Suami dan isteri adalah dua pribadi yang sudah terikat dalam satu pernikahan. Walau kita sering mendengar istilah “kawin paksa,” namun umumnya pernikahan didasari oleh rasa cinta. Ketika mencintai seseorang, tentu kita menginginkan agar orang tersebut selalu bahagia, bukan Bagaimana tradisi malam pernikahan yang ada di penjuru dunia?
Bagaimana sebenarnya Allah memerintahkan para suami memperlakukan isterinya? Dengan mengetahui kebenarannya akan menolong Anda bersikap benar terhadap isteri Anda.
Mengasihi Isteri atau Memukulnya?
Bagaimana pandangan Islam terhadap hubungan antara suami dan isteri sering menjadi sebuah polemik. Di satu sisi, agama Islam memerintahkan agar suami mengasihi isterinya. “Apa hak isteri terhadap suaminya?” Nabi Saw menjawab, “Memberi isteri makan bila kamu makan, memberinya pakaian bila kamu berpakaian, tidak boleh memukul wajahnya, tidak boleh menjelek-jelekkannya dan jangan menjauhinya kecuali dalam lingkungan rumahmu”(HR. Abu Dawud).
Namun di sisi lain, Al-Quran mengijinkan bahkan menyarankan suami memukul isterinya. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita . . . . pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka . . . ” (Qs 4:34).
Maksud “Potonglah Kepala Kucing”?
Di Indonesia kita mengenal beragama budaya. Termasuk budaya sebelum pernikahan. Misalnya midodareni, siraman, dll.
Kebiasaan atau tradisi serupa juga ada di negara Islam. “Potonglah kepala kucing pada malam pertama pernikahan!” Inilah satu ekspresi yang sudah umum di antara masyarakat Islam Timur Tengah, menurut Dr. Majid Rafizadeh yang dibesarkan di Syria dan Iran.
“Kepala kucing” pada ungkapan di atas merupakan kata figuratif. Bukan berarti membantai kucing dalam arti yang sebenarnya. Tapi berbuat sesuatu yang dahsyat dan ngeri kepada isteri pada malam pernikahan. Tujuannya, agar isteri menaati suami seumur hidup. (Sumber: “The Muslim Renegade – A Memoir of Struggle, Enlightenment and Hope,” Dr. Majid Rafizadeh).
Di Indonesia kita tidak mengenal tradisi malam pernikahan seperti itu. Dapatkah Anda bayangkan bagaimana perasaan isteri Anda, bila pada malam pernikahannya sudah mendapat perlakuan kasar dari suaminya?
Sikap Pria yang Mulia kepada Isteri
Injil Allah mengatakan setiap orang, termasuk suami, perlu memiliki buah Roh. Apakah buah Roh itu? Lihatlah Kitab Injil, Surat Galatia 5:22-23. Buah-buah roh adakah “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.”
Betapa indahnya jika, bukan tradisi malam pernikahan saja tetapi selalu, suami memperlakukan isteri dengan kasih, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kelemah-lembutan!
Oleh sebab itu, setiap pria wajib meminta pertolongan dari Roh Allah, agar dimampukan untuk selalu memperlakukan isterinya dengan kemurahan dan kelemah-lembutan!
[Staf Isa dan Islam – Untuk informasi lebih lanjut, silakan mendaftar untuk menerima secara cuma-cuma Buletin Mingguan “Isa dan Al-Fatihah.”]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, mengapa ada kontradiksi dalam ajaran Islam perihal memperlakukan isteri?
- Bagaimana pandangan saudara tentang sikap suami yang berlaku kasar pada isterinya?
- Menurut saudara, bagaimana seharusnya para suami memperlakukan isterinya?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Tradisi Malam Pernikahan – Malam Potong Kepala Kucing?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS ke: 0812-8100-0718.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
~
Terima kasih ya admin, untuk artikel ini. Sangat bermanfaat untuk perbekalan diri pada saat akan berkeluarga.
~
Sama-sama, Sdr. Robbie Ismail. Artikel-artikel kami bertujuan menjadi sarana berkah bagi seluruh pembaca dalam menapaki kehidupannya. Kami senang bila Anda dapat memetik manfaat dari artikel kami.
Ohya, bagaimana pendapat Anda mengenai ajaran Al-Quran (Qs 4:34) dan Hadits tentang kehidupan berumahtangga, bila dibandingkan dengan kitab Allah dalam Galatia 5:22-23 sebagaimana kami kutipkan dalam artikel? Mana yang Anda pandang lebih bermanfaat sebagai bekal hidup berkeluarga?
~
Yuli
~
Postingan Anda terlalu tendensius. Hanya memasukkan satu ayat seakan-akan Alkitab kalian lebih hebat. Kalau mau, adillah. Masukkan semuanya: “… Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara sebaik-baiknya …” (Qs 4:19).
