Hukum berjilbab di Aceh itu wajib bagi Muslimah, namun di Arab Saudi sudah tidak wajib sekarang. Perbedaan pandangan ini jelas membingungkan para Muslimah.
Soal berjilbab, Aceh ataukah Arab Saudi yang sesuai hukum Allah? Bagaimanakah kaitan berbusana yang sopan dan ibadah yang diterima Allah?
Hukum Berjilbab di Aceh Besar
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar mewajibkan berjilbab bagi pramugari Muslim yang pesawatnya mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) Blangbintang. “Karena Aceh menerapkan syariat Islam,” kata Bupati Aceh Besar, Ir. Mawardi Ali, “semua orang diharapkan untuk berbusana syar’i sesuai tuntutan agama Islam.”
Arab Saudi: Jilbab Tidak Wajib
Sebaliknya, pemerintah Arab Saudi membebaskan para Muslimah dalam berpakaian, tapi tetap menjaga kesopanan. Kini para Muslimah Arab Saudi tidak wajib lagi memakai jilbab, hijab, cadar, nikab, dan burka, termasuk di tempat kerja.
Tujuan aturan itu untuk memberikan kebebasan kepada para Muslimah dalam berpakaian sesuai yang mereka sukai. Mereka tidak lagi dipaksa memakai busana Muslimah, seperti jilbab.
Apakah pendapatmu akan dua sikap yang berbeda di atas? Sampaikan di sini!
Jilbab Menurut Ulama Indonesia
Soal berjilbab, Dr. Quraish Sihab tidak mewajibkannya, namun wanita haruslah berpakaian terhormat.
Katanya, “. . . istri Ahmad Dahlan, istri Hasyim Asy’ari, istri Buya Hamka, atau organisasi Aisyiyah . . . pakai kebaya dengan baju kurung, tidak memakai kerudung . . . Begitulah istri-istri para kiai besar kita . . . Tapi mengapa mereka tidak menyuruh istri-istrinya pakai jilbab?”
Benar, berjilbab itu tidak wajib. Sebab berjilbab bukanlah perintah Allah, melainkan budaya yang telah dipraktekan orang-orang Asyur abad 13 sebelum Masehi.
Yang Allah Kehendaki, Pakaian atau Hati?
Menghadap Allah memang harus berpakaian sopan/terhormat, tapi apakah wanita harus berjilbab?
Isa Al-Masih mengajarkan bahwa menghadap Allah harus dengan hati dan pikiran yang suci. “. . . Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang” (Injil, Rasul Besar Matius 15:18-20).
Jadi bukan pakaian tertentu yang Allah terima, melainkan hati, pikiran, dan perbuatan yang suci. Berkenankah Allah akan ibadah kita, bila hati kita tidak suci? Sampaikan pendapatmu di email ini.
Cara Agar Hati Anda Suci
Kitab Allah menyaksikan, “. . . Kristus [Isa Al-Masih] . . . telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup” (Injil, Surat Ibrani 9:14).
Syukurlah, Isa berkuasa menyucikan segala dosa-dosa manusia yang beriman kepada-Nya.
Percayalah kepada Isa Al-Masih, maka Ia pasti menyucikan dosa-dosamu, sehingga ibadah Anda diterima Allah.
[Staf Isa Islam Dan Kaum Wanita – Untuk masukan atau pertanyaan mengenai artikel ini, silakan mengirim email kepada Staff Isa Islam Dan Kaum Wanita.]
Focus Pertanyaan Untuk Dijawab Pembaca
Staf IDI berharap Pembaca hanya memberi komentar yang menanggapi salah satu pertanyaan berikut:
- Menurut Saudara, sikap pemerintah Aceh ataukah Arab Saudi yang sesuai hukum Allah soal hukum berjilbab itu? Mengapa?
- Mengapa Allah lebih berkenan pada pikiran, hati, dan perbuatan yang suci daripada pakaian tertentu?
