Di penghujung tahun 2014, kabar mengejutkan kembali terjadi perihal transportasi udara. Salah satu maskapai penerbangan dinyatakan hilang kontak. Beberapa hari kemudian, ditemukan pesawat tersebut jatuh di perairan selat Karimata. Hingga artikel ini dimuat, tim Basarnas dan para relawan belum berhasil mengevakuasi semua korban.
Tentu saja berita ini sangat mendukakan keluarga penumpang. Kesedihan itu tidak saja dialami oleh para keluarga. Seluruh masyarakat Indonesia juga turut merasakan. Ungkapan berduka mulai terlihat di mana-mana, terlebih jejaring sosial.
Ajaran Salah Menimbulkan Kebencian
Satu hal yang mengejutkan dari sekian banyak ungkapan yang dituliskan dalam media sosial, ialah ungkapan dari seorang wanita bernama Rachma Wati. Berawal dari tulisan media Kompas.com yang memuat berita sepasang suami isteri serta balita dari penumpang pesawat tersebut adalah keluarga pendeta dari Korea Selatan.
Menanggapi berita itu, Rachma Wati menuliskan di akun sosialnya “Semoga pesawatnya tidak ditemukan, kalau perlu hancur sekalian. Biar keluarga pendeta tersebut mati dan mengurangi populasi agama Kristen di dunia.”Dan lagi ia menulis kembali dengan kalimat begini, “Saya berkabung hanya untuk saudara seiman, tidak untuk Kristen. Semoga Allah SWT melaknat orang-orang kafir.”
Pertanyaannya, apakah ajaran Allah membenci atau mengasihi? Sikap yang ditunjukkan Rachma Wati, sepertinya perlu dikaji berdasarkan ajaran yang dia terima. Mengapa? Karena ajaran yang salah akan ditanggapi dengan sikap yang keliru.
Antara Isa Dan Islam, “Ajaran Allah Membenci Atau Mengasihi?”
Beberapa hari kemudian, ada satu pernyataan bahwa yang menulis pernyataan tersebut bukan Rachma Wati, wanita berhijab si pemilik akun. Dikatakan, bahwa akun tersebut sudah diretas oleh seseorang.
Entah apa yang membuat kebencian itu tertanam di hati umat Muslim kepada non-Muslim. Ataukah ayat Al-Quran yang terdapat dalam Qs 9:36 mengatakan “Perangilah kaum musyrikin. . .” yang mendasari kebencian tersebut? Atau masih banyak ayat-ayat yang lainnya?
Entahlah, yang jelas ini sangat berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Isa Al-Masih. Dia bersabda “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Injil, Rasul Besar Matius 5:44).
Sabda Isa A-Masih jelas sangat meneduhkan hati. Dikala ada banyak tantangan dan rintangan yang menghalang. Biarlah iman yang mampu berkata dalam hati bahwa hanya Al-Masih yang mampu melawat hati. Di tengah-tengah duka yang terasa bagi para keluarga, kiranya damai dan penghiburan serta pengharapan keselamatan hanya ditujukan kepada Sang Penjamin hidup, yaitu Isa Al-Masih.
Jaminan Keselamatan
“Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Injil, Surat Roma 10:9).
Ini ungkapan iman bagi manusia yang mau percaya kepada Isa Al-Masih. Hanya melalui Isa Al-Masih ada jaminan keselamatan kekal. Manusia berdosa memerlukan pertolongan-Nya. Sekaranglah waktunya kita perlu mengaku dengan mulut dan percaya dalam hati, sebelum terlambat. Sebab hari esok tiada yang tahu.
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut saudara, apakah yang mendasari si penulis (Rachma Wati atau siapapun itu), menuliskan pernyataaan seperti di atas?
- Menurut saudara, manakah ajaran murni dari Allah, membenci seperti dalam Qs 9:36 atau mengasihi seperti dalam Injil, Rasul Besar Matius 5:44?
- Mengapa hanya Isa Al-Masih yang dapat memberikan jaminan keselamatan? Berikan alasan saudara.
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel “Ajaran Allah – Membenci Atau Mengasihi?”, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini. atau SMS/WA ke: 0812-8100-0718
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*****
1. Saya sebagai Muslim tidak seperti itu, kok..
2. Allah itu Ar-Rahman dan Ar-Rahim
3. Kalau mau selamat, yah Islam tentunya
*****
Sdr. Aan Priyadi,
Terimakasih telah berpartisipasi menjawab 3 pertanyaan pada artikel di atas.