Atau bacalah 1 Korintus 7:10-11 “Kepada orang-orang yang telah kawin aku — tidak, bukan aku, tetapi Tuhan — perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya”. Hukum yang agak lucu, ” … aku — tidak, bukan aku, tetapi Tuhan …”. Seakan-akan Anda lebih paham hukum untuk manusia daripada Sang Pencipta manusia itu sendiri.
~
Sdr. Gembala Sapi,
Bila Anda mengangkat Qs 4:19 untuk menunjukkan luhurnya ajaran Al-Quran tentang pernikahan, bagaimana dengan ayat lanjutannya? Berikut kami cuplikkan: “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu, dengan istri yang lain …” (Qs 4:20). Dengan demikian Al-Quran mengajarkan suami bersetubuh dengan istrinya dan diperbolehkan menggantinya dengan istri yang lain bila diinginkan. Apakah istri hanya sebatas pakaian pemuas diri yang kapanpun bisa diganti dengan yang lain? Benarkah Allah yang Maha Suci dan Setia mengajarkan ketidaksucian dan ketidaksetiaan kepada umat-Nya?
Kini bandingkan dengan isi Surat 1 Korintus 7:10-11 seperti yang telah Anda kutipkan di atas: “Kepada orang-orang yang telah kawin aku — tidak, bukan aku, tetapi Tuhan — perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya … Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya”. Nyata bahwa pernikahan adalah janji kesetiaan yang Allah sangat hargai sehingga masing-masing pihak harus saling menghargai dan menjaga janji kesetiaan tsb.
Nah, mana yang menurut Anda ajaran Allah sejati: Al-Quran atau Alkitab?
~
Yuli
~
Selamat pagi,
Saya Pak Agus yang sudah pernah menikah sebelumnya. Namun takdir yang akhirnya memisahkan saya dan istri. Istri meninggal dunia di usia pernikahan kami yang menginjak 10 tahun. Pada pernikahan saya yang pertama, saya dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik. Setelah setahun lebih, saya menikah lagi. Namun di usia pernikahan kami yang hampir setahun ini, kami belum dikaruniai anak.
~
Sdr. Agus Prayitno,
Terimakasih atas kesediaan Anda bergabung dalam forum diskusi ini.
Bila Anda memiliki pergumulan pribadi yang ingin dibagikan kepada kami, dengan senang hati akan kami layani melalui email agar lebih efektif. Silakan hubungi kami ke alamat email: .
~
Yuli
~
Kau adalah pemimpin baginya, bukan guru, hakim atau majikan. Sebab kau pun tidak mau diperlukan sebagai seorang murid, sebagai orang yang bersalah atau bahkan sebagai seorang pembantu, bukan?
~
Sdr. Arpan,
Terimakasih atas komentar Anda . Pernyataan yang Anda tujukan bagi para suami terdengar indah. Namun, ada satu pertanyaan yang menggelitik berkait pernyataan Anda di atas: “Kau adalah pemimpin baginya, bukan guru …”. Apakah guru bukan seorang pemimpin bagi orang-orang yang sedang dididiknya? Bukankah jika seorang pemimpin tidak memiliki hati seorang guru, maka ia rawan menjadi diktator, atau sebaliknya, pemimpin yang mudah disepelekan karena tidak mampu memberikan teladan yang baik? Mohon tanggapan Anda.
~
Yuli
~
Qs 4:20 mengatakan, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu, dengan istri yang lain …” maksudnya jika sudah tidak ada kenyamanan diantara suami dengan isteri, suami boleh menceraikannya dan menikahi perempuan yang disenangi dan membuatnya nyaman, baik nyaman ketika dilihat atau nyaman ketika berbicara dengannya.
~
Sdr. Sari,
Apakah isteri hanyalah seperti baju yang bisa diganti setiap saat sekehendak hati? Bila demikian halnya, untuk apa perlu menyatakan ikrar pernikahan di hadapan pemuka agama? Bukankah dengan menjalankan prosesi pernikahan secara keagamaan, sang mempelai seharusnya sadar bahwa pernikahannya bukan hanya disaksikan oleh manusia, tetapi Allah yang Maha Benar dan Setia itu turut menjadi saksinya? Berkenankah Allah kepada orang yang ingkar janji? Apakah Allah yang Maha Benar membenarkan tindakan suami yang menyakiti perasaan istrinya?
Mari simak firman Allah berikut:
“… TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu … Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku membenci perceraian …” (Kitab Nabi Maleakhi 2:14-16).
~
Yuli
~
Terimakasih atas sharing ilmu dan pengetahuannya. Semoga selalu menjadi manfaat bagi semuanya. Salam sukses selalu. Amin
~
Terimakasih kembali, Saudara.
~
Yuli