptakan manusia sejak semula … Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. … bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Injil Matius 19:4-6). Ini dikutip dari kitab Taurat (Kitab Kejadian 2:24).
Kembali pada Injil Matius 5:31, Isa Al-Masih mengutip dari hukum Taurat pada zaman Musa (Kitab Ulangan 24:1-4) tentang surat cerai. Ketetapan Musa tsb [u]bukan pembenaran atas perceraian[/u], tapi bentuk kelonggaran karena ketegaran hati Israel. Ini ditekankan Isa Al-Masih dengan sabda-Nya: “… Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian” (Injil Matius 19:8).
Ayat 32 dalam Injil Matius 5 dipakai Isa Al-Masih untuk menegur kebobrokan manusia yang menyalahgunakan hukum Taurat (bercerai). Kitab Ulangan 24:1 menyebutkan “… dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu …” banyak digunakan suami-istri untuk alasan bercerai tanpa menghormati ketetapan Allah (Kejadian 2:24, Matius 19:6). Menceraikan pasangan hanya karena tidak cinta lagi, tidak cocok, dll, sama dengan menjadikan diri sendiri & pasangannya berzinah saat menikah lagi dengan orang lain.
~
Yuli