Menanggapi apa yang Anda jawab, demikian komentar kami:
1. Kami sangat bersyukur atas kelapangan hati Anda sehingga tidak bersikap seperti oknum yang mengaku sebagai Rachma Wati sebagaimana diceritakan dalam artikel di atas.
2. Jika Allah Ar-Rahman dan Ar-Rahim, mengapa Qs 9:36 justru memerintahkan untuk memerangi orang musyirikin? Bukankah Injil Matius 5:44 lebih mencerminkan sifat Allah yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim sekalipun terhadap musuh?
3. Menurut Anda, apakah nabi Anda, atau bahkan Allah menjamin keselamatan umat Islam di sorga? Jika ya, bagaimana dengan ayat Al-Quran dan Hadits berikut?
“Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan” (Qs 19:71)
“Dari Jabir r.a. katanya dia mendengar Nabi saw. bersabda: “Bukan amal seseorang yang memasukkan saya ke surga atau melepaskannya dari neraka, termasuk juga aku, tetapi ialah semata-mata rahmat Allah swt. belaka” (Hadits Shahih Muslim No.2414)
~
Yuli
~
Yth. Staff Isa dan Islam,
Saya sudah menduga komentar Anda akan seperti itu.
~
Sdr. Aan Priyadi,
Terimakasih atas kesediaan Anda untuk berdialog.
Ketika Anda telah menduga komentar kami, adakah tanggapan atau jawaban yang hendak Anda sampaikan berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan?
~
Yuli
~
Islam bukan seperti itu. Hanya orang yang sangat rendah ilmu keislamannya yang sadis berkomentar seperti itu.
Tolong jangan permalukan Islam dengan kedangkalan ilmumu.
~
Sdr. Damai,
Terimakasih untuk klarifikasi mengenai ajaran Islam sebagaimana Anda sampaikan.
Karena fenomena “komentar Rachma Wati” adalah sebuah contoh yang sangat ironis terhadap musibah maut yang terjadi, kita tidak perlu serta merta beranggapan bahwa Islam sedang dipermalukan.
Fenomena tersebut hanyalah cermin yang harus menjadi bahan introspeksi bersama, apakah sikap kebencian terhadap orang lain yang mungkin selama ini terselip dalam diri kita adalah benar-benar ajaran Allah? Sedangkan Isa Al-Masih sendiri dengan sangat tegas mengajarkan demikian:
“Tetapi Aku [Isa Al-Masih] berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Injil, Rasul Besar Matius 5:44).
Jadi, apakah dibenarkan bila kita membenci, atau bahkan memerangi orang-orang yang dianggap musyrik?
~
Yuli
~
Saya tidak perlu lagi menanggapi atau memberi jawaban karena Anda juga belum paham mengenai Islam. Silahkan dipelajari lagi Al-Quran (30 juz). Semoga mendapat hidayah. Amin.
~
Sdr. Aan Priyadi,
Terimakasih atas tanggapan Anda.
Menurut Anda, sejauh mana Anda memahami Al-Quran? Bagaimana konsep keselamatan yang Al-Quran tawarkan bagi keselamatan kekal Anda? Yakinkah Anda bahwa jika meninggal, Anda masuk sorga?
Artikel berikut sangat menarik untuk Anda renungkan: http://tinyurl.com/86c6zc2
~
Yuli
*****
1. Hal itu tergantung pada kadar keimanan seseorang. Saya sebagai Muslim tidak peduli dalam keadaan apa umat non-Muslim itu meninggal, tetapi bukan bearti saya membenci. Saya juga tidak akan mendoakan yang jelek-jelek untuk non-Muslim karena saya juga punya kadar iman sendiri.
2. Ajaran yang benar hanya datang dari Allah S.W.T. Islam tidak pernah membenci kaum non-Muslim. Tetapi yang dimaksud dengan Qs 9:36 adalah memerangi kaum kafir yang memerangi kami. Karena kaum kafir adalah musuh Allah dan Allah telah melaknat kaum kafir atas kesombongannya.
3. (Injil, Surat Roma 10:9).
Umat Muslim tidak menyakini ayat ini, karena ayat ini tidak dibawa oleh ajaran Al-Masih Isa Putera Maryam, melainkan adalah ayat tambahan yang dibawa oleh Paulus.