- Bagaimana Isa Al-Masih berkuasa menyucikan hati manusia yang penuh dosa?
Komentar yang tidak berhubungan dengan tiga pertanyaan di atas, walaupun dari Kristen maupun Islam, maaf bila terpaksa kami hapus.
Berikut ini dua link yang berhubungan dengan artikel di atas. Jika Anda berminat, silakan klik pada link-link berikut:
- Kenajihan Hati, Perhatikan Atau Abaikan?
- Apakah cadar dan hijab menjamin ibadah kita diterima Allah?
Untuk menolong para pembaca, kami memberi tanda ***** pada komentar-komentar yang kami rasa terbaik dan paling menolong mengerti artikel di atas. Bila bersedia, silakan juga mendaftar untuk buletin mingguan, “Isa, Islam dan Al-Fatihah.”
Apabila Anda memiliki tanggapan atau pertanyaan atas artikel ini, silakan menghubungi kami dengan cara klik link ini.
Apabila Anda memiliki keinginan untuk didoakan, silakan mengisi permohonan doa dengan cara klik link ini.
*****
1. Dua-duanya bukan hukum Allah, tetapi kewajiban dalam tradisi.
2. Allah sejati tidak memandang rupa dan bentuk. Hati dan pikiran yang diutamakan.
3.Kuasa Allah telah dinyatakan dalam diri Isa Al-Masih dalam pengorbanan-Nya di atas kayu salib.
*****
~
Sdri. Mimie,
Terimakasih untuk kesediaan Anda menanggapi tiga pertanyaan fokus artikel. Kami berharap apa yang Anda sampaikan menolong pembaca lainnya lebih serius mempertimbangkan ajaran yang mereka terima dan yakini selama ini, benarkah mengandung kebenaran sejati dari Allah.
Sedikit menambahkan apa yang Anda sampaikan:
1) Mengenai hijab sebagai tradisi di zaman pra-Islam, silakan pelajari artikel berikut: https://tinyurl.com/yas9aoxz
2) Allah Maha Tahu hingga kedalaman hati seseorang, apakah bersih atau tidak. Itu sebabnya pakaian jasmaniah tidak mampu menghalangi pandangan Allah terhadap isi hati kita.
3) Pengorbanan Isa sengsara tersalib hingga wafat bertujuan menggantikan hukuman kekal yang seharusnya kita tanggung akibat dosa. Karya pengorbanan-Nya ini membersih dosa kita sekaligus menolong kita hidup benar sesuai kehendak-Nya. Karena telah dibenarkan-Nya, Allah pun menjamin keselamatan kekal di sorga bersama-Nya (Injil Yohanes 14:6).
~
Yuli
~
Terimakasih, artikel ini membantu meyakinkan saya. Saya Muslim tapi saya dilarang berjilbab oleh ayah saya sebelum hati saya benar-benar bersih. Karena bila hanya sekedar setengah-setengah, menuruti fashion atau disuruh orang, saya hanya akan dianggap munafik oleh ayah saya. Saya bingung karena dari yang saya dengar, menutup aurat itu wajib. Sementara menutup aurat itu harus berjilbab. Padahal yang saya pikirkan selama berpakaian sopan dan tahu tata cara berpakaian, itu sudah cukup.
Sekarang setelah membaca artikel ini saya menjadi yakin dengan keyakinan saya sendiri, bahwa yang dibutuhkan Allah SWT adalah hati yang bersih dan perbuatan yang baik. Terima kasih, artikel ini membantu.
~
Sdr. Dhian,
Kami senang dan bersyukur dapat membantu Anda dengan isi artikel di atas. Anda benar bahwa Allah Yang Maha Tahu isi hati setiap insan tidak bisa dikelabui oleh penampilan luar kita saat hati tetap menyimpan ketidaksucian. Sebagaimana Allah itu suci, Ia pun menghendaki kesucian hati kita. Sebab segala sesuatu yang keluar dari diri kita baik sikap, perkataan, maupun perbuatan, semua berawal dari hati. Itu sebabnya, firman Allah mengingatkan: “… Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang” (Injil Matius 15:18-20).