*****
Sdr. Arasy,
Terimakasih untuk kesediaan Anda menjawab pertanyaan pada artikel.
1. Kami sangat menghargai kebijaksanaan Anda dalam memandang dan menyikapi sesuatu.
2. Mengenai Qs 9:36, tak dapat dihindari bahwa ajaran ini adalah pembalasan umat Muslim terhadap musuh, bukan? Namun, bagaimanakah dengan firman Tuhan berikut, tidakkah kontradiktif?
“Hak-Kulah dendam dan pembalasan, pada waktu kaki mereka goyang, sebab hari bencana bagi mereka telah dekat, akan segera datang apa yang telah disediakan bagi mereka” (Taurat, Kitab Ulangan 32:35)
“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Surat Roma 12:19)
3. Jika Anda meragukan kebenaran Roma 10:9, bagaimana pula dengan sabda Isa Al-Masih sendiri, tidakkah keduanya bermakna sama?
“Kata Yesus [Isa Al-Masih] kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Injil, Rasul Besar Yohanes 14:6)
“Jawab Yesus [Isa Al-Masih] …: Barangsiapa percaya kepada-Nya [Isa Al-Masih], ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (Injil, Rasul Besar Yohanes 3:1,18).
~
Yuli
~
“Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan” (Qs 19:71)
Maksud dari ayat diatas adalah semua orang akan menyeberangi jembatan sirat-al-mustaqim (QS 1:6) untuk menuju surga dan di bawah jembatan tersebut adalah neraka. Siapa yang terjatuh, maka dia akan tenggelam dalam neraka. Di saat itulah Muhammad berdo’a pada Allah S.W.T. dengan berkata “Selamatkanlah, selamatkanlah, selamatkanlah ya Allah”. Orang yang pertama kali menyebrangi jembatan tersebut adalah Muhammad SAW dan umatnya kemudian disusul oleh Nabi Adam beserta ummatnya sampai Nabi Isa beserta umatnya.
~
Sdr. Arasy,
Terimakasih untuk bantuan Anda dalam menanggapi Qs 19:71.
Apakah ssirat al-mustaquim itu menurut Anda? Jika ssirat al-mustaquim harus dilewati setiap orang, mengapa ada orang yang tergelincir melewatinya? Bukankah ssirat al-mustaquim adalah “jalan yang lurus”? Jika seseorang melewatinya, bukankah ia pasti menuju sorga, karena ia berada di “jalan yang lurus”?
~
Yuli
~
Poin 2:
Islam tidak mengajarkan membalas dendam terhadap musuh karena Allah telah menyediakan hukuman terhadap mereka yaitu neraka. Jika kaum kafir hendak memerangi kami, tentu kami harus memerangi mereka, tidak mungkin saudara kami ditindas lalu kami membiarkannya saja, sebagaimana nabi Musa memerangi Firaun. Berperang bukan berarti membalas dendam. Balas dendam bisa diartikan dilakukan kemudian (disusul). Sedangkan berperang secara bersamaan (serentak).
Poin 3. Isa memang jalan kebenaran. Tetapi dalam Al-Qur’an adalah jalan kebenaran untuk menyembah Allah, bukan berarti menyembah Isa. Isa dalam Islam adalah nabi, ma’af. Sedangkan Yesus dalam Islam adalah kafir. Kami tidak akan mengikuti yang kafir.
~
Sdr. Arasy,
“…Jika kaum kafir hendak memerangi kami, tentu kami harus memerangi mereka…”
Kata “hendak” mengindikasikan perang dari kaum kafir belum benar-benar terjadi, namun kaum Mukmin mengantisipasi dengan memerangi mereka. Benarkah demikian maksud Anda? Jika ya, tidakkah terlalu dini untuk bereaksi?
“…tidak mungkin saudara kami ditindas lalu kami membiarkannya saja, sebagaimana nabi Musa memerangi Firaun…”
Perlu Anda pelajari dalam Taurat (ditulis tahun 1450 SM oleh Musa, sang pelaku sejarah), Musa & bani Israel tidak berperang melawan Firaun & bala tentaranya. Melainkan Allah sendiri yang memusnahkan mereka secara dahsyat saat menyusul bani Israel menyeberangi laut Teberau (kitab Keluaran 14:1-31). Jadi, Allah konsisten dengan firman-Nya dalam Ulangan 32:35 & Roma 12:19, bahwa pembalasan adalah hak Allah sepenuhnya. Silahkan Anda kaji ulang: “Sungguhkah berperang atas nama solidaritas persaudaraan adalah kehendak Allah? Tidakkah kita sedang “menyerobot” hak Allah?”
“… Berperang bukan berarti membalas dendam. Balas dendam bisa diartikan dilakukan kemudian (disusul). Sedangkan berperang secara bersamaan (serentak) …”
Benarkah? Mari perhatikan ulang Qs 9:36, Qs 2:217 dan Qs 9:5. Perang oleh kaum Mukmin tidak boleh dilakukan dalam 4 bulan Haram. Di luar bulan itu, Mukmin harus memerangi dan membunuh kaum kafir: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin … tangkaplah …Kepunglah… dan intailah …” (Qs 9:5). Jadi, bukankah perang Mukmin dilakukan menyusul? Tidakkah dikategorikan balas dendam menurut definisi Anda?
Sdr., sudahkah Anda mengetahui nama Arab untuk “Isa” berasal dari akar kata Ibrani yaitu Yehosyua atau Yesyua Hamasiakh (Al-Masih) yang berarti Tuhan menyelamatkan? Yesyua diindonesiakan menjadi Yesus. Jadi Isa = Yesus. Jika Yesus Anda anggap kafir, bagaimana dengan Qs 3:45 (Al Masih Isa Putera Maryam adalah yang terkemuka di dunia dan akhirat)?
~
Yuli
~
Sirat-al-mustaqim adalah jalan yang lurus untuk menuju surga. Tetapi tidak semua orang bisa melewatinya karena sebagian manusia ada yang berdosa dan hukumannya adalah neraka. Itulah sebabnya ada yang tergelincir. Siapa yang berdosa maka dia akan tergelincir, jatuh dan masuk kedalam neraka.
Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Manusia akan melalui neraka, kemudian mereka akan keluar darinya dengan amal-amal mereka, di antara mereka ada yang melaluinya secepat kilat, kemudian secepat angin, kemudian secepat lari kuda, kemudian secepat penunggang, kemudian secepat larinya seseorang kemudian seperti berjalannya.” [Hadits Riwayat Al-Turmudzi: no: 3159]
~
Sdr. Arasy,
Jika ssirat al-mustaquim adalah jalan lurus menuju sorga, tentu orang yang benar-benar melewatinya pasti selamat, bukan? Jika orang tergelincir ke neraka akibat dosanya, dapat dipastikan bahwa ia sedang [u]tidak[/u] berjalan di jalan yang lurus, bukan?
Nah menurut Hadits yang Anda tulisan, dapatkah disimpulkan bahwa semua orang berdosa sehingga masuk neraka? Jika ya, maka tak ada satupun yang berhasil melalui ssirat al-mustaquim, bukan? Jadi apakah keselamatan sorga dapat dicapai tanpa ssirat al-mustaquim?
Berkait dengan isi Hadits Riwayat Al-Turmudzi: no: 3159 seperti yang Anda tuliskan, bagaimana Anda menanggapi bunyi Hadits berikut, tidakkah kontradiktif? Manakah yang membawa kita ke sorga: amal, atau rahmat Allah?
“Dari Jabir r.a. katanya dia mendengar Nabi saw. bersabda: “Bukan amal seseorang yang memasukkan saya ke surga atau melepaskannya dari neraka, termasuk juga aku, tetapi ialah semata-mata rahmat Allah swt. belaka” (Hadits Shahih Muslim No.2414).
~
Yuli
~
Pasti yang muncul adalah komentar-komentar standard-ganda yang membantah kebenaran komentar yang berseberangan.
Islam memang selalu menggunakan standard-ganda. Di Eropa mereka mengatakan, “Kami bagian dari masyarakat Eropa”. Tapi selanjutnya berkata, “Kami orang Islam”. Kalau memang orang Eropa, seharusnya menghargai identitasnya itu. Seperti Yesus memerintahkan umat Kristen taat dan tunduk kepada pemerintah dimanapun mereka berada.
~
Sdr. Vijay,
Terimakasih untuk komentar yang Anda berikan.
Dari fakta yang ada, tak dapat disangkal, pendapat Anda benar adanya. Pada dasarnya, standard-ganda bukan hanya milik kelompok tertentu, melainkan telah menjadi tabiat dosa bagi setiap orang yang belum dipulihkan Allah.