Pertanyaannya, sejauh mana kita terus bisa menjaga hati tetap suci dengan kekuatan sendiri? Bukankah tanpa disadari, kita sering berprasangka buruk, iri, membenci dan mencemooh pihak lain, suka mengeluh, mengomel, berpikiran kotor, dst? Apakah cukup dengan berucap “Astaghfirullah” kesucian hati pulih? Bukankah menit selanjutnya kita masih sering mengulang hal yang sama? Bila demikian, apakah kesucian hati mungkin dimiliki? Padahal Allah Mahasuci senantiasa menuntutnya. Lalu apakah Allah tidak peduli dengan keaadaan kita seperti ini? Apakah Allah memberikan solusi? Bagian akhir artikel menolong kita menemukan jawabannya.
Sdr. Dhian, kami mengirimkan sebuah email kepada Anda, silakan Anda periksa. Berharap kita bisa berbincang lebih jauh via email. Terimakasih.
~
Yuli
~
Jilbab atau apapun itu wajib hukumnya. Ada perintah di surat An-Nur atau surat apa lagi dan hadits shahih Bukhari yang intinya kaum wanita wajib melilitkan kain yang menutup ujung kepala hingga menutupi dada. Perihal hati bersih, pikiran suci itu perkara lain, tidak membicarakan jilbab/kerudung. Tapi jilbab itu harus longgar, tidak menampakan lekuk tubuh terlalu jelas selain kepada Muhrim.
Jilbab dengan tingkah laku keseharian beragama maupun bersosialisasi itu dua hal berbeda. Mohon jangan dicampur adukan. Lebih baik seseorang yang memakai kerudung juga mampu memahami dan mengimplementasikan filosofi Islam secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari.
~
Saudara Enggar,
Terimakasih atas penjelasan saudara di atas berkenaan dengan Jilbab. Ada baiknya saudara dapat mengutip surat atau hadits yang saudara maksudkan! Sehingga kami atau pengunjung yang lain dapat mengetahuinya. Bagaimana menurut saudara dengan perbedaan pandangan antara Arab Saudi Dan Aceh perihal jilbab?
Bisa dijelaskan maksud dari “Jilbab dengan tingkah laku keseharian beragama maupun bersosialisasi itu dua hal berbeda.”?
Kami tunggu penjelasan saudara.
~
Daniar
~
Perihal penutup kepala/jilbab. Menurut pandangan saya penutup kepala itu tidaklah wajib. Mengapa demikian? Karena tidak ada satu ayat pun di Al-Quran yang memerintahkan untuk menutup kepala/rambut.
Surah An-Nur : 31 hanya memerintahkan wanita Muslim untuk menjaga dan memelihara kemaluan, serta menutup dada menggunakan kain kudung.
Sedangkan Surah Al-Ahzab : 59 hanya memerintahkan wanita Muslim untuk memanjangkan pakaiannya (kain-kainnya) ke seluruh tubuh mereka (Jalabibihinna).
Perlu untuk diketahui, bahwa pakaian yang menutup kepala dan/atau hingga seluruh tubuh itu adalah hijab-chador-burqa-niqab. Jilbab itu sendiri sesungguhnya merupakan abaya (Pakaian Budaya Arab).
~
Saudara Muhammad Ardhi,
Terimakasih atas tanggapannya. Benar sekali bahwa penutup kepala/jilbab pada wanita Muslim sesungguhnya adalah adopsi dari budaya Timur Tengah. Sebab di Timur Tengah cuaca sangat panas sehingga para wanita saat itu menggunakan penutup kepala dan baju yang tertutup.
Bila seorang wanita Muslim berpakaian tertutup itu tentu hal yang baik dan sopan. Pakaian tidak menentukan apakah seseorang berkenan di hadapan Allah atau tidak sebab Allah melihat hati manusia.
~
Noni