Sangat sulit bagi manusia berdosa untuk patuh kepada kehendak Allah. Ketika Isa Al-Masih mengajarkan “Kasihilah musuhmu…” (Injil, Rasul Besar Matius 5:44), ego manusia sulit mencernanya. Kecenderungan kita justru membalas yang setimpal, bahkan lebih kepada musuh kita.
Puji syukur kepada Allah yang menyediakan jalan pengampunan dosa lewat karya pengorbanan Isa Al-Masih. Setiap orang yang menerima-Nya bukan saja diampuni, tapi dimampukan hidup mulia seturut dengan perintah-Nya demi kesejahteraan bersama.
Maukah kita dipulihkan?
~
Yuli
*****
1. Penulisan ataupun ungkapan seseorang bukanlah kesalahan dari agama yang diyakininya, tetapi adalah kesalahan penafsiran terhadap apa yang dikatakan oleh agamanya, apapun agama tsb.
2. Harap membaca lengkap satu ayat, jangan sepotong dan pahami kata perkata.
3. Saya lebih percaya perkataan Allah SWT daripada perkataan manusia yang merubah kalimat Allah SWT yang menjadikan kalimat tersebut tidak jelas sumber aslinya.
*****
Sdr. Ahmad Zaibah,
Terimakasih telah berpartisipasi dengan menanggapi 3 fokus pertanyaan di atas.
Point #2: dengan membaca lengkat ayat Qs 9:36, bagaimana Anda memaknai ayat tersebut?
Point #3: sudahkah Anda mempelajari sejarah penulisan Al-Quran vs. Alkitab? Artikel berikut dapat membantu Anda: http://tinyurl.com/lbr3qew
~
Yuli
~
Saya tidak heran dengan kesesatan yang demikian. Lihat saja kelakuan FPI yang merasa paling benar, tapi kenyataannya justru sebaliknya.
~
Sdr. Pandi,
Terimakasih telah berpartisipasi dalam dialog yang bertemakan ajaran membenci versus mengasihi. Namun kami mohon maaf telah mengedit beberapa kata yang Anda gunakan demi kebaikan bersama.
Inti yang Anda sampaikan benar. Ajaran yang berasal dari Allah tentu sangat konsisten terhadap kebaikan & kebenaran sebagai cerminan kemuliaan Allah. Sebagaimana Allah telah mengasihi kita orang berdosa yang senantiasa memberontak terhadap kedaulatan-Nya, maka tindakan perorangan maupun kelompok yang justru menunjukkan kebencian & permusuhan terhadap orang yang berseberangan dengannya tentu bukan berasal dari ajaran Allah.
~
Yuli
~
Point #2: Dengan membaca lengkat ayat Qs 9:36, bagaimana Anda memaknai ayat tersebut?
[u]Jawaban:[/u]
Memerangi kaum musyrikin? Jelas itulah perintah Allah SWT. Tetapi makna memeranginya saja yang berbeda. Saat ini memerangi kaum musyrikin adalah dengan dakwah dan pendekatan. Karena kaum musryikinpun saat ini melakukan ‘peperangan’ dengan pendekatan semacam itu dengan tujuan yang sama yaitu menghancurkan agama yang dibawa oleh Rasulullah.
Point #3: Sudahkah Anda mempelajari sejarah penulisan Al-Quran vs. Alkitab?
[u]Jawaban:[/u]
Al-Quran menjelaskan mengenai kitab-kitab Allah sebelumnya. Maka cukuplah bagi saya untuk mempelajarinya dari Al Quran. Al Quran Al Kariim adalah Al-Kitab yang diturunkan untuk menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
#2: Penggalan bunyi Qs 9:36 “… di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, [u]maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu[/u], dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya …”. Catatan kaki Al-Quran terbitan Depag RI pada kalimat yang digarisbawahi: “Maksudnya janganlah kamu menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan mengadakan peperangan”.
Nah, jika perang dimaknai sebagai dakwah, bukankah ayat itu melarang perang pada 4 bulan haram (Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab)? Bagaimana kenyataannya? Jadwal “perang dakwah” mengabaikan larangan tsb, bukan? Jadi, benarkah “dakwah” termasuk perang? Bagaimana pula dengan Qs 8:12?
#3: Jika Anda yakin Al-Quran kitab penyempurna, Anda tidak perlu ragu membaca & membandingkannya dengan Alkitab, bukan? Bukankah kesempurnaan kitab teruji bila ia berhasil melampaui kitab-kitab lainnya?
~
Yuli
~
(#2) Staff menulis : “…Nah, jika perang dimaknai sebagai dakwah, bukankah ayat itu melarang perang pada 4 bulan haram? Bagaimana kenyataannya?…”
[u]Jawab : [/u]
“…. dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa” (QS. 9:36).
Hal ini dimaksud seandainya pada bulan-bulan tsb kaum Muslim diperangi, maka kewajiban mereka untuk memerangi kembali. Satu ayat harus dibaca lengkap dan tidak boleh di penggal. Demikian pula utk QS 8:12 ditujukan kepada kaum Muslimin yang sedang diperangi oleh kaum musyirikin (baca ayat-ayat sebelumnya).
(#3) Staff menulis: “… Jika Anda yakin Al-Quran kitab penyempurna, Anda tidak perlu ragu membaca & membandingkannya dengan Alkitab, bukan? Bukankah kesempurnaan kitab teruji bila ia berhasil melampaui kitab-kitab lainnya? …”
[u]Jawab:[/u]
Mustahil bagi saya untuk membandingkan kitab suci yang asli dengan kitab-kitab yang sudah diubah dan diintervensi oleh tangan manusia dengan begitu banyaknya ragam dan jenis Injil yang ada di dunia saat ini. Cukup bagi saya untuk mempelajarinya, tetapi tidak untuk membandingkannya.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Kami satukan komentar Anda dalam 1 kolom.
#2: Jadi, dapatkah “dakwah” dikategorikan “perang” berdasarkan Qs 9:36 & Qs 8:12? Bukankah yang dimaksud adalah perang fisik sebagai bentuk balasan terhadap kaum Musyrikin & dilakukan di luar 4 bulan haram? Jadi, kelirukah bila disimpulkan demikian?
– Al-Quran mengajarkan [u]perang fisik[/u] kepada musuhnya
– Al-Quran membenarkan [u]pembalasan[/u] perang terhadap musuhnya
Anehnya, ajaran Isa Al-Masih yang telah ada 7 abad sebelum Al-Quran justru mengajarkan: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Injil, Rasul Besar Matius 5:44).
#3: mengacu pada kontradiksi Al-Quran vs. Injil di atas (#2), jika 4 kitab Injil dalam Alkitab telah dipalsukan, mengapa ajarannya jauh lebih agung & mulia daripada Al-Quran? Bukankah Allah bersifat Mahakasih & Mahamulia? Mungkinkah ajaran-Nya bertentangan dengan sifat-Nya?
~
Yuli
~
Maaf, jawaban saya lebih dari satu kolom karena keterbatasan karakter.
Staff menulis :
“… Jadi, dapatkah “dakwah” dikategorikan “perang” berdasarkan Qs 9:36 & Qs 8:12? …”
Jawab:
Anda terlampau kaku mengartikan suatu kata. Perang disesuaikan dengan jaman & kemajuan teknologi. Saat ini banyak bentuk peperangan selain perang fisik. Salah satunya melalui sosial media dengan dalih diskusi, dll. Perang kata-kata mungkin lebih tepatnya. Seperti saat ini Anda selalu menyampaikan hal yang buruk tentang Islam sesuai persepsi & kehendak Anda melalui kata-kata. Saya membantahnya juga melalui kata-kata tentang kebenaran yang ada. Al-Quran yang merupakan kitab yang asli & tidak diintervensi tangan manusia mengajarkan bagaimana umat Muslim mempertahankan agamanya dari serangan yang bertujuan menghancurkan Islam, bukan mengajarkan perang.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Terimakasih untuk tanggapan Anda.
Kami sangat memahami “kemoderatan” Anda dalam menyikapi ayat-ayat Al-Quran yang kontroversial. Namun, apakah penafsiran moderat tsb terhadap Qs 9:36 & Qs 8:12 serta ratusan ayat jihad lainnya benar-benar sesuai dengan aturan rigid yang nyata tertulis & terkandung dalam Al-Quran?
Jika Anda memperluas pemaknaan perang sebagai “perang non-fisik / dakwah”, maka secara otomatis bunyi “… di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, …” (Qs 9:36) sudah tidak up to date lagi, atau bahkan Anda sangkal, tentunya. Tapi, bukankah Anda sendiri berkeyakinan bahwa Al-Quran itu sempurna?
~
Yuli
~
Staff menulis :
“… mengacu pada kontradiksi Al-Quran vs. Injil di atas (#2), …”
Jawab :
Keagungan dan kemuliaan Al Qur’an tidak dapat diragukan karena Al-Quran adalah firman Allah yang tiada tandingannya. Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada umat Muslim secara mutawatir. Membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah.
“Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al-Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (Qs 10:37).
Itulah bukti keagungan Al Qur’an Al Kariim.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Tentu Anda setuju bahwa tidak semua kebenaran itu sejati, bukan? Setiap hal perlu diuji. Alkitab telah lulus uji dari segi konsistensi isi meski ditulis dalam kurun 1500-an tahun, melibatkan 40-an penulis berbeda. Jelas bahwa inspiratornya Allah sendiri, Sang PengarangTunggal yang abadi. Bukti-bukti arkeologi & sejarah yang terpelihara di museum hingga saat ini turut mendukung kebenarannya.
Bagaimana dengan Al-Quran? Hingga kini umat Muslim tidak punya bukti arkeologi untuk naskah asli Al-Quran. Secara internal kitab, terjadi inkonsistensi isi (http://tinyurl.com/86r3bgq). Lebih jauh, isinya bertolak belakang dengan Taurat & Injil meskipun Qs 5:46 mengklaim Al-Quran membenarkan Taurat & Injil. Qs 9:36 versus Injil Matius 5:44 adalah salah satu contohnya.
~
Yuli
~
Staff menulis :
“… mengapa ajarannya jauh lebih agung & mulia daripada Al-Quran? Bukankah Allah bersifat Mahakasih & Mahamulia? Mungkinkah ajaran-Nya bertentangan dengan sifat-Nya?”
Jawab :
Ajaran Allah SWT adalah ajaran yang mulia. Allah SWT adalah zat yang Maha Sempurna. Apa yang Allah SWT firmankan dalam Al Qur’an adalah kesempurnaan.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Tentu bukti berbicara lebih kuat daripada slogan, bukan?
Mungkinkah Allah yang memerintahkan untuk mengasihi & mendoakan kebaikan bagi orang yang membenci kita (Injil Matius 5:44), pada 7 abad kemudian merevisi firman-Nya dengan memerintahkan untuk melakukan pembalasan perang terhadap musuh?
Jika Allah Mahasempurna, mungkinkah Ia tidak konsisten terhadap Firman-Nya? Bukankah kemahasempurnaan tidak mengandung kesalahan yang memerlukan revisi? Mungkinkah ajaran mengasihi musuh disempurnakan dengan ajaran pembalasan terhadap musuh?
~
Yuli
~
Staff menulis : ” … (Qs 9:36) sudah tidak up to date lagi, atau bahkan Anda sangkal tentunya. Tapi, bukankah Anda sendiri berkeyakinan bahwa Al-Quran itu sempurna? …”
Jawab :
Anda masih saja mengartikan ayat tsb sepotong-sepotong. Yang dimaksud dalam ayat tsb adalah dari 12 bulan ada 4 bulan haram dimana kita harus menjaga diri dari hal-hal buruk kecuali bila kaum Muslim dikhianati atau diserang dalam bulan haram tsb. Maka wajib mempertahankan diri. Hal ini sesuai firman Allah pada Qs 2:217.
Al Quran adalah petunjuk untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Karenanya akan selalu sesuai untuk setiap peradaban manusia di dunia. Saya tidak menyangkal dan hanya menerangkan yang sebenarnya dari ayat tersebut secara utuh.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Terimakasih untuk penjelasannya.
Menindaklanjuti tulisan Anda:
“… dari 12 bulan ada 4 bulan haram dimana kita harus menjaga diri dari hal-hal buruk kecuali bila kaum Muslim dikhianati atau diserang dalam bulan haram tsb. Maka wajib mempertahankan diri…”
– Bagaimana dengan 8 bulan di luar 4 bulan Haram? Tidak perlukah menjaga diri dari hal-hal buruk? Hal buruk apakah yang dimaksud?
– Jika umat Muslim diserang dalam 4 bulan Haram, wajib mempertahankan diri, bukan? Tapi, bagaimana jika diserang pada 8 bulan lainnya? Balik menyerang atau tidak?
Jadi, kelirukah 2 kesimpulan kami sebelumnya?
– Al-Quran mengajarkan perang fisik kepada musuhnya
– Al-Quran membenarkan pembalasan perang terhadap musuhnya
~
Yuli
~
Staff Isa menulis: “… Bagaimana dengan Al-Quran? Hingga kini umat Muslim tidak punya bukti arkeologi untuk naskah asli Al-Quran…”
Jawab:
Sebenarnya Anda mulai keluar dari fokus yang Anda tentukan sendiri.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Tulisan kami tidak keluar dari konteks awal. Sayangnya Anda memenggal kalimatnya hingga terkesan keluar fokus.
Bukti arkeologi Alkitab vs. Al-Quran & perbandingan konsistensi isi kitab adalah cara pengujian kesejatian Firman Allah.
Jika umat Muslim mengklaim Al-Quran sebagai kitab penyempurna yang juga membenarkan isi Taurat & Injil (Qs 5:46), mengapa isinya justru bertentangan?
Dari pengujian keakuratan bukti arkeologi, Injil & Taurat jauh lebih unggul sehingga tak diragukan sebagai Firman Allah.
Jadi, dari 2 cara pembuktian di atas dapat diuji manakah kitab Allah sejati. Hanya kitab sejatilah yang mengajarkan kebenaran Allah. Mengasihi & mendoakan musuh (Injil Matius 5:44) adalah contohnya, bukan membalas perang terhadap musuh (Qs 9:36).
~
Yuli
~
Staff menulis: “… terjadi inkonsistensi isi (tinyurl.com/86 r3bgq). Lebih jauh, isinya bertolak belakang dengan Taurat & Injil …”
Jawab:
Inkonsistensi isi yang Anda maksud merupakan tafsiran situs Anda. Selama mengikuti diskusi ini, saya mengetahui bagaimana Anda menafsirkan ayat-ayat Al-Quran sepotong demi sepotong sesuai keinginan & tujuan Anda.
Saya sangat yakin Anda sudah mengetahui bagaimana cara membaca, menerjemahkan, & menafsirkan Al-Quran yang sebenarnya. Tapi tujuan Anda dalam situs ini membelokkan pengetahuan Anda tentang hal tsb. Bagi saya kebenaran Al-Quran ada pada firman Allah SWT berikut:
“Kitab (Al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS 2:2).
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Bukti tersirat dari benang merah keseluruhan ajaran Al-Quran berbicara lebih kuat daripada klaim ayat Qs 2:2 sendiri.
Jika ajaran Al-Quran tidak konsisten terhadap ajaran kitab-kitab Allah sebelumnya (Taurat & Injil), maka kesejatiaannya atas klaim “tidak ada keraguan padanya” serta “petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” perlu dipertimbangkan ulang.
~
Yuli
~
Staff menulis: “… Mungkinkah Allah yang memerintahkan untuk mengasihi & mendoakan kebaikan bagi orang yang membenci kita (Injil Matius 5:44), …”
Jawab:
Kesempurnaan adalah milik Allah SWT semata. Anda tidak dapat membandingkan firman Allah SWT yang sebenarnya dengan kata-kata yang dikatakan Firman Tuhan tetapi hasil tulisan tangan manusia. Kesempurnaan Allah SWT merupakan konsistensi ajaran Illahi yang diturunkan sejak nabi Adam AS hingga Rasulullah SAW. Tidak pernah berubah. Umat yang mengingkari keesaan Allah yang merubah semua itu.
Wassalam.
~
Sdr. Ahmad Zaibah,
Itulah gunanya menguji kebenaran untuk memilah manakah yang sejati. Kebenaran sejati selalu lulus uji. Alkitab telah membuktikannya dari berbagai segi dengan bukti-bukti akurat.
Jika seandainya Al-Quran tidak pernah meng-klaim sebagai kitab yang membenarkan Taurat & Injil (Qs 5:46), maka isinya tidak perlu dibandingkan dengan 2 kitab tersebut. Tapi karena sudah terlanjur mengklaim, mau tidak mau harus dibandingkan, bukan?
Nah, saat tidak lulus uji, pilihan ada pada masing-masing individu. Siapakah yang ingin kita taati, Firman Allah sejati, atau yang lainnya? Setiap pilihan membawa konsekuensi. Hanya dengan berada di pihak Allah-lah kesejahteraan dunia akhirat terjamin.
~
Yuli